SKETSA - 9 Oktober lalu merupakan awal sejarah baru bagi sosok Mahendra Putra Kurnia yang baru saja dilantik menjadi Dekan Fakultas Hukum Unmul periode 2017-2021. Mahendra yang juga merupakan Pembina LPM Sketsa, telah ditetapkan menjabat dekan sejak 11 September tepatnya saat rapat senat tertutup di ruang Praktik Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Ditemui Sketsa usai pelantikan, Mahendra mengaku tak memiliki ambisi untuk menjadi dekan, ia hanya menganggap ini sebagai tantangan baru. "Saya hanya mengikuti garis takdir," ucap pria usia 35 itu.
Dengan mengusung visi ‘Hukum yang Dapat Dinikmati’, Mahendra berharap hukum dapat bermanfaat bagi masyarakat. Menurutnya, hukum sebagai sebuah ilmu dan seperangkat aturan yang mampu memberikan kemanfaatan, keadilan, perlindungan, ketertiban, kesejahteraan, dan kepastian hukum yang dapat dirasakan oleh semua manusia, baik di dalam kampus maupun di luar kampus.
Selain itu, dikatakan Mahendra, ia ingin menjadikan FH sebagai fakultas yang memiliki keharmonisan secara internal. Cikal bakal FH harus memiliki integritas dan ciri keilmuan berdasarkan pola ilmiah pokok (PIP) Unmul.
"Kita tidak mau terkenal hanya soal ribut-ribut saja. Tapi punya prestasi yang bisa disodorkan sebagai bentuk eksistensi FH," tutur pria kelahiran Malang tersebut.
Kendati begitu, Mahendra menganggap wajar jika setiap fakultas memiliki masalahnya masing-masing. Namun, harus pula diimbangi dengan solusi pemecahan masalah.
"Kita bukan cuma punya masalah, tapi kita juga bisa menyelesaikan masalah serta punya prestasi lainnya," tukasnya.
Mahendra di Mata Mahasiswa
"Waktu belum jadi dekan, bisa dibilang Pak Mahe itu orang nomor satu yang dibutuhkan mahasiswa. Ngalah-ngalahin dekan," ungkap Helena Julianty Gabriel Eba, mahasiswi FH semester 7.
Lena, tampaknya menjadi salah satu penggemar sosok Mahendra. Mahendra dikenal sebagai pribadi yang supel. Itu terlihat dari kedekatan Mahendra dengan sejumlah mahasiswa. Selain itu, dari kinerjanya sebagai salah satu dosen pengajar, ia dinilai cerdas dan berwawasan luas.
Meski masih menggunakan metode ceramah, intonasi dan pembawaan materi yang dirangkai diskusi membuat Lena betah berlama-lama menyimak kuliah Mahendra.
"Diskusinya juga beda. Kita enggak dipaksakan untuk harus tahu apa yang bapaknya mau sementara kita sendiri belum paham. Bapaknya lebih memancing untuk mengeluarkan opini, salah benar urusan belakang. Diajarin berani gitulah istilahnya," beber Lena.
"Saking serunya nyimak beliau jelasin sampai enggak ingat materinya karena kagum sama beliaunya sendiri," imbuhnya seraya tertawa.
Pintu ruang Mahendra pun menjadi pintu yang paling sering diketuk mahasiswa untuk mengeluh lantas dicarikan solusi maupun sekadar berdiskusi materi kuliah maupun acara-acara fakultas.
Dilantiknya Mahendra Putra Kurnia menjabat kursi nomor satu di FH menyiratkan harap di hati Lena.
Gedung-gedung mangkrak yang membuat jadwal kuliah acap kali bertabrakan, sarana prasarana yang renta dan minim, hingga ketegasan dan keakraban dengan mahasiswa menjadi pekerjaan rumah bagi Mahendra untuk diseriusi demi kebaikan FH.
Khusus perkara kedekatan dengan mahasiswa, Lena ingin kedekatan yang sekarang ada tetap terjalin. Bahkan perlu ditingkatkan agar aspirasi mahasiswa tersalurkan tidak hanya dari kalangan mahasiswa organisatoris, tetapi juga mahasiswa umum secara individu.
"Semoga bapak bijaksana menjalankan. Mampu bersikap tegas buat setiap pelanggaran yang dilakukan baik mahasiswa, organisasi fakultas, akademik, maupun rekan-rekan dosennya. Tapi tetap tolerirlah Pak, ya. Dan terus menginspirasi mahasiswa biar bisa sukses kayak Bapak. Amin. Congratulation, Pak Mahe!" (snh/aml)