
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
SKETSA – Usai dilakukan serah terima pada Jum'at (17/6) lalu, kini para peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) angkatan 48 telah bertolak ke desa binaan masing-masing. Sejumlah tantangan dan kendala pun kerap mereka alami.
Jamaludin misalnya, ketua kelompok KKN Tematik Desa Wisata Malahing, Bontang tersebut menyebutkan sulitnya memenuhi kebutuhan dan perlengkapan menjadi tantangan tersendiri bagi diri dan kelompoknya. Belum lagi terbatasnya akses air bersih serta listrik yang hanya tersedia pada pukul 6 sore hingga 11 malam.
"Untuk memenuhi kebutuhan dan perlengkapan kami, karena posisi kami yang berada di tengah laut sehingga membutuhkan biaya lebih untuk transportasi menuju ke darat," ungkap Jamaludin pada Sketsa melalui pesan Whatsapp, Rabu (6/7).
Meski begitu, hal tersebut tidak menyurutkan antusiasme Jamal dan kawan-kawan. Pasalnya, meski dilanda keterbatasan desa tempat ia mengabdi memiliki sejumlah potensi yang mengagumkan.
“Keunikan desa ini sendiri ialah berada di letak geografis delta, di desa ini sangat dipuaskan dengan keindahan langit dan lautnya. Keunikan lain juga timbul sejak pemberdayaannya di bawah naungan PT Pupuk Kaltim, seperti budidaya keramba tancap, kekayaan rumput lautnya hingga sampai di titik produksinya menjadi sabun dan makanan.”
Keindahan alam Desa Wisata Malahing juga melahirkan target tersendiri bagi Jamal dan tim. “Target khusus dari kelompok kami dalam mengabdi di Desa Wisata Malahing ini tentunya untuk meningkatkan profile branding dan SDM yang ada di desa ini sendiri,” ungkapnya mantap.
Lain hal dengan Jamaludin, cerita berbeda datang dari Amera Mahfin, Ketua Kelompok KKN Reguler Paser 33. Selain perjalanan jauh yang memakan waktu tujuh hingga sepuluh jam dari pusat Kota Samarinda perbedaan kultur dan bahasa menjadi tantangan terbesar yang kelompoknya hadapi.
"Perbedaan kultur, seperti semisal di sini saat malam hari semua rumah selalu buka pintu sedangkan biasanya di lingkungan rumah dulu tidak buka pintu saat malam, (selain itu) masyarakat desa yang masih sering menggunakan bahasa daerah yaitu Paser yang dimana terkadang kami sulit untuk mengerti," kisahnya melalui pesan suara Whatsapp, Senin (4/7).
Perempuan yang akrab disapa Ami ini mengaku keadaan yang jauh dari rumah serta perbedaan pendapat antar teman sejawat menjadi dilema tersendiri untuk diatasinya.
"Masih mencoba ini dan itu, mencari mana yang cocok untuk mengatasi. Mengingat kami belum pernah kenal sama sekali sebelumnya dan langsung dijadikan serumah ya wajar sebenarnya untuk tantangan seperti ini."
Namun mahasiswi Ilmu Pemerintahan 2019 ini bersyukur ia dan kelompoknya diberi kelancaran terkait koordinasi dengan pemerintah desa. "Untuk sejauh ini lancar saja tidak ada kendala. Hubungan dengan pemerintah desa, organisasi masyarakat seperti PKK, dasawisma, dan karang taruna juga baik."
Serupa dengan Jamal, Ami juga menargetkan branding Desa Suatang Keteban tempatnya mengabdi dapat meningkat.
“Program unggulan kami yaitu pembuatan website desa, mengingat Desa Suatang Keteban ini belum memiliki website desa padahal banyak sekali ciri khas budaya yang patut diperkenalkan,” tutupnya mengakhiri. (wsd/kya/jla/lyn/nkh)