Hari Besar

Kabar Hutan di Hari Pohon

Upaya mempertahankan fungsi hutan di Hari Pohon Sedunia (Sumber Foto: Google)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - 21 November 1972 pertama kali diperingati sebagai Hari Pohon Sedunia. Ini merupakan bentuk penghormatan kepada Julius Sterling Morton. Pria kebangsaan Amerika Serikat ini punya kecintaan pada alam hingga dia aktif mengampanyekan gerakan menanam pohon. Sejak saat itu bermunculan kebijakan menanam dan merawat pohon secara luas.

Melalui peringatan Hari Pohon setiap tahun, diharapkan masyarakat akan sadar terhadap keberadaan pohon, hutan, dan pemukiman hutan pada tiap jengkal tanah yang dipijak. Namun, peringatan hanya peringatan, kenyataannya masih ada saja orang-orang yang merusak hutan dan untuk memperkaya diri sendiri.

Dilansir dari laman viva.com, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyita enam unit truk bermuatan kayu jati yang diduga hasil dari penebangan ilegal di Desa Ronggo, Pati, Jawa Tengah (24/10) lalu. Sustyo Iriono selaku Direktur Pencegahan dan Pengamanan mengatakan bahwa Desa Ronggo menjadi salah satu pusat penampungan kayu ilegal di Jawa.

Operasi penyitaan itu dilakukan di lima titik lokasi di Desa Ronggo. KLHK mendapat informasi adanya praktek pengepulan kayu jati ilegal itu dari Perhutani Jawa Tengah. "Operasi ini hasil kolaborasi berbagai pihak," ujar Sustyo.

Beberapa waktu lalu KLHK turut menyebut kerugian negara akibat kejahatan lingkungan hidup mencapai Rp17,8 triliun. Jumlah kerugian yang cukup besar ini baru dari aksi penebangan liar atau Ilegal logging. Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyatakan, total kerugian itu berdasarkan hitung-hitungan kasus kejahatan lingkungan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau incraht di pengadilan selama tiga tahun terakhir.

Sampai saat ini kata Ridho, aparatnya telah berhasil menindak sebanyak 533 kasus kejahatan lingkungan di Indonesia. Paling banyak kasus kejahatan lingkungan adalah peredaran tumbuhan dan satwa liar, illegal logging, serta aksi kejahatan akibat perambahan hutan, pencemaraan lingkungan serta kebakaran hutan. "Temuan tertinggi berada di Pulau Kalimantan dan Sumatera," imbuhnya.

Pada (19/11), Sketsa mendatangi Rustam Fahmy, Dosen Fakultas Kehutanan (Fahutan) Unmul, guna meminta tanggapan terkait kesadaran akan peran pohon di Indonesia. Menurutnya, sebuah pohon akan berkurang fungsinya jika tidak dalam satu kesatuan hutan. Di mana pada peringatan Hari Pohon Sedunia ini lebih menekankan upaya mempertahankan tutupan berhutan ketimbang mempertahankan pohon.

"Kalau untuk keadaan hutan di Indonesia saat ini itu luasnya mulai berkurang, disamping adanya para penebang liar, pembukaan lahan untuk pemukiman dan yang lainnya juga menjadi faktor berkurangnya luas hutan," papar Rustam. 

Rustam juga menambahkan karena luas hutan yang berkurang, penebang liar juga mulai tak nampak lagi, seperti di wilayah Samarinda, hutan yang bisa dipanen pohonnya sudah tak ada. Meskipun ada hutan, tetapi akses menuju ke lokasi sangat sulit.

Sedangkan untuk manfaat, menurut Rustam pohon adalah sumber kehidupan. Di mana jika pohon tidak ada, maka tidak akan ada kehidupan di sekitarnya. "Kita bisa bernapas karena ada oksigen, siapa yang bisa membuat oksigen? Hanya pohon, coba bayangkan jika tidak ada pohon di Bumi," ujar Rustam.

Selain itu manfaat pohon lainnya mulai dari manfaat ekonomi yang mana kayunya bisa diperjual belikan, sebagai penyerap gas rumah kaca, akar dari pohon dapat menahan air, menjadi bahan obat, dan sebagai aromatika. Selain itu, dosen yang sedang menempuh program Doktor di Tokyo University ini juga mengatakan bahwa lebih dari 60% hasil penelitian atas nama Unmul itu dari Fahutan, mulai dari penelitian manfaat hutan, manfaat kayu, dan lainnya.

Saat ini Dekan Fahutan, Rudianto Amirta tengah melakukan penelitian terkait daun hecaliptus guna dijadikan telon atau sejenis minyak kayu putih. Untuk idealnya, menurut Rustam pohon yang diolah dan digunakan untuk kawasan hutan tanaman industri adalah pohon yang berdiamerer 40 senti meter (cm) atau dalam kurun waktu 40 tahun. Sedangkan untuk hutan alam dalam 6 sampai 10 tahun sudah bisa ditebang.

"Untuk terealisasinya pengolahan pohon, ideal untuk saat ini sudah mulai ketat ya, kalau dulu kan belum waktunya ditebang orang bisa curi-curi. Kalau sekarang itu sudah tidak bisa mereka begitu, banyak yang ngawasi soalnya," tutupnya. (ycp/wil)



Kolom Komentar

Share this article