Hari Besar

Hari Aksara Internasional: Hadapi Buta Huruf di Era Digital

Memperingati Hari Aksara.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: enkosa.com

SKETSA – Telah dirayakan selama 55 tahun sejak UNESCO mendeklarasikannya, Hari Aksara Internasional kembali diperingati pada 8 September 2021 di tengah pandemi. Perayaan ini hadir guna mengingatkan publik atas pentingnya literasi dalam meningkatkan standar hidup mereka. Termasuk upaya meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap masalah literasi yang ada, seperti fenomena buta aksara.

Mengusung tema “Digital Literacy for Indonesia Recovery”, Indonesia turut menyemarakkan esensi Hari Aksara Internasional. Dengan harapan bahwa program pendidikan keaksaraan dapat menjadi lebih adaptif terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Khususnya pergeseran paradigma pembelajaran karena pandemi Covid-19 yang telah mengubah proses pembelajaran secara signifikan.

Adapun puncak peringatan Hari Aksara Internasional ke-56 diselenggarakan pada Rabu (8/9), melalui webinar yang dihadiri oleh Mendibukristek, perwakilan UNESCO Paris dan Jakarta serta para pelaku pendidikan keaksaraan dan literasi masyarakat. Webinar tersebut disiarkan pula secara langsung melalui media sosial Kemdikbudristek, TV Edukasi dan media sosial Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus.

Tak hanya itu, pada perayaan puncak tersebut berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam bidang keaksaraan akan diberikan penghargaan berupa Anugerah Pegiat Pendidikan Keaksaraan. Beragam bingkai foto virtual spesial Hari Aksara Internasional dengan berbagai ilustrasi yang apik turut memeriahkan euforia hari besar tersebut.

Peringatan ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat akan pentingnya melek huruf. Melihat era teknologi yang bisa dikatakan canggih, tidak akan ada artinya jika sampai saat ini masih ada yang buta aksara di sekitar kita.

Meski telah ada kemajuan, tantangan dan masalah mengenai literasi di berbagai dunia akan tetap ada. Literasi dasar sendiri terdiri atas baca tulis, finansial, numerasi, digital dan lainnya. Seseorang yang kekurangan literasi dasar, berarti kurang mampu atau tidak mengerti tentang berbagai literasi tersebut.

Kurangnya kemampuan dalam hal ini menjadi permasalahan serius, terutama di dunia maya atau yang biasa disebut dengan literasi digital. Pasalnya, setiap orang tidak cukup hanya dibekali kemampuan membaca dan menulis saja. Tetapi dibutuhkan kemampuan literasi yang lebih kompleks terutama dalam kondisi dewasa ini.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik, pada 2020 jumlah penduduk buta aksara di Indonesia mencapai 1,71 persen atau 2.961.060 orang dari jumlah total penduduknya. Angka ini juga mengalami sedikit penurunan jika dilihat pada tahun 2019. Persentasenya sebesar 1,78 persen atau 2.081.136 orang.

Saat ini, strategi penuntasan buta aksara di Indonesia difokuskan pada daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) sebab wilayah tersebut sulit dijangkau terutama pada masa pandemi ini. Hal itu sangat mempengaruhi pembelajaran anak muda dan juga orang dewasa yang tidak memiliki atau memiliki tingkat melek huruf yang rendah, sehingga cenderung akan menghadapi banyak kesulitan.

Maka dari itu, pada peringatan Hari Aksara ini diharapkan dapat menjadi reminder bagi masyarakat seluruh dunia untuk sadar akan pentingnya literasi. Tentunya sebagai kebutuhan yang hakiki dalam bersosialisasi, khususnya pada era digital saat ini. (ems/cal/fzn)



Kolom Komentar

Share this article