Permen PPKS Terbit, Unmul Siap Tuntaskan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus
Terbitnya Permen PPKS untuk diimplementasikan pada lingkungan kampus.
- 05 Nov 2021
- Komentar
- 1736 Kali
Sumber Gambar: Istimewa
SKETSA – Kasus kekerasan seksual di lingkungan akademik Unmul bukan sekadar rumor belaka. Beberapa kali, Sketsa mendapatkan laporan serta mendengarkan cerita-cerita langsung dari mereka yang menjadi korban. Sebut saja teror eksibisionis yang sempat terjadi pada Februari 2016 dan Oktober 2019 silam (baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/meresahkan-oknum-eksibisionis-kembali-beraksi-di-unmul/baca).
Pada 2018 lalu, kami juga menerbitkan Majalah PDF bertajuk “Perempuan Berlawan Kepada Kampus dan Negara.” Dalam salah satu laporan utama, Sketsa mengungkapkan perlakuan-perlakuan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen. Menyedihkan, kasus ini tak hanya terjadi di satu fakultas. Sebut saja Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) serta Fakultas Farmasi (FF).
Mengingat kejadian-kejadian di atas, maka Peraturan Mendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi (Permen PPKS) seharusnya dapat memberikan perlindungan dan rasa aman bagi para penyintas. Sebab acapkali rasa trauma, bingung serta ketakutan menjadi momok tersendiri bagi mereka ketika ingin melaporkan kejadian. Entah karena tak ada pihak yang dapat dipercaya, atau bahkan lingkungan sekitar kampus yang menormalisasi kejadian itu.
Mirisnya, kata-kata seperti “Banyak juga kok, yang digituin,” atau “Mau ngelapor juga gimana, ke siapa? Nanti juga khawatirnya kamu bermasalah sama bapaknya,” membuat korban akhirnya kesulitan bersuara dan berakhir bungkam. Terutama karena oknum-oknum dosen tersebut memiliki andil dan kuasa dalam kegiatan akademik para korban.
Perspektif Unmul dengan Kehadiran Permen PPKS
Encik Akhmad Syaifudin, Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni mengungkap jika ia bersyukur sebab pedoman untuk menyusun kebijakan dan pengambilan tindakan pencegahan serta penanganan kekerasan seksual telah diterbitkan. Ini kemudian dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kebutuhan lingkup kampus Unmul.
Ketika ditanya mengenai bentuk implementasi ideal dari pencegahan kekerasan seksual oleh perguruan tinggi (PT), Encik mengatakan bahwa seharusnya tersedia buku pedoman di lingkup PT yang dapat dibaca dan dipelajari semua pihak. Baginya, civitas academica harus memiliki pemahaman yang sama mengenai kekerasan seksual untuk mampu membela diri ketika ada percobaan tindak kekerasan tersebut.
Hal ini juga berkaitan dengan pengadaan Satuan Tugas (Satgas) yang fokus dalam memegang permasalahan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Sebagai amanat dari Permen PPKS ini, dirinya menegaskan bahwa Unmul perlu membentuk Satgas PPKS di tingkat universitas dan menindaklanjutinya dengan perpanjangan ke tingkat fakultas.
“Sebaiknya, setiap fakultas juga dapat memfasilitasi diskusi-diskusi kreatif pada mahasiswa untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dengan bimbingan tenaga ahli,” tutur Encik pada Selasa (2/11).
Terkait kasus-kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi di Unmul, dirinya mengaku bahwa hal tersebut tak pernah diungkapkan sampai kepada pimpinan PT secara tertulis. Sebab kemungkinan akan dianggap tabu atau sensitif.
“Kasus sebagaimana yang ditulis di Sketsa dengan korban mahasiswi akibat diberi perlakuan tidak senonoh oleh orang yang tidak dikenal tersebut terkesan terjadi sangat cepat. Meskipun berulang dengan korban yang berbeda-beda dan pihak keamanan internal belum mampu mengidentifikasi pelaku,” ungkapnya.
Untuk menyikapi perihal di atas, ia memaparkan dua poin penting. Pertama, mengoordinasikan keamanan internal untuk senantiasa siaga terhadap kemungkinan adanya kejadian kekerasan seksual yang berulang. Tak luput untuk mengidentifikasi pelaku melalui informasi dari berbagai pihak yang pernah menjadi korban.
Kedua, untuk jangka panjang, akan dibentuk tim terpadu sesuai arahan rektor serta berpatokan dengan aturan yang ada di Permen PPKS. Baik untuk menangani pencegahan, juga pemulihan yang memperhatikan aspek psikologis.
“Besar harapan kami, agar kampus Unmul bersih dari tindak kekerasan seksual. Artinya, kami tidak berharap ada kejadian lainnya yang menyusul lalu menimbulkan korban. Jika terjadi lagi, bagi korban agar menyampaikan pengaduan disertai bukti kepada pihak yang berwenang (manajemen fakultas, baik di lingkup prodi/jurusan dan jajaran dekanat maupun rektorat),” pungkas Encik.
Ikzan Nopardi, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Unmul menyatakan bahwa Permen PPKS merupakan kemenangan bagi korban kekerasan seksual di lingkungan akademik kampus. Secara tak langsung, ada itikad baik dari pemerintah untuk mengentaskan permasalahan yang meresahkan tersebut.
“Ini menjadi langkah awal atau upaya-upaya yang dilakukan kampus dan civitas academica dalam melakukan upaya preventif, upaya rehabilitatif dan juga tindakan hukum. Baik terhadap korban maupun pelaku,” ucapnya kepada Sketsa, Kamis (4/11).
Mahasiswa sebagai bagian dari elemen pencegahan, menurutnya memang perlu membatasi pertemuan secara individu dengan pendidik atau tenaga kependidikan. Utamanya lebih awas ketika melakukan kegiatan di luar maupun di jam operasional kampus.
“Sebenarnya, bukan tentang dengan siapa kita bertemu di jam operasional kampus atau tidak. Tetapi, bagaimana aturan ini lebih mengakomodir serta mengawasi dan mensosialisasi kampus yang bebas kekerasan seksual. Seluruh civitas academica perlu mendapatkan proses sosialisasi yang masif, terutama pada tiap tingkatan yang ada di universitas,” terangnya.
Seperti yang sudah diketahui, BEM FISIP sempat membawa tuntutan pengadaan layanan konseling kesehatan mental kepada birokrat. Bagi Ikzan, ini penting untuk segera terealisasikan. Sebab, konseling kesehatan mental merupakan layanan vital yang dibutuhkan untuk kondisi psikologis korban kala mengalami kekerasan seksual.
“Kemudian, korban dapat memulihkan kondisi psikologis atau traumanya untuk bisa tetap beraktivitas seperti biasa. Proses pemulihan biasanya langsung didampingi oleh profesional atau psikolog,” sebut Ikzan.
Dirinya memandang, kampus harus membangun dan menciptakan situasi yang nyaman, menyenangkan dan saling menghormati satu sama lain untuk bebas dari permasalahan kekerasan seksual. Unmul perlu memiliki prinsip yang tegas ketika berkaitan dengan hal tersebut. Adapun kajian-kajian tentang kekerasan seksual dalam undang-undang harus tetap dikawal.
Ia berharap, birokrat kampus dapat segera menindaklanjuti Permen PPKS dalam waktu dekat. Mengingat pelaksanaan kuliah tatap muka telah dimulai kembali, maka sosialisasi seharusnya dapat dilakukan segera mungkin untuk seluruh prodi di Unmul.
“Kami mengharapkan implementasi Permen PPKS ini sesuai dengan apa yang tertuang di dalamnya. Berbicara bagaimana hak-hak korban, juga tindakan sekaligus sanksi yang diberikan untuk pelaku. Civitas academica perlu mendukung hadirnya Permen PPKS ini di Unmul, dengan tujuan agar mahasiswa semakin aware dengan isu kekerasan seksual yang sering terjadi akhir-akhir ini,” tutupnya. (len/ahn/fzn)