SKETSA - Ruang Serbaguna Rektorat lantai 4 hari ini, Jumat (3/6) lebih ramai daripada biasanya. Seremoni pelantikan dekan yang agaknya canggung berlangsung. Pukul 9.15 acara dimulai. Tertunda satu jam daripada seharusnya. Hadirin berdiri berbaris selayaknya pelantikan. Pertengahan acara, SK Rektor tentang dibentuknya fakultas baru, dibacakan.
Dalam SK itu disebutkan, Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi (FTIKOM) dan program studi Ilmu Komputer dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), resmi digabungkan secara kelembagaan fakultas baru bernama Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (FKTI).
Masjaya, Rektor Unmul mengatakan, hal itu sebagai langkah Unmul lebih baik. Bersama jajaran terkait, Masjaya berkonsultasi perihal ini dengan beberapa kalangan, khususnya pakar pendidikan Ilmu Komputer. “Ide ini sudah lama kami diskusikan. Wakil Rektor IV yang fasilitasi untuk rapat. Saya pikir tidak perlu dijadikan masalah. Ini juga demi pengembangan, kemajuan, dan idealitas Unmul sebagai salah satu universitas terbesar,” ujar Masjaya dalam sambutannya.
Pukul 10.00 pelantikan selesai. Namun, barisan mahasiswa FTIKOM yang menggelar aksi sejak pagi di luar Gedung Rektorat, nyatanya masih sabar menanti kedatangan Masjaya menemui mereka. Ada empat tuntutan yang disuarakan, yaitu tunda pelantikan dekan dan jajarannya, tinjau ulang SK 280/DT/2016 tentang pembentukan FKTI, selesaikan kisruh internal FTIKOM, serta libatkan ormawa FTIKOM dalam setiap pengambilan keputusan pembentukan FKTI. Tak hanya itu, mereka juga membawa kertas petisi penolakan sejumlah dosen dan kaprodi tentang pelantikan hari ini.
Sejumlah mahasiswa bahkan sampai menyambangi ruangan acara meski dihadang oleh aparat keamanan yang berjaga. Bagian protokol lalu mengarahkan ke ruang rapat di lantai 3 untuk dilakukan hearing yang turut dihadiri oleh para pejabat yang baru saja dilantik. Pertemuan selama 30 menit itu berlangsung cukup tegang.
Dalam pertemuan tersebut, Jamaluddin, Ketua BEM FTIKOM menyampaikan tuntutan. Jamal mengatakan, mahasiswa resah dan jadi korban perselisihan birokrat. Dikatakannya, beberapa dosen kini enggan mengajar. Jamal juga mempertanyakan sejumlah terbitan SK yang dirasanya mengganjal. Masjaya menanggapi tegas. “Laporkan dosen yang seperti itu. Dia akan berhadapan dengan rektor,” ujarnya.
Awalnya Masjaya curiga aksi yang dilakukan itu merupakan otak dari oknum tertentu. “Karena ini aksi dari mahasiswa sendiri saya terima. Kalau ditunggangi pihak lain apalagi yang haus jabatan dengan cari-cari kesalahan, saya tidak mau terima,” tegasnya.
Masjaya didampingi para wakilnya menjelaskan singkat kronologis penggabungan ini. Dijelaskannya, Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Komputer, yang diketuai oleh Zainal Hasibuan sudah saling bertemu sejak menjabat Wakil Rektor II. Zainal menyarankan perbaikan kualitas FTIKOM agar tidak membebankan mahasiswanya ketika lulus. Solusinya ialah penggabungan. Prosesnya panjang dan baru terlaksana ketika Masjaya menjabat rektor.
Bohari Yusuf, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Hubungan Masyarakat turut angkat bicara. Dikatakannya, sejumlah keputusan yang dikeluarkan melalui rangkaian yang sangat panjang. Dinamikanya luar biasa. Ada banyak pertimbangan. SK bahkan ada yang umurnya hanya sehari kemudian diralat kembali dengan menerbitakan SK baru. Tidak semua keputusan berbentuk SK.
Perihal keterlibatan, dikatakannya pernah ada rapat di Balikpapan dan dilanjutkan dengan rapat senat sebagai demokratisasi tertinggi kampus yang dihadiri semua dosen dari kedua belah pihak. Sehingga dia membantah sejumlah pihak mengatakan tidak dilibatkan. Rapat itu kemudian memutuskan terbentuknya FKTI. “Secara administrasi namanya harus pembentukan. Kalau tidak begitu akan menimbulkan masalah dalam salah satu pihak. Kalau hanya diubah nama, Ilmu Komputer nasibnya tidak jelas,” kata Bohari.
Kertas petisi yang dibawa mahasiswa FTIKOM pun tak luput dari pembahasan. Pihak rektorat curiga, petisi itu merupakan rekayasa oknum. Dilihat dari halaman yang terpisah dan tidak padu, ditambah konfirmasi para penandatangan yang mengaku tidak pernah menandatangani itu. Masjaya dan Bohar meminta ini diselesaikan bersama dekan. “Surat ini salah besar. Surat ini tidak sah, karena atas nama FTIKOM tapi yang bertandatangan adalah ketua prodi. Tidak mungkin Kaprodi menandatangani atas nama lembaga fakultas,” jelas Bohari.
Masjaya yang harus menemui tamu dari Jakarta terpaksa mengakhiri forum. “Saya apresiasi tuntutan ini, akan saya jadikan dasar untuk memperlihatkan kepada pejabat agar jangan sampai mahasiswa jadi korban gara-gara oknum. Untuk polemik SK, saya tidak mau bahas tentang itu. Nanti bisa kita buat pertemuan khusus. Saya berikan ultimatum untuk memperbaiki. Silakan bentuk tim untuk menelusuri,” tandasnya seraya meninggalkan ruangan. (aml/e2)