SKETSA – “Namanya anak-anak ya, mereka nyiapkan saja. Selama dia (mahasiswa) ikhlas, enggak ada masalah,” kata Dekan Fakultas Pertanian (Faperta) Rusdiansyah saat ditemui Sketsa, Senin (19/2).
Fenomena sajian makanan di atas meja ujian kini sudah jadi budaya dan dianggap biasa. Padahal, perilaku ini termasuk gratifikasi dan korupsi skala kecil yang mestinya tak boleh ajek di lingkungan universitas.
Di Faperta, konsumsi seminar tugas akhir tak pernah diatur untuk jadi sesuatu yang harus dipenuhi mahasiswa. Namun, mahasiswa tetap saja membawa. Kendati begitu, Rusdiansyah tak mau kompromi, kecuali yang dibawa hanya minuman.
“Tapi kalau buah tangan enggak boleh, dilarang, apalagi sampai kasih amplop. Haram hukumnya! Dia boleh kasih, tapi nanti setelah (lulus) ujian. Itu sebenarnya terserah dosennya lagi, tapi kalau saya enggak mau terima,” imbuhnya.
Belum adanya aturan yang jelas perihal ini membuat celah masih ada. Kepada Sketsa, ia mengaku kini tengah menyiapkan regulasi pemberian buah tangan, etika mahasiswa, hingga tata cara dalam seminar tugas akhir dengan melibatkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Faperta untuk ikut mengontrol. Meski sejauh ini pihaknya juga belum pernah menerima aduan keberatan dari mahasiswa menyoal konsumsi seminar.
Lebih lanjut, ia menyebut akan tegas terhadap mahasiswa maupun dosen yang melanggar regulasi tersebut. Bahkan, ia tak segan untuk mencabut bimbingan mahasiswa tersebut. Sedangkan untuk dosen yang kedapatan meminta apa pun kepada mahasiswa akan langsung diberikan Surat Peringatan (SP) I, yang mana bisa menunda kenaikan pangkat dosen dan tidak diizinkan membimbing selama enam bulan.
“Saya sudah bilang ke mahasiswa, kalau ada yang meminta, laporkan saja ke saya atau PD I,” jelasnya.
FISIP
Tak jauh berbeda dengan Rusdiansyah, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Muhammad Noor, tak menampik pemberian konsumsi hingga buah tangan saat seminar tugas akhir masih sering terjadi di Unmul, termasuk di institusi yang dia pimpin.
Diakuinya, sebagai dosen ia pun merasa risih dan berulang kali menyampaikan bahwa itu tidak wajib. Namun, di sisi lain, merasa tak tega jika menolak pemberian mahasiswa tersebut. “Secara aturan, tidak ada ketentuan yang mengikat bahwa mereka (mahasiswa) harus menyiapkan. Barangkali terpengaruh oleh kebiasaan hingga adat ketimuran yang menyajikan sesuatu kalau ada tamu, itu saja sebetulnya,” ucapnya Rabu, (28/2).
Kepada Sketsa, Noor yang juga pernah memimpin Program S1 Pemerintahan Integratif (PIN) itu mengatakan, di PIN, tidak ada mahasiswa yang menyediakan konsumsi saat seminar seperti di FISIP Gunung Kelua. Yang menyiapkan justru dari pihak lembaga.
Niat untuk mengatur regulasi yang tegas perihal ini sebenarnya pernah ada. Bahkan, sudah disampaikan di hadapan jajaran pejabat FISIP. Namun, untuk membuat aturan yang jelas, menurut Noor butuh kajian mendalam serta pertemuan dengan beberapa pihak, yang hingga kini belum berhasil dirampungkan.
“Tidak menutup kemungkinan di FISIP akan berlaku peraturan yang serupa dengan kampus lain. Ini bisa jadi wacana menarik ke depan. Karena kami ada atau tidaknya konsumsi tetap menyelenggarakan seminar. Ini kewajiban kami,” pungkasnya.
FH
Selangkah lebih maju dari Faperta dan FISIP, Fakultas Hukum (FH) sudah punya aturan yang jelas tentang larangan bagi mahasiswa memberikan apa pun kepada dosen saat seminar. Hal ini disampaikan langsung oleh Dekan FH Mahendra Putra Kurnia.
Ditemui di ruangannya Kamis, (1/3), Mahendra menyebutkan aturan tersebut tertuang dalam pedoman aturan skripsi, yang di dalamnya memuat manual mutu pelaksanaan skripsi dari awal pengajuan judul hingga selesai sidang skripsi.
Manual mutu sendiri berisi tulisan bahwa mahasiswa tidak atau dilarang menyediakan apa pun namanya dalam bentuk makanan atau minuman pada saat ujian atau benda-benda lain yang sekiranya memengaruhi laku subjektif atau objektif dari dosen yang menjadi penguji.
Aturan tersebut telah diketahui oleh hampir semua kalangan di FH. Sebab sebelumnya, kata Mahendra sudah dilakukan sosialisasi lisan maupun tulisan dan ditampilkan juga di website fakultas.
Tegas, untuk membuat aturan ini berjalan dengan baik, Mahendra sebelumnya juga sudah memberi pemahaman kepada semua dosen dan penguji, sehingga jika ada mahasiswa yang ngotot memberi harus ditolak pemberiannya dan disuruh membawa kembali sajian atau buah tangan tersebut.
“Jadi, kita dengan tegas menerapkan itu untuk S1 dan S2, dan sudah berjalan sekitar dua tahun. Bisa dicek, bahkan 98 persen keberhasilan dari aturan itu,” terang Mahendra.
Sejak adanya aturan ini, mahasiswa FH merasa tidak terbebani lagi oleh ‘rasa tidak enak’ jika tidak membawa konsumsi saat seminar. Apalagi, pelayanan staf dinilai bergantung pada harga konsumsi yang dibawa. Jika mahal, maka mudah. Sebaliknya, jika murah, maka bersiaplah dipersulit.
"Saya sangat setuju dengan aturan ini. Karena gratifikasi jangan sampai terjadi. Adanya pemberian buah tangan membuat secara sadar atau tidak membuat kita dipaksa belajar bergratifikasi untuk memuluskan urusan sejak dari berkuliah," kata Faishal Alwan Yasir, mahasiswa Hukum, angkatan 2013. (wil/fer/aml/adl)