Pemira Batal Terlaksana, Tiga Hima Prodi Isi Struktur BEM FIB
Batalnya pesta demokrasi FIB Unmul.
- 25 Mar 2021
- Komentar
- 1823 Kali
Sumber Gambar: Instagram @dpmfibunmul
SKETSA – Lama tak terdengar, pesta demokrasi di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unmul akhirnya dihentikan setelah melalui perpanjangan pendaftaran. Dilansir dari Instagram @dpmfibunmul, tahapan Pemira FIB dimulai dari sosialisasi dan pendaftaran pasangan calon pada 16 Februari-13 Maret hingga Kongres FIB Unmul yang dilaksanakan pada Sabtu (20/3) lalu. Hasilnya, Pemira dibatalkan dan struktur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB akan diisi oleh Himpunan Mahasiswa (Hima) ketiga program studi yakni Sastra Indonesia, Sastra Inggris, dan Etnomusikologi.
Mengenai hal ini, Sketsa menghubungi Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FIB periode 2021, Shafa T. Nahlan untuk mengonfirmasi hasil kongres tersebut. Ia menuturkan jika pembatalan ini dilakukan karena nihilnya pendaftar. Nahlan menyebut, Badan Penyelenggara Pemira Raya (BPPR) memperpanjang masa pendaftaran setelah mengadakan konsolidasi dengan lembaga yang ada di FIB, dengan harapan adanya mahasiswa yang tergerak mencalonkan diri.
“Saya kira ini yang paling ideal karena sudah diputuskan secara mufakat di forum. Memaksa untuk melanjutkan Pemira pun hanya membuang-buang waktu karena Hima-hima tidak menyiapkan paslon sejak awal, dan birokrat secepatnya akan mengetahui hasil keputusan keluarga mahasiswa FIB ini,” tuturnya, Rabu (24/2).
Selain itu, ia menjelaskan jika DPM sendiri telah beberapa kali melakukan sosialisasi kepada Hima. “Memang sempat ada bakal paslon dari salah satu Hima dan BEM. Tapi akhirnya, mereka mengurungkan karena tidak memenuhi persyaratan administrasi. Pertimbangan Ketua DPM (yang lalu) mengundur Pemira dan kongres sampai bulan ini juga salah satunya karena itu,” papar Nahlan.
Sesuai unggahan hasil amandemen Pedoman Kerja BEM FIB, struktur BEM dalam periode ini dibentuk sebagai formalitas SK. Di mana dalam kerja-kerja BEM, kedudukan tiga hima prodi sejajar dalam perjalanannya. Karena itu, ia berharap agar mahasiswa FIB dapat berbesar hati menerima dan menyokong perubahan kondisi BEM FIB tahun ini.
“Ke depannya, kami selaku DPM juga akan bekerja lebih ekstra untuk melakukan pengawasan, sembari menekankan lembaga dalam KM FIB supaya mampu membentuk kader-kader yang dapat disiapkan untuk regenerasi.”
Keputusan ini tentunya mengundang beragam tanggapan dari mahasiswa, terutama karena pelaksanaan Pemira merupakan ruang demokrasi bersama bagi warga kampus FIB. Ihsanul Amiin, mahasiswa Sastra Inggris 2017 ini menyampaikan pendapatnya. Baginya, keadaan ini pastinya dipengaruhi oleh pandemi dan partisipasi mahasiswa yang memang pasif. Namun, ini tidak terlepas dari lemahnya penjagaan kader oleh organisasi yang ada di FIB.
“Nah ini juga membuat sulit ruang demokrasi yang ingin dibuka oleh pihak panitia Pemira. Karena memang bisa dibilang kondisi di FIB ini lebih banyak mahasiswa yang pasif daripada mahasiswa yang aktif. Makanya ketika ada pembukaan Open Recruitment Pemira, partisipasinya berkurang,” ujarnya kepada Sketsa, Kamis (25/3).
Ihsan menambahkan, peranan BEM FIB begitu penting, sebab mereka merupakan wadah pengembangan kader agar termotivasi untuk maju dalam Pemira. Perlu adanya sosok-sosok pemimpin yang bisa merangkul mahasiswa. Selain itu, sosialisasi yang diadakan oleh DPM FIB menurutnya kurang maksimal karena bersifat daring dan dilakukan saat pandemi. Lantas, terkait keputusan yang diambil mengenai pengambilalihan struktur BEM oleh Hima dinilai kurang tepat.
“Seharusnya, DPM FIB yang mengambil alih ranah kerja dari BEM FIB. Kalau melihat impact-nya ke depan, akan sangat sulit untuk teman-teman Hima dalam mengelola BEM FIB. Di satu sisi, teman-teman Hima juga kekurangan kader-kadernya tetapi di sisi lain harus mempersiapkan kader-kader selanjutnya pada kepengurusan BEM FIB,” jelasnya.
Tidak jauh berbeda dari Ihsan, Khittah Muslimah, mahasiswi Sastra Indonesia 2020 ini mengungkapkan jika keputusan pembatalan Pemira secara tidak langsung menutup pengembangan kemampuan mahasiswa dalam berorganisasi di lingkungan kampus. Tetapi ia optimis jika hal seperti ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari.
“Pembatalan Pemira FIB ini cukup disayangkan bagi saya sendiri dan tentunya teman-teman yang ingin melakukan pengembangan diri. Namun, kita tidak bisa serta merta memblokade satu pihak keputusan tersebut. Karena pastinya memiliki alasan yang jelas akan hal itu. Saya juga yakin, ke depannya kejadian ini tidak akan terjadi kembali di lingkungan kampus Ilmu Budaya,” jawab Khittah, Kamis (25/3).
Andi Rina Andriana, mahasiswa Sastra Indonesia 2019 juga memberikan tanggapannya. Dari dirinya sendiri, keputusan ini dinilai telah tepat karena sudah melalui hasil kesepakatan bersama.
“Mengingat kongres ini kan sifatnya terbuka. Jadi apapun yang diputuskan di kongres adalah kesepakatan bersama. Sehingga sejauh dilaksanakannya kongres, saran yang terbaik adalah keputusan yang sudah diambil saat ini,” pungkasnya, Kamis (25/3). (len/rst)