Pengintegrasian FKTI Tak Sesuai Kesepakatan, Mahasiswa Gelar Aksi Protes
Mahasiswa menggelar aksi pada Rabu (26/2) atas pengintegrasian FKTI yang tak sesuai kesepakatan
- 28 Feb 2020
- Komentar
- 2554 Kali
Sumber: Istimewa
SKETSA – Prahara pengindukan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (FKTI) kian memanas. Setelah sempat melalui berbagai tahapan seperti audiensi dan rapat pada 21 Februari lalu, Peraturan Rektor (PR) Universitas Mulawarman Nomor 01 Tahun 2020 resmi dikeluarkan. Peraturan yang dikeluarkan akhir Januari lalu ini memuat pengintegrasian FKTI ke Fakultas Teknik (FT).
Pengindukan yang termuat dalam peraturan tersebut sontak memicu kemarahan dari mahasiswa FKTI. Rabu (26/2) kemarin gedung rektorat ramai-ramai dipadati oleh mahasiswa dari berbagai kalangan. Mulai dari BEM FKTI hingga mahasiswa yang tergabung ke lembaga seperti himpunan di FKTI. Semuanya seragam mengecam tindakan Rektor Unmul yakni Masjaya yang diangap tidak menyayangi FKTI dengan menyatukannya ke fakultas lain.
Aksi yang dimulai pukul 09.00 Wita itu dimulai dengan pembacaan sejumlah tuntutan oleh Ketua BEM FKTI 2020, Joji Kuswanto. Dalam orasinya, Joji menyayangkan sikap Masjaya yang dianggap tidak konsisten dalam pengindukan sementara FKTI.
“Maka sangat lucu ketika kata sementara yang lama diperdebatkan, malah tidak tercantum dalam integrasi peraturan rektor!” kecam Joji di hadapan peserta aksi.
Selain itu, Joji bersama segenap mahasiswa FKTI menuntut rektorat untuk segera membentuk tim pembentukan fakultas, dibuktikan dengan Surat Keputusan (SK). Selain itu, dua tuntutan lain juga menyoal tidak diberikannya kepastian fasilitas perkuliahan di FKTI hingga mendesak agar PR yang terbaru segera direvisi.
Aksi ini disaksikan oleh sejumlah pegawai rektorat, termasuk Wakil Rektor III Bidang Alumni dan Kemahasiswaan, Encik Akhmad Syaifudin. Mewakili Masjaya yang kala itu tidak berada di tempat, ia turut menyampaikan beberapa penjelasan terkait PR yang dipersoalkan.
Poin pertama, dijelaskan Encik ialah usul pembentukan fakultas yang diajukan Unmul belum disetujui. Ia menekankan bahwa diksi belum disetujui berarti rektor masih bisa mengajukan proposal pengajuan pembentukan FKTI kembali, entah besok, lusa, atau bisa saja bulan depan.
“Tolong dibedakan antara belum disetujui dengan tidak disetujui, anak-anakku sekalian,” pinta Encik sembari membacakan poin tersebut.
Poin kedua, yakni program studi pada calon FKTI nantinya, agar segera diintegrasikan. “Fokus pada calon, artinya ini akan terjadi. Kalau belum disetujui berarti boleh diajukan, dan kalau ada kata calon, berarti siap-siap untuk menjadi yang sebenarnya,” ujarnya.
Membalas perkataan Joji dan tuntutan mahasiswa di hadapannya, Encik berujar bahwa rektor dan segenap pejabat lain termasuk dekan sangat serius dalam memperjuangkan FKTI. Encik mengangap salah satu langkah ini sebagai keseriusan rektor dalam menyediakan sarana dan prasarana demi terbangunnya FKTI.
“FKTI ini mulai dari FIKOM tidak pernah didiamkan, salah satunya rektor memasukkan ini menjadi skema pembuatan gedung ke proyek IsDB. Proyek ini belum diserahkan, bahkan furniturnya saja belum ada. Inilah yang dinamakan proses,” tandasnya.
Menjawab tuntutan berikutnya yakni pembentukan tim, Encik mengatakan bahwa usulan pembentukan ini harusnya datang dari civitas academica. Untuk itu menurutnya, hal ini lebih cocok jika dibuatkan permohonan tertulis yang berisikan pembentukan tim maupun revisi peraturan.
Lebih lanjut, Encik menekankan bahwa pengindukan atau pengintegrasian ini bertujuan agar mahasiswa FKTI bisa terselamatkan. Hal ini dianggap Encik sebagai formalisasi administrasi, sehingga jangan sampai tidak ada pengakuan yang seharusnya didapat. “Bagaimana jika seseorang lulus tanpa adanya ijazah yang ditandatangani oleh dekan?” katanya.
Di ujung penyampaiannya, Encik menekankan kembali bahwa diturunkannya PR ini bukan untuk membohongi publik seperti yang dikatakan mahasiswa. Encik menampik, justru akan menyelamatkan mahasiswa secara formal dan administratif.
Selain itu, ia kembali menyarankan agar dibuatkan proposal yang memuat pembentukan tim ataupun kata sementara yang diperdebatkan agar bisa dipelajari kembali.
“Jangan karena peraturan ini dikeluarkan lalu kita berhenti berjuang. Unmul menganggap fakultasnya tetap ada 14, bukan 13. Jadi jangan sampai berpikiran bahwa ini sudah selesai,” tutup Encik mengakhiri jawabannya terkait tuntutan mahasiswa.
Namun, apa yang disampaikan Encik tidak membuat peserta aksi puas, karena dinilai tidak memberikan jawaban sesuai tuntutan. Joji kemudian kembali menegaskan tujuan mereka hadir dan menggelar aksi di depan rektorat. Yakni mempertanyakan kejelasan FKTI setelah diintegrasikan ke FT, apakah akan bisa berdiri menjadi fakultas dengan payung hukum yang jelas.
“Kami berbicara peluang di sini, peluang FKTI berdiri kembali sebagai sebuah fakultas. Ketika tidak ada payung hukum yang mengatur FKTI untuk kembali berdiri, siapa yang bisa menjamin? Apakah bapak rektor akan menjabat selama delapan periode? Tidak!” jelas Joji.
Payung hukum yang jelas dikatakan Joji sangatlah penting untuk memberi asa pada mahasiswa FKTI. Dia kemudian memperjelas apa yang menjadi tuntutan mahaiswa pagi itu, yakni hasil rapat tertanggal 6 Januari 2020.
Saat itu, melalui usulan rapat dosen dengan birokrat memuat kata ‘pengindukan sementara’. Namun, kata tersebut tidak ditemukan dalam PR yang telah terbit, padahal menurut Joji hal ini sudah disepakati dalam rapat.
Kemudian, perihal tidak adanya tim persiapan pembentukan fakultas, sangat disayangkan Joji. Karena ini akan semakin memperkecil peluang FKTI untuk bisa berdiri kembali nantinya. Terlebih hal ini juga tidak termuat dalam isi PR Pengitegrasian FKTI ke FT.
“Ini kewajiban, ini kewajiban! Simpel yang kita minta, hal ini (jika) tidak dituruti maka rektor hari ini tidak ingin untuk FKTI berdiri kembali. Betul teman-teman?” tutup Joji.
“Betul!” balas peserta aksi.
Karena merasa sia-sia tidak bisa bertemu dengan Masjaya, peserta aksi yang dipimpin Heryandy Pratama bergerak menuju persimpangan gerbang masuk rektorat. Dengan membentangkan spanduk yang berisi tuntutan, mahasiswa juga membakar ban sambil diisi dengan penyampaian orasi dari beberapa mahasiswa. (sut/ana/wil/len)