Berita Kampus

Sececah Cerita di Balik Selempang Cum Laude

Cerita dua mahasiswa peraih predikat cum laude

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Yaasiina/Sketsa

SKETSA Dari kerumunan seremonial wisuda gelombang pertama Unmul di tahun 2024, ada selempang kuning yang menyelak mata. Tak hanya warnanya yang mudah tertangkap, namun tulisan yang tertera melintang juga cukup mengundang kekaguman, yaitu predikat cum laude.

Selempang itu melingkar di tubuh setidaknya pada dua orang wisudawan dan wisudawati yang Sketsa ajak untuk membagikan pengalamannya. Keduanya sama-sama mendapatkan predikat cum laude sebagai hasil dari pencapaian akademiknya selama menjadi mahasiswa Unmul. Mereka adalah Muhammad Ricky Octama Roby dan Salsabila.

Prestasi yang Tak Terpikirkan

Terlihat jelas ada rasa bangga yang mewarnai kedua lulusan tersebut. Ricky, mahasiswa prodi S1 Ekonomi Manajemen yang lulus dalam kurun waktu 3 tahun 3 bulan itu menyebutkan, bahwa dirinya tidak pernah menargetkan predikat yang didapatkannya saat ini. Ricky hanya berusaha untuk bersungguh-sungguh dalam menapaki kehidupan kuliahnya hingga mencapai titik tersebut.

Pernah mendapatkan IPK yang tidak sesuai harapannya di semester pertama, juga membuat Ricky termotivasi untuk meraih nilai yang lebih memuaskan dari sebelumnya.

“Akhirnya di semester dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, saya mengejar ketertinggalan tersebut. Motivasi saya di semester awal, padahal saya dapat beasiswa tapi masuknya di gelombang dua karena IPK saya rendah, itulah yang menjadi motivasi saya adalah harus lebih baik saja.  Tidak berharap menjadi lulusan terbaik atau lainnya, saya nothing to lose aja. Yang penting bisa kuliah dan lulus tepat waktu saja,” tutur Ricky yang diwawancarai langsung di lokasi wisuda Unmul (2/3) saat itu.  

Di tengah-tengah proses akademik yang Ricky tekuni, ia juga tak ragu untuk mengambil kesempatan sebagai asisten dosen di tempatnya menimba ilmu. Sama seperti dalam perolehan IPK, menjadi asisten dosen juga bukanlah target yang ia keker sejak awal kuliah. 

“Lebih ke improvisasi sih sebenarnya, dari sekitar juga manajemen FEB persaingan cukup ketat, jadi kalo kita bersantai-santai, kita akan tertinggal dengan teman-teman yang lain,” jelasnya.


Tentu di balik prestasi yang dicapai Ricky, tak bisa ditampik mesti ada perjuangan yang harus dilakukan demi meraih puncak perolehan akademiknya selama ini. Mahasiswa angkatan tahun 2020 itu mengatakan bahwa waktu bersosialisasinya tidak seintens seperti saat SMA dahulu. Ricky juga merasa persoalan waktu memang menjadi hal yang paling terdampak dalam proses yang ia lalui tersebut. 

“Memang perkuliahan itu melelahkan, karena untuk saya mendapat gelar tersebut pula sempat mendapatkan tantangan yang cukup besar pula. Saya sempat turun berat badan 7 kilo karena mengejar target kuliah, tugas dan lain-lain.”

Waktu yang Dikorbankan

Sama cerita dengan Salsabila, mahasiswa yang juga lulus dengan predikat cum laude tersebut mengatakan, bahwa yang paling dikorbankan dalam titik pencapaiannya saat ini adalah waktu. Salsabila mesti mempertimbangan prioritasnya dalam mengatur waktu antara kehidupan akademik dan di luar akademiknya.

“Mungkin waktu kali ya. Waktu saya jalan sama teman-teman. Karena, kalau saya sendiri biasanya, kalau ada tugas atau laporan, saya selesaiin dulu. Terus tuh baru saya bisa bebas jalan-jalan tanpa khawatir. Itu sih. Paling waktu aja sih.”


Untuk menjajaki predikat yang dipegangnya saat ini, Salsabila mengakui pada awal perkuliahan ia cukup kesulitan dalam komunikasi dengan teman kelompok. Ketika mendapatkan tugas kelompok Salsabila sering mendapati dirinya mengalami miskomunikasi hingga ada sedikit perselisihan.

Namun, lambat laun dan seiring dengan bertambahnya semester yang ditempuh, mahasiswi angkatan 2019 itu mengakui hubungan pertemanan yang dilalui semakin membaik.

Dukungan di Balik Cum Laude

Namun, terlepas dari kesuksesan keduanya dalam meraih predikat cum laude, ada orang-orang yang mendukung mereka berdua hingga berada di titik tersebut.

Ricky, yang beruntung mendapatkan dosen pembimbing yang cukup berpengalaman dan tegas membuatnya terpacu untuk memahami teori yang ia teliti, hingga bisa lulus dalam waktu yang terhitung cepat.

Tak lupa ia menyebutkan dukungan dari orang tua juga mengantarkan hingga bisa menjadi wisudawan Unmul di gelombang pertama saat itu. Meski tidak pernah dituntut untuk lulus dengan cepat, Ricky tetap dengan kesungguhan hati berusaha menjalankan studi dengan cara terbaiknya.

“Dan mungkin yang paling utama tidak lupa pula dukungan dari orang tua dan pacar saya, yang hari ini juga wisuda. Saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan panitia Unmul,” ucap Ricky, bersemangat ketika diwawancarai langsung di GOR 27 September.

Kemudahan juga dirasakan oleh Salsabila. Prodi yang ia pilih sebagai tempat menekuni ilmu memberi keleluasaan dalam menyelesaikan gelar sarjananya. 

“Kalau saya, dosen-dosennya (Prodi Teknik Lingkungan) itu baik-baik. Trus juga kalau kasih nilai itu yang rasional. Bukan subjektif gitu. Yang misalnya dia sebel sama siswa lain, dia kasihnya (nilai) C, atau kasih (nilai) C ke satu kelas,” tutur Salsabila yang juga diwawancarai pada satu lokasi yang sama.

Orang tua Salsabila pun tak menaruh tekanan pada anak perempuannya itu. Rasa bangga menyelimuti perasaan orang tuanya ketika mengetahui Salsabila mendapatkan predikat cum laude. Salsabila pun kemudian berbagi rencana yang ia lakukan selanjutnya setelah kelulusannya tersebut. 

“Saya penginnya mau coba CPNS. Tapi, ada juga kepengin S2. Jadi masih cari-cari info juga sih. Mau S2 kemana, dan apa syaratnya,” Pungkasnya saat itu. (ali/ysn/tha/mar)



Kolom Komentar

Share this article