Linglung Mahasiswa Program Kampus Mengajar Angkatan 7: Bantuan Biaya Hidup Tak Sesuai Janji

Linglung Mahasiswa Program Kampus Mengajar Angkatan 7: Bantuan Biaya Hidup Tak Sesuai Janji

Sumber Gambar: Istimewa

SKETSA  Pelaksanaan Kampus Mengajar gelombang 7 tahun 2024 mengalami permasalahan pada bantuan biaya hidup (BBH). Hal ini menjadi perbincangan antara mahasiswa peserta program Kemdikbud tersebut, yang menyebutkan adanya ketidaksesuaian BBH yang diterima peserta dengan perjanjian awal. 

Sebagai salah satu program yang ditawarkan Kampus Merdeka, Kampus Mengajar (KM) menjadi wadah bagi mahasiswa yang ingin mengambil kesempatan belajar di luar kampus selama satu semester. Dengan mengikuti program ini, mahasiswa dapat menjadi mitra guru dalam menyusun dan melaksanakan pembelajaran di berbagai sekolah yang tersebar di Indonesia.

Adapun pelayanan yang diberikan dalam program Kampus Mengajar berupa BBH dan juga tunjangan uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa yang mengikutinya. Namun rupanya, pada program KM ke-7 ini, terdapat perbedaan di mana mahasiswa yang terdaftar sebagai peserta mendapatkan kenaikan BBH dan tidak lagi mendapatkan tunjangan UKT.

Hal tersebut disebabkan adanya penambahan kuota peserta Kampus Mengajar yang semula hanya mencapai angka 24 ribu menjadi lebih dari 32 ribu peserta. 

Hanya saja, terdapat permasalahan di mana konsistensi naiknya nominal BBH tidak sesuai dengan yang disebutkan di awal. Mulanya, nominal BBH pada Kampus Mengajar angkatan sebelumnya adalah 1,2 juta rupiah dan tahun ini dijanjikan menjadi 1,8 juta rupiah. Namun ternyata jumlah BBH yang didapatkan oleh para peserta hanya mencapai 1,5 juta rupiah saja.

Hal tersebut membuat mahasiswa peserta KM merasa tidak adil dengan adanya penurunan nominal BBH yang dilakukan secara sepihak. Keluhan ini disampaikan oleh salah satu peserta bernama Abi (bukan nama sebenarnya) yang menyebutkan bahwa dalam penurunan BBH sendiri pihak penyelenggara tidak memberitahu terlebih dahulu.

"Yang dipermasalahkan adalah diturunkan (nominal) BBH dengan sepihak tanpa ada sosialisasi dan komunikasi dengan pihak peserta KM 7 se-Indonesia," ungkap Abi ketika diwawancarai Sketsa melalui pesan WhatsApp, Jumat (9/5) lalu.

Mahasiswa FKIP tersebut menyebutkan bahwa dirinya dan peserta yang lain telah berusaha untuk meminta kejelasan BBH pada pihak penyelenggara.

"Kami sudah menanyakan kepada pihak Kampus Mengajar berapa ketentuan yang BBH kami dapatkan. Awalnya kami dijanjikan 1,8 juta dan tiba-tiba di dekat pencairan di termin pertama ada Gmail penurunan BBH menjadi 1,5 juta," jelas Abi.

Hal serupa juga dialami oleh peserta KM lainnya, Apri Prananda Saputra. Kepada Sketsamahasiswa prodi Pendidikan Biologi itu menyampaikan harapannya agar pihak penyelenggara lebih menyadari lagi dampak yang terjadi atas ketidaksesuaian tersebut.

"Jika sudah membuat suatu janji maka harus ditepati dan tidak menyalahi janji tersebut dengan mengubah-ubah kebijakan awal karena terkait BBH itu sangat dibutuhkan oleh mahasiswa KM, bukan semata-mata untuk kebutuhan pribadi tetapi beberapa program kerja juga membutuhkan dana," keluh Apri melalui pesan WhatsApp, Jumat (9/5) lalu.

Diketahui bahwa penurunan nominal BBH bagi peserta KM sendiri terjadi akibat adanya miskomunikasi antara pihak penyelenggara Kampus Mengajar dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Hal tersebut disampaikan langsung oleh pihak Caraka yang merupakan koordinator antara peserta dengan penyelenggara KM.

Acce Rahmawati, salah satu anggota Caraka wilayah Kalimantan Timur, menyebutkan bahwa pihaknya beserta peserta KM telah melakukan diskusi dengan pihak penyelenggara melalui aplikasi Zoom pada Jumat, 9 Mei lalu. Pada diskusi tersebut, pihak penyelenggara menyebutkan bahwa penurunan nominal BBH terjadi akibat dari miskomunikasi yang telah disebutkan.

"Nah, masalahnya itu, teman-teman peserta ini merasa ‘masa sekelas program nasional bisa ada sih melakukan kesalahan seperti miskomunikasi seperti itu.’ Padahal (pihak penyelenggara) yang menjawab 1,8 (juta rupiah) itu tidak hanya satu orang," tutur mahasiswi yang kerap disapa Rahma itu melalui telepon WhatsApp, Sabtu (10/5) lalu.

Caraka sendiri baru diinisiasi pada Kampus Mengajar tahun ini yang ditujukan untuk menjadi jembatan komunikasi bagi para peserta KM. 

“Kita sebagai Caraka itu tidak diam saja gitu pastinya. Karena kita bertugas, berkewajiban, bertanggung jawab, untuk menyampaikan aspirasi teman-teman gitu. Jadi sebenarnya teman-teman itu kadang salah menyalahgunakan (fungsi Caraka), maksudnya salah kaprah gitu. Caraka itu harus serba bisa dan lain sebagainya,” ujar Rahma.

Rahma berharap agar pihak penyelenggara Kampus Mengajar dapat memperbaiki kesalahannya setelah ini. Karena hal tersebut berpengaruh terhadap pandangan mahasiswa dengan program KM itu sendiri.

"Tidak ada namanya staf terjadi miskomunikasi yang akhirnya bisa berakibat fatal gitu. Jadi mungkin komunikasinya benar-benar lebih interaktif lagi. Lebih terjalin lagi biar tidak ada miskomunikasi lagi. Kalau kayak gini kan kasian teman-teman pesertanya gitu yang merasa dipermainkan lah kalau bahasanya," pungkas Rahma. (mdn/lzy/myy/ali)