Berita Kampus

Tak Patah Arang, Aksi Cabut Omnibuslaw Masih Berlanjut

Aksi pencerdasan yang dilakukan aliansi mahasiswa di Kaltim.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Khusairi

SKETSA – Perjuangan belum usai, Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) kembali menyuarakan penolakannya atas Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Senin (19/10).

Adapun kegiatan ini terbagi atas tujuh titik aksi. Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) dan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Poltani) melakukan aksi di Samarinda Seberang. Bagi mahasiswa Unmul, aksi dilaksanakan di Simpang Empat Mal Lembuswana sementara mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) melakukan aksi di Simpang Empat flyover Air Hitam.

Dilanjutkan dengan mahasiswa Widya Gama yang melakukan aksi di depan kampus Widya Gama dan mahasiswa Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) di Tenggarong. Terakhir, mahasiswa Universitas 17 Agustus (Untag) akan melakukan aksi di depan kampusnya dan Aliansi Mahakam melangsungkan aksi propaganda di PT. Somalindo, Kalamur, Pergudangan, dan Mal. Seluruh aksi ini dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan.

Aksi pencerdasan ini dilakukan untuk mengedukasi masyarakat umum terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja dan permasalahan yang perlu diketahui secara luas. Dalam selebaran aksi yang mereka bagikan, mereka menyebut jika peraturan ini adalah sikap pemerintah yang berfokus untuk menciptakan kemudahan berusaha dengan mendorong peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Tetapi berpotensi untuk menggerus hak-hak masyarakat, terutama kaum buruh demi kepentingan iklim yang kondusif bagi investasi, kepentingan korporasi serta akumulasi para pemodal.

Upaya mendorong Omnibus Law cipta lapangan kerja tentu menjadi preseden buruk bagi negara atas Ketidakmampuan negara mengelola dengan baik sumber daya alam akhirnya membuat rakyat semakin tergerus, bunyinya.

Mereka mengangkat beberapa pasal yang dinilai akan merugikan buruh atau pekerja. Pertama, Pasal 88B, di mana tidak ada jaminan sistem besaran upah minimum. Kedua, penghapusan

Pasal 91 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berarti tidak ada sanksi kepada pengusaha yang memberi upah pekerja di bawah upah minimum. Ketiga, Pasal 59 UU Ketenagakerjaan yang mengalami perubahan di UU Cipta Kerja pada status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Dengan adanya pasal ini, dikhawatirkan jenis pekerja kontrak akan semakin menjamurnya. Terakhir, Pasal 77 dalam UU Cipta Kerja terkait batasan waktu kerja dikecualikan untuk sektor tertentu. Ini akan menimbulkan kecemasan akan adanya perbedaan batas waktu kerja bagi sektor tertentu dan kompensasinya akan merugikan pekerja di sektor-sektor tertentu.

Ditemui Sketsa, Kardiono Cipta Kanda selaku Jenderal Lapangan mengatakan jika aksi ini tetap menjadi satu rangkaian dengan aksi sebelumnya serta mengawal aksi selanjutya.

“Hari ini adalah aksi pencerdasan, karena aksi hari ini merupakan rangkaian aksi sebelum juga yang akan datang nantinya,” ungkapnya.

Orasi demi orasi pun silih berganti. Diiringi dengan nyanyian-nyanyian perjuangan yang diserukan mahasiswa. (kus/len/ann)



Kolom Komentar

Share this article