Lifestyle

Mencuatnya Kekerasan Gender Berbasis Online di tengah Pandemi

Meledaknya penggunaan media sosial menyebabkan lahirnya Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO).

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar : Femaledaily.com

SKETSA – Di masa pandemi, keinginan untuk berselancar di dunia maya semakin tinggi. Dengan jangkauan internet yang semakin luas dan perkembangan teknologi yang canggih, menyebabkan pengguna sosial media semakin meningkat. Terlebih lagi karena keterbatasan dalam berinteraksi secara langsung membuat media sosial menjadi pilihan alternatif untuk tetap terkoneksi dengan orang lain.

Namun, dibalik meledaknya penggunaan dunia online atau sosial media menyebabkan lahirnya hal yang tidak diinginkan, salah satunya Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO). Istilah ini merupakan kekerasan yang didasarkan atas seks dan gender, termasuk juga tindakan-tindakan yang menyebabkan bahaya seperti penderitaan fisik, mental, seksual hingga ancaman atau paksaan.

Dilansir dari laman femaledaily.com, sejak 2015 Komnas Perempuan telah memberikan catatan tentang kekerasan terhadap perempuan yang terkait dengan dunia online. Mereka menggaris bawahi bahwa kekerasan dan kejahatan siber memiliki pola kasus yang semakin rumit.

Pada tahun 2017, ada 65 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang diterima oleh Komnas Perempuan. Setidaknya ada delapan bentuk kekerasan berbasis gender online yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan.

Dari delapan kekerasan tersebut diantaranya yaitu, pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), rekrutmen online (online recruitment), serta pelecehan online (cyber harassment).

Semenjak masa pandemi Covid-19, masyarakat diharuskan untuk menjaga jarak dan tetap di rumah. Hal tersebut menjadikan internet “makanan” sehari-hari agar tetap saling terhubung dalam segala aktifitas. Sayangnya, hal itu justru membuat kasus KGBO pun semakin meningkat.

Mengutip dari laman kemenpppa.go.id milik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) Republik Indonesia, adapun beberapa hal yang bisa dilakukan dalam mengintegrasikan perspektif gender di ranah digital dan upaya penanggulangan KBGO.

“(1) Penguatan daya perempuan melalui pendidikan kritis, kesadaran gender dan literasi digital; (2) Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum (APH) dan lembaga layanan dalam menyikapi kasus KBGO; (3) Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual; (4) Merevisi pasal dalam undang-undang yang berpotensi mengkriminalisasi korban KBGO dan mengesahkan undang-undang terkait pengamanan data pribadi," dalam laman yang di-publish pada (6/8).

Dilansir dari laman yang sama, Bintang Puspayoga selaku Menteri PPPA menyayangkan penggunaan internet yang mengalami kenaikan di masa pandemi tidak dibarengi dengan literasi digital yang mumpuni. Khususnya bagi perempuan dan anak sehingga lebih sulit bagi mereka untuk melindungi diri di internet.

“Perlu kita ingat bahwa tidak ada satu pun orang yang berhak mendapatkan kekerasan, bagaimanapun situasinya. Oleh karena itu, marilah kita bangun kerja sama antar sektor baik itu pemerintah, swasta dan penyedia layanan teknologi dan telekomunikasi, media, penegak hukum dan seluruh masyarakat untuk menatap satu tujuan, yaitu dunia yang aman bagi perempuan dan anak,” tuturnya.

“Bersama-sama, kita buka akses yang seluas-luasnya bagi perempuan dan anak supaya dapat melek digital, sekaligus mendapatkan literasi digital yang mumpuni, sehingga mereka dapat melindungi diri di masa kini maupun masa depan,” tutup Bintang. (yen/nop/fzn)



Kolom Komentar

Share this article