Dua Tahun Dipermasalahkan, DPM KM 2024/2025 Rencanakan Revisi UU Pemira

Dua Tahun Dipermasalahkan, DPM KM 2024/2025 Rencanakan Revisi UU Pemira

Sumber Gambar: Instagram @pemira.unmul

SKETSA - Kongres Keluarga Mahasiswa (KM) Unmul 2024 yang telah digelar pada Senin (26/8) hingga Rabu (28/8) di Gedung Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unmul lalu, menyisakan serangkaian PR bagi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), salah satunya dalam proses penyelenggaraan Pemilihan Raya (Pemira) BEM KM. 

Baca: PR DPM dalam Kongres KM Unmul 2024: dari Kritik Pemira sampai LPJ Bersyarat

Diwartakan sebelumnya, permasalahan Pemira ini sudah ada sejak dua tahun lalu. Sehingga diperlukan adanya perubahan peraturan atau Undang-Undang (UU) terkait penyelenggaraan Pemira. 

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPM KM 2024/2025, Suarga Nabil menyebut akan menindaklanjuti evaluasi dan rekomendasi terkait revisi UU Pemira. 

“Sudah kami rencanakan karena ada rekomendasi dari kongres kemarin,” akunya kepada Sketsa pada Rabu (6/11) lalu. 

Suarga mempertimbangkan permasalahan UU Pemira yang memang sudah disuarakan sejak dua tahun lalu. Ia menyebut, banyak pasal yang kontradiktif secara gramatikal dan menimbulkan multitafsir sehingga memerlukan kajian lebih lanjut. 

“Sudah koordinasi di rapat paripurna juga tentang apa saja yang perlu dirubah,” lanjutnya. 

Diketahui, beberapa pasal yang akan dilakukan pengkajian ulang, di antaranya terkait perpanjangan masa pendaftaran Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden BEM KM, yang tidak memberikan atau mengatur kepastian hukum bagi Komisi Penyelenggara Pemilihan Raya (KPPR), Badan Pengawas Pemira (Bawasra), hingga kontestan. 

“Itu salah satu yang bermasalah dan akan didiskusikan lagi di Rapat Dengar Pendapat (RDP),” lanjutnya. 

Selain itu yang menjadi perhatian adalah pasal yang mengatur terkait batas minimum IPK Bakal Pasangan Calon (Bapaslon). Sebagaimana di Pasal 37 UU Pemira, diketahui minimum IPK untuk mendaftar adalah 2,75. Menurut Suarga, hal ini juga bermasalah. 

“Kalau di tingkat fakultas ada yang batas IPK 3.00 ada yang bahkan 3.05, saya rasa itu hal yang perlu diputuskan juga oleh DPM KM,” terangnya. 

Suarga melanjutkan, hal lain yang dipertimbangkan dalam revisi UU Pemira adalah terkait pelaksanaan alur Pemira itu sendiri. Menurutnya, di dalam UU Pemira kurang mengatur tentang pelaksanaan saat hanya ada satu Pasangan Calon (Paslon). Di dalam pemilihan seyogyanya mengatur tentang sistematika kotak kosong dan uji publik. 

“Dan itu yang belum dihadirkan,” katanya. 

Selain itu, melihat banyaknya mahasiswa yang tidak mengetahui dilangsungkannya Pemira membuat Suarga menganggap perlu adanya perbaikan alur Pemira itu sendiri. 

“Saya rasa UU Pemira masih cacat secara materi, sehingga masih perlu ada perubahan,” ujarnya. 

Terkait proses revisi itu sendiri, Suarga menyebut sudah dalam tahap perencanaan dan akan dilanjutkan setelah pergantian kepengurusan DPM Fakultas agar tidak terjadi simpang siur antara kepengurusan yang lama dan yang baru. 

Ia mengaku, saat ini DPM KM tengah menggarap penyusunan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3) yang akan menjadi landasan dalam penyusunan maupun perubahan UU ke depannya. 

Namun, Suarga memastikan bahwa UU Pemira sudah bisa diterapkan pada pelaksanaan Pemira di tahun depan. Sebelum itu, akan dilakukan sosialisasi dan dipertimbangkan terkait uji publik UU Pemira tersebut. 

“Saya pastikan pertengahan tahun depan sudah jadi dan akan disosialisasikan,” pungkasnya. (ner/mar)