Berita Kampus

Perayaan Milad Plankthos Melalui Peringatan Hari Bumi

Kegiatan penanaman 1000 bibit pohon mangrove.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: Julian Cosin

SKETSA - Memperingati Hari Bumi Sedunia yang jatuh pada 22 April lalu, Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Plankthos Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) mengadakan kegiatan penanaman 1000 bibit pohon mangrove. Penanaman tersebut merupakan bentuk perayaan milad Mapala Plankthos yang ke-14. Kegiatan tersebut berlangsung pada 13 - 14 April 2019 di Pulau Pangempang, Muara Badak.

Muara Badak dipilih sebagai lokasi penanaman bibit pohon mangrove. Hal ini dipilih lantaran Mapala Plankthos berfokus di daerah pesisir. Kegiatan ini tidak hanya diikuti oleh Mapala Plankthos, tetapi juga dari UKM dan HIMA FPIK, komunitas Pecinta Alam Bumi Kalimantan Timur, siswa/siswi SMA di Muara Badak, warga setempat, TNI-AL, kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas), dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) turut serta dalam kegiatan penanaman bibit pohon mangrove.

Untuk melakukan kegiatan ini, ada serentetan izin yang perlu dipenuhi. Mulai dari fakultas, rektorat, hingga daerah setempat.

"Kita izinnya ke kecamatan, RT, Panwas, Polisi, TNI-AL juga,” ujar Muhammad Hafiz Ketua Mapala Plankthos.

Dalam proses penanaman bibit tidak terlalu rumit. "Kami perlu menyiapkan bibitnya, ada dua jenis ini, propagul dan polybag," ujarnya.

Jenis propagul adalah bibit dari buah mangrove yang jatuh kemudian langsung ditanam. Sedangkan jenis polybag merupakan hasil persemaian. Setelah itu mempersiapkab turus atau tiang untuk membantu mangrove agar dia tetap berdiri, dan tidak cepat hanyut terbawa ombak.

Tentu saja setelah bibit pohon mangrove ditanam tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Akan tetapi, tetap harus di pantau setiap dua minggu sekali. Hal ini dilakukan untuk merawat ulang sehingga bibit pohon mangrove dapat tumbuh dengan baik. Selain dari Mapala Plankthos, warga setempat, siswa/siswi SMA Muara Badak, dan TNI-AL juga nantinya turut memantau perkembangan mangrove.

Meski begitu, bukan berarti kegiatan berjalan tanpa kendala. Mereka mendapatkan kendala di lapangan berupa kesalahan dalam membaca kondisi alam. “Jadi, yang harusnya kita tanam menggunakan air sorong ternyata pas kita di lapangan itu airnya konda”, ujar Adi Siswanto selaku ketua pelaksana. Hafidz juga menambahkan bahwa perlu adanya persiapan pendanaan, agenda acara, dan persiapan teknis. (hlm/vny/adl)






Kolom Komentar

Share this article