Berita Kampus

Nasib Petani di Bawah Payung Hukum Negara Agraris

Ilustrasi (Sumber: jitunews.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Indonesia yang dijuluki sebagai negara agraris ternyata menyimpan potret tragis bagi para petani. Kesejahteraan hidup mereka hingga kini masih banyak yang belum mendapatkan kelayakan. Kontras, peran dan upaya mereka dalam memenuhi kebutuhan masyarakat melalui hasil pangan, sedang mereka harus berpikir keras demi dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Masih jelas ingatan tentang sembilan petani perempuan yang melakukan aksi cor kaki sebagai wujud protes pada 2016 lalu. Mereka tidak menerima adanya pembangunan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah. Tak berhenti sampai di situ, aksi kedua kembali dilakukan setahun berikutnya. Mula-mula aksi ini diikuti oleh sepuluh orang yang kemudian jumlahnya terus bertambah. Mirisnya, aksi ini bahkan sampai merenggut nyawa salah satu petani.

Pembangunan pabrik semen ini dinilai merugikan masyarakat di sekitar pegunungan Kendeng. Mereka menyatakan, Pegunungan Kendeng adalah lumbung pangan milik bersama dan menjadi sumber mata air. "Adanya galian-galian pabrik semen, membuat banyak daerah kekeringan. Kalau pabrik semen terus ada, kami tidak bisa berbuat apa-apa, lalu kami makan dari mana?” ujar Deni Yuliantini, salah satu petani dari Grobogan seperti dilansir dari laman bbc.com.

Keprihatinan ini turut dirasakan berbagai pihak. Menyikapi hal ini, Rusdiansyah Dekan Fakultas Pertanian (Faperta) Unmul mengatakan adanya kebijakan yang kurang tepat bagi para petani.

"Bagaimanapun, lahan perlu dilindungi selama kita masih perlu makan. Hal yang sama terjadi di tempat kita. Lahan kita semena-mena dirusak oleh pertambangan," ujarnya.

Aktivitas pasca tambang dan produksi semen dapat mengakibatkan terjadinya pengupasan lahan, penutupan lahan, serta berkurangnya daerah resapan. Hal ini berimbas pada sektor pertanian yang tidak dapat terlepas dari penggunaan air.

"Semakin berkurang daerahnya, maka akan mengurangi debit air dalam tanah. Polusi, debu, bisa berdampak pada iklim mikro. Bagi petani ini sangat berpengaruh pada produktivitas, karena dapat menyebabkan serangan hama yang meningkat," terangnya.

Perlindungan terhadap masyarakat kecil khususnya para petani dianggapnya masih belum ada. Jika ada, keberpihakan terhadap mereka dianggap masih lemah. Hal ini kembali pada kepemilikan modal. Siapa yang kaya, dia yang berkuasa. Akibatnya, regulasi perlindungan lahan untuk petani tidak maksimal.

Ia menilai, adanya perbedaan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah memandang fenomena ini dari sisi ekonomi, yang berbeda dengan masyarakat sekitar. Lahan tersebut dianggap telah menyangkut keberlangsungan hidup mereka. Namun faktanya, kini banyak ditemukan lahan pertanian disulap menjadi ladang industri.

"Petani terpaksa harus menjual sawah karena dipengaruhi oleh keberadaan industri, sehingga laju perubahan alih fungsi juga sangat luar biasa. Sementara sektor pertanian dipaksa harus mengembangkan pertanian di luar Jawa, padahal kondisinya tidak sama dengan di sana (Jawa)," ungkapnya prihatin.

Rusdiansyah juga menyayangkan predikat sebagai negara agraris bertolak belakang dengan kemampuan para petani dalam memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Tanpa adanya ekspor dari luar, ia yakin Indonesia sebenarnya mampu untuk memenuhi kebutuhan di rumahnya sendiri.

Senada, Sigit Untoro Ketua BEM Faperta juga menilai hukum di Indonesia masih lemah dalam membela masyarakat kecil. "Apa yang terjadi di Kendeng sebenarnya dikarenakan oleh payung hukum yang lemah, tidak mampu melindungi para petani dan rakyat-rakyat kecil lainnya. Hukum di Indonesia nampaknya masih miring dan memihak pada yang berada," katanya.

Sigit menambahkan, perenggutan lahan petani ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Kejadian serupa pernah terjadi di Yogyakarta, para petani juga memperjuangkan lahannya agar tidak digusur dan dijadikan bandara. Sebagai salah satu penggerak dari kalangan mahasiswa, ia akan berupaya untuk terus memperjuangkan hal yang berkaitan dengan pertanian. (adn/jey/adl)



Kolom Komentar

Share this article