Hari Besar

Batik: Lebih dari Sekadar Kain Tradisional

Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2019.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: M. Faqih Hendrian

Tepat satu dekade lalu, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mengakui bahwa batik merupakan Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity) yang dimiliki Indonesia.

Dilansir dari situs UNESCO, teknik, simbolisme, dan budaya terkait batik dianggap melekat dengan kebudayaan Indonesia. Bahkan, UNESCO menilai masyarakat Indonesia memaknai batik dari prosesi kelahiran sampai kematian. Batik juga menjadi refleksi akan keberagaman budaya di Indonesia, yang terlihat dari sejumlah motifnya. Meskipun dalam motifnya sendiri masih dipengaruhi berbagai simbol budaya negara lain.

Namun, di era yang serba modern seperti saat ini apakah kaum muda masih menganggap batik sebagai bagian dari identitas Indonesia dan tak menganggap batik adalah pakaian orang tua?

Mari kita sedikit telisik tentang stereotip apa yang muncul ketika seseorang menggunakan batik di tempat umum. Pasti sebagian orang akan menanyakan hal-hal menyebalkan seperti "Wih, rapi amat mau ke kondangan siapa nih?" atau "Ada angin apa kamu pakai batik? Inikan enggak formal" atau mungkin "Waduh pak rapi sekali, mau rapat paripurna di mana?" bahkan stereotip lain yang mendiskreditkan.

Omongan-omongan tidak sedap di atas akan terus bergema karena sebagian orang masih tak paham akan subtansi yang dibawa oleh batik itu sendiri. Menganggap batik hanyalah pakaian yang dipakai ketika menghadiri acara formal atau bahkan untuk ke resepsi pernikahan. Padahal ketika memakai batik tidak kalah elegannya dengan pakaian lain. Lantas mengapa batik masih dipandang sebelah mata oleh beberapa orang?

Jika diingat-ingat bahwa ketika masih sekolah dulu, kita diwajibkan memakai seragam batik khas sekolah kita sendiri setiap kamis. Saya kira tujuan sekolah hanya memberi variasi pada seragam yang kita pakai setiap harinya. Tapi, ternyata tujuannya yang sesungguhnya adalah membiasakan diri untuk menghargai karya negeri sendiri. Namun ketika memasuki dunia perkuliahan, apakah kebiasaan itu masih ada?

Mungkin sebagian ada yang sudah menerapkannya melalui kebijakan kampus masing-masing. Meskipun tak ada peraturan tertulis, harusnya sebagai mahasiswa memiliki kesadaran sendiri dan berusaha untuk mengajak rekan rekannya untuk menggunakannya di hari Kamis. Meskipun saya tidak tahu kenapa harus Kamis.

Tapi, sedikit ingin menambahkan bahwa sejatinya batik jangan melulu dikaitkan dengan hanya sebagai identitas Indonesia, sebagai gimmick atau publisitas citra yang baik. Namun juga sebagai bentuk perjuangan bangsa yang membebaskan diri dari kekangan untuk berekspresi. Selamat Hari Batik Nasional, jangan pernah malu untuk memakainya ya!

Ditulis oleh Faqih Hendrian mahasiswa Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya 2015.



Kolom Komentar

Share this article