Berita Kampus

Tepis Sejumlah Gugatan, Freijae-Sukardi Mantap Duduki Kursi BEM FEB 2018

Praja Habib Pasangka, calon Wakil Ketua BEM FEB nomor urut 2 telah lapang dada menerima keputusan yang dibacakan pada agenda penetapan Ketua dan Wakil Ketua Umum terpilih BEM FEB 2018, petang (7/10) lalu. (Ilustrasi: Merdeka.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Praja Habib Pasangka, calon Wakil Ketua BEM FEB nomor urut 2 telah lapang dada menerima keputusan yang dibacakan pada agenda penetapan Ketua dan Wakil Ketua Umum terpilih BEM FEB 2018, petang (7/10) lalu. Ia duduk di baris paling depan berdampingan dengan Sukardi, calon Wakil Ketua BEM FEB nomor urut 1. Kala itu tak tampak batang hidung Suwondo, pasangan Praja berlaga dalam pertarungan Pemira FEB tahun ini. Kendati begitu, ia yakin Wondo pun mampu menerima. Mereka telah berkomitmen menang atau kalah akan tetap mengabdi di BEM FEB.

Sehari sebelum hari itu tiba, Praja bersama kolektif timses paslon 2 melayangkan gugatan yang dialamatkan ke paslon 1. Tindakan sama juga dilakukan kubu paslon 1 yang merasa dirugikan timses paslon 2. Panwas rupanya pun sudah menyiapkan gugatan untuk dua paslon. Rapat membahas berbagai gugatan ini dihelat tertutup pada Jumat (6/10).

“Kami melakukan gugatan ini untuk membawa harapan teman-teman semua, khusunya para pendukung kami yang berpikir bahwa pemimpin yang tepat itu kami. Mereka jelas kecewa, tapi jika hasilnya seperti ini, berarti mereka (Freijae-Sukardi) adalah yang terbaik menurut Tuhan,” tutur Praja.

"Kalau pun mau bekerasan ya, gimana, ini keputusannya sudah final. Kalau pun mau menempuh langkah-langkah ekstrim takutnya malah kita yang jelek di mata teman-teman,” imbuhnya.

Freijae Rakasiwi, Ketua BEM FEB terpilih pun menginginkan kehadiran Wondo dan Praja di BEM FEB nantinya. “Mereka adik saya. Kami akan ajak kembali bergabung di BEM. Perjalanan mereka masih panjang. Yang jelas ayo kita sama-sama perbaiki FEB ke depannya,” tukasnya.

Pertemuan Malam yang Panas dan Tertutup

Praja tak pernah menyangka Suwondo akan sebegitu marah dalam rapat membahas gugatan (6/10) malam itu, yang dinilainya wajar-wajar saja. Berupaya menjaga martabat, Praja memilih mengikuti rapat hingga usai meski ditinggal keluar Wondo yang sebelumnya sempat adu mulut dengan DPM FEB. Malam itu berjalan dengan nada-nada tinggi yang memantul di ruangan.

“Wondo mungkin tidak berpikir jernih, nada bicara Kak Luthfi meninggi dan itu wajar begitu pun Wondo. Saya kaget ketika dia meninggi, membentak, dan keluar. Untuk insiden yang sudah terjadi, ya, saya minta maaf ke teman-teman karena itu di luar kendali kita semua,” ucap Praja.

Hal itu dibenarkan Ketua DPM FEB Dwi Luthfi. “Memang panas. Aku sempat naik pitam kemarin karena yang dibawa itu aturan. Aku berusaha melokalisir gugatan apa pun. Mereka berdebat soal siapa yang paling dirugikan. Ini dinamika, jadi enggak perlu dimasukin ke hati. Pasangan calon terpilih akan dilantik 21 Oktober mendatang usai sidang umum.

Penolakan Sebelas Gugatan

Masa gugatan dimulai 4-5 Oktober itu tak ingin disia-siakan dua paslon, kendati baru disampaikan di ujung waktu. Gugatan tak hanya datang dari dua paslon, Panwas pun menyiapkan sejumlah gugatan untuk kedua paslon.

“Pasca penghitungan suara (3/10), masa gugatan besoknya sampai lusa, tapi mereka baru mengumpul hari terakhir sekitar pukul 5 sore. Hari pertama kosong seharian enggak ada yang datang. Malamnya kita rapat di DPM membedah gugatan dari 3 pihak, yakni Panwas, Paslon 1, dan 2. Berlanjut ke besoknya yakni rapat paripurna, rapat membahas gugatan bersama para paslon. Sorenya kami mengundang timses dan paslon ditengahi oleh BPPR,” papar Luthfi.

Dalam rapat penetapan, Luthfi pun memapar butir-butir gugatan yang diterima pihaknya sekaligus menepis gugatan tersebut, dengan alasan berdasar rapat paripurna penyelenggara Pemira FEB. Semua gugatan dinilainya tak layak dan mampu dipatahkan. “Ditolak semua karena tidak memiliki legal standing atau alasan yang kuat untuk dilakukan, pengurangan suara, penghapusan suara dan pembatalan pencalonan. Kami membedah dan kami objektif.”

Dari kubu Panwas menggugat empat tuntutan. Pertama, paslon 1 dinilai melakukan doktrin kepada para mahasiswa 2017 di salah satu grup WhatsApp, lalu salah satu akun media sosial dituding mem-posting hal yang memojokkan paslon 2 dan akun tersebut didukung mayoritas berisi pendukung paslon 1. Ketiga, Panwas mempermasalahkan dukungan Dekan FEB terhadap paslon 2, dengan adanya alat kampanye menunjukkan unsur keberpihakan. Terakhir, terkait penyebarluasan rilis paslon 1.

“Tuntutan pertama itu tidak dilakukan oleh Freijae dan Kardi maupun timses mereka. Perlu dipahami juga apa itu doktrin. Akun yang dimaksud di tuntutan kedua itu akun unmulaktivis  (di Instagram) dan itu bukan milik timses. Untuk gugatan ketiga dan keempat ini akan saya jelaskan di gugatan nomor 1 dan 2. Tapi yang dari Panwas semuanya tuntutan tidak bisa dianggap layak sebagai tuntutan,” papar Luthfi.

Kemudian, paslon 1 mengajukan dua gugatan. Pertama, adanya alat kampanye paslon 2 yang mengindikasikan keberpihakan Dekan FEB ke paslon 2. Menurut Luthfi, perkara ini memang tidak diatur dalam produk hukum Pemira, tetapi hanya menyoal etika, sehingga tidak ada sanksi yang dijatuhkan. Paslon 1 juga menggugat penggunaan twibbon khas paslon 2 pada 1 Oktober.

“Paslon 1 kurang paham tahapan. 1 Oktober itu waktunya pencabutan atribut, bukan sudah habis masa kampanye. Atribut yang dimaksud juga lebih ke fisik, bukan media sosial,” jelasnya.

Sementara itu, paslon 2 mengantarkan tiga butir gugatan ke meja DPM FEB. Pertama, paslon 1 ditengarai menggunakan fasilitas ibadah sebagai tempat berkampanye. Kedua, DPM FEB dituduh memihak ke paslon ditunjukkan dengan beberapa gambar tangkapan timses paslon 2 di beberapa media sosial. Sedang yang ketiga, paslon 2 menilai paslon 1 melakukan pencemaran nama baik dengan hal yang tidak benar tanpa melapor ke Panwas.

“Saya coba jelaskan, pertama itu bukan kampanye. Itu hanya foto yang diambil biasa. Kalau kampanye kan kita tahu gimana,” ujar Luthfi.

Perihal tudingan keberpihakan DPM FEB ke paslon 1 dibacakan Luthfi bermula dari salah satu anggota DPM bernama Anwar masuk grup kelas yang bukan kelasnya, lalu mengundang salah satu mahasiswa timses dan langsung berkampanye. Tak cukup sampai di situ, Anwar juga dituduh berpihak karena memberikan stiker jempol merespons postingan rilis paslon 1.

Dugaan keberpihakan juga menyasar Luthfi. Dirinya disebutkan berkali-kali menyukai dan membagikan postingan akun kampanye paslon 1, secara tidak langsung ia dinilai mencederai marwah yang mestinya dipegang teguh lembaga legislatif.

“Tidak ada sanksi untuk Anwar, dia hanya dapat teguran lisan saja. Itu juga di luar kapasitas Anwar sebagai anggota DPM. Untuk tuduhan ke saya, saya tekankan saya hanya like saja tidak share. Tidak ada aturan larangan menyukai media sosial paslon. Saya juga kena teguran lisan. Ini bukan keberpihakan karena secara nyata saya adil, saya berikan hak yang sama. Malu kalau cuma gara-gara begini aja diberhentikan dari DPM,” tukasnya.

Kemudian gugatan terakhir paslon 2, mengenai pencemaran nama baik dalam rilis tentang klarifikasi keberpihakan Dekan FEB. Rilis tersebut disebarluaskan timses paslon 1. Adapun kalimat yang digaris bawahi sebagai pencemaran adalah ‘Kami menyimpulkan kesalahan fatal paslon 2’ dalam rilis timses paslon 2.

“Kalau hanya menyebar klarifikasi atau rilis itu bukan kapasitas Panwas, mereka hanya mencari dan mengawasi kecurangan dalam Pemira. Rilis paslon 2 yang datang ke kami justru membenarkan paslon 1. Atribut yang ada foto dekan juga dicabut sendiri oleh paslon 2," ucap Luthfi.

Rapat tersebut berakhir ditandai ketukan palu sidang usai pembacaan Surat Keputusan BPPR tentang Penetapan Ketua dan Wakil Ketua Umum BEM FEB Unmul 2018 Nomor 22 tahun 2017. (iki/aml/jdj)



Kolom Komentar

Share this article