Lifestyle

Limbah Medis: Beban Lingkungan Baru Bagi Indonesia

Indonesia kini tak hanya menghadapi masalah limbah plastik namun juga limbah medis

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar : Canva

SKETSA — Maret 2020, kasus Covid-19 pertama hadir di Indonesia. Dengan jumlah penduduk 270 juta jiwa, Indonesia kini tak hanya menghadapi masalah limbah plastik namun juga limbah medis. Adapun jenis limbah ini masih butuh penanganan optimal, sebab dikategorikan sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berpotensi menyebabkan infeksi. Sumbernya bisa dari fasilitas pelayanan kesehatan seperti klinik dan rumah sakit.

Dalam Tirto.id, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang mempunyai fasilitas pengolah limbah berizin saat ini baru berjumlah 120 dari 2.880 rumah sakit yang ada. Angka itu tentu belum memadai. Kategori limbah medis yang paling umum menurut WHO di antaranya ialah benda tajam (pisau bedah, pisau cukur), limbah menular (apa saja yang berpotensi menular), radioaktif (cairan penelitian laboratorium), patologi (cairan manusia, darah), obat-obatan (antibiotik, injeksi, pil), bahan kimia (disinfektan, pelarut untuk keperluan laboratorium) dan limbah genotoksik (bersifat karsinogenik atau mutagenik). Belum lagi berbicara ketika pandemi. Limbah seperti masker medis, sarung tangan dan Alat Pelindung Diri (APD) berpotensi menambah volume sampah.

Pengelolaan yang tidak tepat, akan berakibat pada orang yang bekerja di bidang tersebut. Seperti petugas kesehatan, pasien, petugas pengumpulan dan pembuangan limbah serta lingkungan sekitar. Berdasarkan data pada 31 Januari lalu, pasien Covid-19 yang menjalani perawatan tercatat sebanyak 175 ribu pasien. Kemudian, timbunan limbah yang dihasilkan bisa mencapai 138 ton per hari. Jika penanganan Covid-19 yang ada tidak diimbangi dengan pengelolaan medis yang seharusnya, maka potensi limbah medis yang dihasilkan mencapai 200 ton per hari.

Di sisi lain, UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tegas mengatur bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) wajib melakukan pengelolaan limbah B3. Dalam konteks pandemi, bukan saja fasyankes yang berpotensi menyumbang limbah medis. Namun, kita juga turut andil terutama saat menggunakan masker medis.

Harga yang sempat melonjak membuka alternatif bagi masyarakat untuk menggunakan masker kain. Tetapi ketika harga kembali normal, kecenderungan untuk menggunakan masker medis tak bisa dimungkiri. Secara pribadi, apa yang dapat kita lakukan dalam mengelola limbah, khususnya masker medis ini?

Pertama, kumpulkan masker medis bekas pakai. Kedua, merendamnya dengan disinfektan atau pemutih. Ketiga, mengumpulkan masker ke dalam wadah yang aman dan tidak tercampur dengan limbah rumah tangga lainnya, seperti sisa makanan serta sisa kemasan. Jangan lupa untuk memotong tali masker dan merobeknya. Keempat, buang ke tempat sampah domestik atau kubur. Membakar akan menimbulkan penyakit lain. Kelima, pastikan untuk mencuci tangan sesuai anjuran.

Jika semua sudah diupayakan, maka penting untuk mengurangi mobilitas. Apalagi jika tidak memiliki keperluan mendesak seperti bekerja atau berbelanja. Sebab hal terpenting yang sering luput ialah mengurangi. Dengan berkurangnya aktivitas ke luar rumah, maka penggunaan masker medis bisa diminimalisir. Jangan lupa, ketika jarak pergimu terhitung dekat, gunakan masker kain. Tetap mencuci tangan serta menjaga jarak, ya! (wps/rst/len)



Kolom Komentar

Share this article