Berita Kampus

Nasib Guru Besar Unmul dalam Aturan Pemerintah

Prof. Susilo. dan Prof. Zamruddin Hasid turut memberikan pandangannya soal aturan mengenai nasib guru besar. (Sumber foto: Humas Unmul)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2014, ditambah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 139 Tahun 2014 sebagai aturan penjelas, membuat nasib semua guru besar di setiap universitas kian jelas: tidak lagi terlibat menjadi anggota senat secara otomatis. 

Menanggapi aturan tersebut, Rektor Unmul periode 2010-2014, Prof. Zamruddin Hasid turut memberikan pandangannya. Guru besar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) itu menganggap, keluarnya aturan hukum itu tidak otomatis mematikan peran guru besar untuk tetap terlibat dalam keanggotaan senat. 

Artinya, memang tidak lagi memberi kesempatan otomatis untuk menjadi senat, namun dua aturan di atas tidak secara eksplisit membatasi keterlibatan guru besar sebagai anggota senat. Sehingga, jumlahnya entah dibatasi atau diakomodir secara keseluruhan, masih bisa diatur dalam statuta universitas, termasuk statuta Unmul terbaru kelak.

“Di dalam PP menyebutkan bahwa anggota senat adalah memiliki wakil dari dosen. Wakil dosen itu guru besar dan lektor kepala. Kalau lektor itu tidak bisa. Peraturan seperti ini bisa memberi peluang bagi universitas untuk melakukan aturan sendiri,” sebutnya saat ditemui Sketsa pada Selasa (20/3) lalu.

Pandangan Prof. Zamruddin Hasid tersebut serupa dengan yang dipahami oleh guru besar lain asal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Prof. Susilo. Guru besar sekaligus Ketua Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan kepada Masyarakat (LP2M) ini pun menyebut akan tetap menaati aturan yang ada, karena aturannya memang sudah seperti itu.

Namun yang ia pahami, hakikat dari dosen itu terdiri dari empat tingkatan, yakni asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan guru besar. Sehingga status guru besar adalah pangkat tertinggi dari perpangkatan yang disandang dosen.

“Jadi yang disebut dosen, guru besar ada di dalamnya,” katanya pada Sketsa, Senin (19/3) lalu.

Prof. Susilo juga menyebut, karena pentingnya guru besar untuk juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan, maka menurutnya agar sebaiknya dalam hakikat wakil dosen di PP Nomor 4 Tahun 2014 tersebut, guru besar seluruhnya saja dilibatkan.

“Karena jumlahnya (di Unmul) kecil (hanya 52), ya sudah, semuanya saja lah. Nanti kalau jumlahnya ratusan, itu baru dibatasi. Semangat aturan itu karena guru besar bukan ‘selain dosen’, sehingga tidak disebut, karena itu pangkat,” pandangnya.

Dulunya, memang PP Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 41 ayat 3 secara eksplisit menerangkan bahwa keanggotaan senat terdiri dari guru besar–dan memang di situ guru besar ditulis pada nomor pertama, pimpinan universitas, dekan, wakil dosen, dan unsur lain yang ditetapkan senat.

Namun, sejak PP Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi mencuat, tidak ada lagi poin yang menyebutkan bahwa seluruh guru besar di seluruh universitas otomatis masuk dalam kategori keanggotaan senat. 

Masih dalam PP terbaru itu, di pasal 29 ayat 4 tidak disebutkan bahwa guru besar otomatis menjadi anggota senat, tetapi perwakilan dosen dari berbagai disiplin ilmu di universitas lah yang menjadi anggota senat.

Dalam Permendikbud Nomor 139 Tahun 2014 tentang Pedoman statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi pun kembali memperjelas bahwa anggota senat terdiri dari pimpinan perguruan tinggi, wakil pimpinan perguruan tinggi, pimpinan fakultas atau jurusan, pimpinan LP2M, dan pimpinan unit penunjang atau pelaksana teknis bidang akademik. Juga tak ada disebutkan bahwa guru besar otomatis menjadi anggota senat.

Oleh karena itu, dengan adanya PP Nomor 4 Tahun 2014 dan Permendikbud Nomor 139 Tahun 2014 itu, secara otomatis PP Nomor 60 Tahun 1999 pun tidak berlaku lagi sebagai aturan untuk mengelola suatu perguruan tinggi. 

Dan untuk menentukkan nasib guru besar dalam suatu universitas, maka pembaharuan statuta adalah kuncinya. Tentu perubahan tersebut harus berpedoman pada dua peraturan terbaru di atas. Dan jika demikian, maka akan ada dua pilihan yang bisa diambil: memasukan keseluruhan guru besar dalam anggota senat, atau justru membatasinya. (ysm/dan/nnd/ycp/nul/adl)



Kolom Komentar

Share this article