Revisi UU KPK, Dosen Unmul: Kami Menolak!
Sesi foto bersama setelah diskusi penolakan revisi UU KPK.
- 18 Sep 2019
- Komentar
- 1878 Kali
Sumber gambar: Dokumen Pribadi
SKETSA — Jumat (13/9) sore, suasana Aula Lantai 3 Gedung B Fakultas Hukum (FH) dipenuhi oleh beberapa mahasiswa dan dosen yang mayoritas mendukung penolakan revisi UU KPK. Mereka hadir dalam acara yang bertajuk Diskusi Publik dan Pernyataan Sikap: Dosen Unmul Menolak Revisi UU KPK, dimulai sekitar pukul 14.20 Wita.
Diskusi ini juga menghadirkan tiga pembicara sekaligus dari Koalisi Dosen Unmul Peduli KPK, di antaranya Guru Besar FISIP Aji Ratna Kusuma, akademisi FH Herdiansyah Hamzah, dan perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim Pradarma Rupang. Acara kemudian dibuka dengan sambutan oleh Dekan FH Mahendra Putra Kurnia, sekaligus membuka sesi pembahasan dan diskusi.
Setelah pemaparan sejarah awal terbentuknya KPK dan kinerjanya hingga kini oleh Ratna, dilanjutkan pemaparan oleh Castro—sapaan akrab Herdiansyah. Menurutnya, konsep dewan pengawas di KPK sangat dipertanyakan, sebab dinilai menghalangi kinerja KPK yang akan melaksanakan tugas tangkap tangan para koruptor.
Tambahnya, KPK adalah lembaga independen yang juga diawasi oleh badan yudisial, seharusnya DPR menguatkan sistem pengawasan dan bukannya membentuk dewan pengawas yang sejatinya adalah non struktural.
Castro juga mencurigai adanya ketidaksukaan dalam kerja KPK saat ini, hingga UU KPK harus dirombak dengan Undang-undangan yang dinilai melenceng dari kinerja KPK yang sebelumnya telah efektif. Ia juga menyayangkan perihal info 10 fraksi partai politik yang menyepakati RUU KPK.
Dilanjut oleh Rupang, ia menyebut kinerja DPR dalam RUU KPK ini dianggap sebagai gangguan, dan beberapa kinerja DPR RI dikecam. Dari sisi masyarakat, Rupang menjelaskan alasan Kaltim harus menjaga tradisi kerja KPK karena sebelumnya KPK berhasil meringkus kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) oleh tiga bupati dan satu gubernur di Kaltim.
Sejauh ini, Rupang menilai kinerja KPK sudah cukup efektif dalam mengurangi persentase korupsi di Indonesia. Walau KPK tidak memiliki anak cabang di daerah-daerah namun kinerja KPK sudah menjamah ke plosok daerah.
Selain penyampaian dari para pembicara, ada pula selebaran petisi berisi pernyataan sikap dari Koalisi Dosen Unmul Peduli KPK yang dibagikan kepada peserta diskusi. Tak hanya pernyataan sikap saja, di lembaran tersebut juga tercantum nama-nama 115 dosen di Unmul yang berasal dari beberapa fakultas yang mendukung penolakan RUU KPK. Selain itu, ada pula pengumpulan tanda tangan dengan tujuan mendukung penolakan RUU KPK di atas spanduk putih yang terbentang di bawah panggung.
Saat sesi diskusi dimulai, antusias peserta mulai membara. Terlihat dari salah satu peserta yang berasal dari kalangan dosen yang berorasi menyetujui penolakan RUU KPK yang secara nyata mengancam dan mematikan eksistensi KPK. Ada pula peserta yang menanyakan jalur yang ditempuh oleh masyarakat dalam menolak RUU KPK, serta mempertanyakan aksi nyata yang dilakukan Koalisi Dosen Unmul setelah berakhirnya agenda diskusi
Pergerakan Koalisi Dosen Unmul dalam Penolakan RUU KPK
Setelah diskusi berakhir, Castro menambahkan sedikit tanggapan kepada awak Sketsa, bahwa ia membentuk koalisi Dosen Unmul ini dilatarbelakangi gerakan dosen yang sudah terbentuk yakni koalisi dosen peduli KPK yang disi oleh berbagai dosen di perguruan tinggi Indonesia. Ia kemudian melebarkan wilayahnya hingga ke beberapa fakultas di Unmul.
“Sebenarnya kita sudah mencoba menyebarkan petisi, pertimbangannya kalau cuma sekedar petisi saja teman-teman lain masih sangat sedikit dukungannya, sementara kita butuh respon lain, karena itulah kita buat agenda ini yang berisi diskusi publik sekaligus statement terbuka,” ungkap Castro.
Castro juga mengharapkan dukungan ini tidak hanya dari kalangan dosen Unmul, tetapi juga dari kalangan mahasiswa, lembaga masyarakat, masyarakat sipil ataupun masyarakat umum. Castro juga menerangkan visi yang harus dicapai dari adanya koalisi ini, di antaranya dapat menyebarkan virus perlawanan atas RUU KPK, karena pada prinsipnya KPK adalah amanah reformasi yang harus dipertahankan dan juga memiliki dukungan yang besar dari publik terutama dari lembaga besar maupun kecil.
“Klimaksnya nanti kita berharap ada agenda bersama, semacam aksi bersama, yang secara prinsipnya menyatakan sikap untuk menolak RUU KPK,” tandasnya.
Sikap menolak ini dinilai Castro bukan semata-mata tidak menerima adanya RUU KPK atau anti terhadap perubahan, tetapi inginnya dilakukan revisi yang benar-benar menguatkan fungsi KPK. Realita di lapangan, revisi ini diusulkan oleh DPR dan tidak melibatkan KPK. Padahal yang paling paham mengenai kinerja dan kelemahan dalam KPK adalah KPK itu sendiri.
Sebenarnya bukan hanya dosen Unmul yang menolak revisi RUU KPK namun mahasiswa Unmul juga terlibat. Di saat acara telah selesai, mahasiswa FH dengan dorongan dari beberapa dosen berencana akan membuat koalisi yang sama di kalangan mahasiswa. Harapannya seperti mengutip kembali dari ucapan Rupang, bahwa kita tidak cukup diskusi berada di dalam aula saja namun kita harus aksi turun ke jalan dan orasi di depan kantor-kantor pemerintahan. Begitupun dengan Castro yang mana sempat mengirimkan sebuah pesan singkat yang didapatkan Sketsa dari salah satu grup aktivis dengan isi untuk mendorong mahasiswa agar kiranya tidak duduk diam saja di kampus, namun keluar kampus dan melakukan aksi turun ke jalan.
Castro juga berharap agar nantinya capaian dari adanya diskusi tersebut akan membawa kesimpulan yang satu, yakni satu suara turun ke jalan. Karena mengingat diskusi ini bukan hanya dilaksanakan di Unmul saja namun juga di berbagai kampus di Indonesia dengan inisiator dosen-dosen yang tergabung dalam lingkup Dosen Peduli KPK.
Dengan adanya RUU KPK adalah sebuah bentuk keinginan kecacatan KPK itu sendiri. Padahal, KPK sangat berperan penting dalam menjaga kestabilan Negara karena KPK yang akan memberantas para koruptor Indonesia yang kehadirannya sebagai parasit yang sedikit-demi sedikit menghancurkan tubuh Indonesia. (cin/aul/wil)