Berita Kampus

Wajibkah PPG Bagi Sarjana Muda FKIP?

Ilustrasi: Calon guru menuju sertifikasi

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga pendidik se-Indonesia, Pemerintah Pusat mengeluarkan berbagai kebijakan.Salah satunya berupa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 yang mengharuskan guru profesional memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya Diploma IV atau S-1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan bersertifikat pendidik.

Adapun salah satu pola mendapatkan sertifikat pendidik dengan mengikuti sertifikasi guru berbentuk Pendidikan Profesi Guru (PPG). Kebijakan ini telah diterapkan di berbagai perguruan tinggi se-Indonesia, salah satunya di Unmul.

Awalnya, syarat bagi sarjana pendidik untuk mengajar harus memiliki Akta IV. Namun, sertifikat Akta IV untuk sarjana pendidik telah tidak diberlakukan sejak masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dan, digantikan dengan PPG sehingga sarjana pendidik yang ingin menjadi pengajar harus memiliki sertifikat PPG.

Begitu juga di Unmul, kebijakan PPG juga diberlakukan bagi seluruh mahasiswa FKIP sebagai syarat untuk menjadi guru setelah mendapat gelar sarjana. “Untuk menjadi guru yang PNS jalurnya SM3T (sarjana mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal) selama setahun. Setelah SM3T akan ada PPG pasca SM3T juga selama setahun,” ujar Hermansyah selaku Staff Administratif dan Pengelolaan Keuangan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPG FKIP Unmul.

Ketika dikonfirmasi terkait apakah wajib mengikuti PPG ini, ia mengatakan pihak kampus tidak mewajibkan para mahasiswa untuk mengikuti PPG. “Bukan diwajibkan, cuman kalau mau jadi guru wajib ikut. Artinya jika tidak mengikuti itu tidak bisa jadi guru PNS,” katanya.

Lebih detail, Hermansyah menyatakan pelaksanaan PPG ini dilaksanakan selama setahun namun bukan dalam bentuk perkuliahan. “PPG pasca SM3T dilaksanakan selama setahun. Kegiatannya berupa Workshop selama 6 bulan dan PPL (praktek  pengalaman lapangan) selama 4 bulan. Sisanya membuat laporan dan diasramakan,” tambahnya.

Maulana Husin, salah satu mahasiswa FKIP prodi Bahasa Inggris turut menanggapi perihal PPG tersebut. Menurutnya kebijakan ini malah justru memberatkan mahasiswa lulusan FKIP. “Ibarat kami sudah mendapatkan ilmu mengajar, masa mengambil lagi (profesi)? Lagipula, kualitas diri itu juga terganting dari diri sendiri,” tanggapnya.

Berbeda dengan Husin, Rendy Yusfa menuturkan bahwa PPG tersebut lebih baik diambil. “Sebaiknya itu diambil karena saat menjadi guru nanti mestidi ambil. So, selagi baru lulus mending ambil duluan,” tutur mahasiswa FKIP prodi Pendidikan Kewarganegaraan tersebut. (dan/snh/e2)



Kolom Komentar

Share this article