Memaknai Emansipasi dari Kartini

Memaknai Emansipasi dari Kartini

SKETSA - “Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam,” ungkap salah satu perempuan hebat Indonesia, Raden Ajeng Kartini.

Kartini, namanya tertulis indah dalam catatan sejarah bangsa Indonesia. Menjadi salah satu pejuang Indonesia, terutama perannya dalam memperjuangkan emansipasi kaum perempuan. Ia memberi harapan dan cahaya bagi perempuan tanah air agar mendapat pendidikan dan kesempatan untuk berkarya, tanpa membeda-bedakan dengan apa yang didapat oleh kaum pria pada masanya.

Bertepatan dengan hari ini, tiap 21 April diperingati sebagai hari Kartini yang menjadi momen untuk kembali menghargai jasanya. Sketsa menemui beberapa perempuan yang juga menjadi bagian dari civitas academica Unmul. Salah satunya Malpaleni Satriana, dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Menurut Malpa, Hari Kartini dapat dimaknai sebagai bentuk pergerakan pendidikan dan emansipasi perempuan yang sudah selayaknya untuk dirayakan dengan kontribusi secara intelektual untuk mengenang jasa seorang Kartini.

“Di mata saya, seorang kartini sekarang dapat dikenang melalui tulisan-tulisannya yang menggambarkan sosok wanita yang cerdas dan berintelektual,” ucapnya.  

Di tengah kesibukannya sebagai dosen yang mendidik sejumlah mahasiswa, Malpa yang merupakan dosen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) saat ini juga tengah mengasuh anaknya yang masih berusia tiga bulan. Tentunya ada suka duka dalam pembagian perannya tersebut.

“Dukanya belum ada aturan untuk wanita karir yang bisa disepakati tentang pengasuhan dan pendidikan anak sesuai dengan kebutuhan anak,” ungkapnya.

Namun di sisi lain, ia mampu mengawasi perkembangan anak setiap saat. Terlebih di tengah maraknya kasus penculikan, pedofilia, dan kejahatan lainnya yang menyasar ke anak-anak.

“Saya merasa bersyukur dan beruntung karena dikelilingi dengan orang yang mampu mentoleransi, mendukung dan membantu saya,” tutur dosen pengampu mata kuliah Metode Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini ini.

Malpa berharap mahasiswi Unmul dapat berkembang menjadi  perempuan yang cerdas dan berpendidikan tinggi. Sebab nantinya akan menghasilkan anak-anak yang cerdas pula. “Wanita yang sukses adalah wanita yang mampu menjalani peran sebagai ibu, istri, sekaligus menjadikan dirinya berarti untuk orang lain, itu baru kartini zaman now,” pesannya.

Tak hanya Malpa, Irma Surayya Hanum, selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat di FIB juga turut memaknai Hari Kartini. Baginya, Hari Kartini merupakan pengingat bahwa sosok perempuan itu tidak lagi sebagai perempuan yang berada dalam penindasan kelompok laki-laki.

Seperti apa yang diperjuangkan Kartini, perempuan mempunyai hak untuk menerima dan menerima pendidikan. Perempuan juga mempunyai hak untuk menjadi mengatur dirinya sendiri bukan diatur oleh kekuasaan orang lain.

“Jadi, perempuan bukan tugasnya terus harus di dapur, masak, melahirkan, mengurus anak, mengurus suami. Tidak diciptakan hanya sekadar untuk itu.”

Sebagai perempuan, ia juga mengajak kepada perempuan lainnya untuk tidak takut dan ragu untuk menunjukkan dirinya. “Tunjukkan dirimu dengan kemampuanmu dan perempuan itu mampu. Kita tidak lagi harus dibatasi atau harus merasa terbatasi,” tegasnya. (epl/ysm/nul/mrf/adl)