Pengalaman Mahasiswa Unmul dalam Program ADik Kemdikbud
Unmul terima empat mahasiswa dalam Program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) 2021.
- 10 Dec 2021
- Komentar
- 1879 Kali
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
SKETSA – Empat mahasiswa dinyatakan lolos dalam Program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) 2021 di Unmul, Maret lalu. Program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI ini menjadi kesempatan yang sangat bermakna untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi (PT) bagi mahasiswa yang berasal dari daerah berstatus terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) dan anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Didanai oleh pemerintah, program ini memberikan kesempatan belajar kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan dan keterjangkauan akses pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi. Terkhusus pendaftar dari Provinsi Papua dan Papua Barat, perguruan tinggi yang dapat dipilih ialah perguruan tinggi yang berlokasi di luar Provinsi Papua dan Papua Barat. Unmul menjadi salah satu PTN penerima peserta ADik.
Rachel Rumbiak, mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan, FEB Unmul yang berasal dari Biak, Provinsi Papua, diwawancarai awak Sketsa pada Kamis (1/12) lalu. Rachel menyampaikan bahwa dirinya mendapatkan informasi terkait Program ADik melalui ajakan teman dan langsung dari Dinas Pendidikan.
Baginya Program ADik ini sangat bagus karena bertujuan membantu pelajar Indonesia melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi meskipun berasal dari keluarga dengan perekonomian yang terbatas.
Selama proses persiapan, dirinya tidak mengalami kesulitan. Hal yang perlu dipersiapkan adalah nilai rapor semester 1 hingga semester 5, nilai 6 mata pelajaran sesuai jurusan, dan akta kelahiran. “Berapa lama waktunya seingat saya intinya tidak memakan waktu yang berminggu-minggu atau bulan-bulan," tutur Rachel.
Alvian George, mahasiswa Prodi Teknik Pertambangan FT, yang berasal dari Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat juga diwawancarai awak Sketsa, Jumat (3/12).
Berbeda dengan Rachel, Alvian menerima informasi dari sosialisasi yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan di kota asalnya.
Berbeda dengan pendaftaran PTN jalur SBMPTN, Program ADik dalam proses seleksinya hanya membutuhkan nilai rapor dari peserta. Selain nilai rapor, prestasi selama masa sekolah juga menjadi bahan pertimbangan kelulusan.
“Tahun ini persiapan agak enak, karena hanya butuh nilai rapor. Beda kalau SBM kan harus tes tertulis. Kalau Program ADik cukup menyiapkan berkas”, pungkasnya.
Adapun keuntungan yang diperoleh mahasiswa Program ADik yaitu biaya transportasi dari daerah asal ke universitas, biaya kuliah, dan bantuan biaya hidup yang diterima setiap bulannya didapat guna mengurangi beban orang tua.
Program ini dirancang sama seperti Beasiswa KIP Kuliah. Namun, perbedaannya dikhususkan bagi pelajar yang berasal dari daerah 3T. Alvian menambahkan, bahwa pemerintah menanggung biaya keseluruhan hanya 8 semester (empat tahun). Itu berarti apabila ada mahasiswa yang hingga semester 8 belum lulus, maka pemerintah tidak menanggung biaya semester berikutnya.
“Sejauh ini belum ada yang bisa saya kritik atau saya beri saran, karena saya juga masuk ini belum tau juga ke depannya bagaimana. Tapi soal biaya hidup suka terlambat, jadi harus diperhatikan lagi biaya hidup, karena biaya hidup penting sekali. Saya sekarang baru berangkat ke Samarinda, belum dapat uang saku (biaya hidup). Jadi biaya hidupnya masih terlambat. Tapi ini terjadi pada mahasiswa yang dari provinsi Papua Barat saja, kalau yang dari Papua sudah,“ tutupnya. (eng/jla/ lyn/khn)