Berita Kampus

Napas Gerakan Mahasiswa Unmul Melawan MoU TNI-Polri

konsolidasi yang digalang oleh BEM KM Unmul di halaman Student Center. (Sumber: Hilda Annisa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - 23 Januari 2018 lalu TNI dan Polri menerbitkan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) "Perbantuan Tentara Nasional Indonesia Kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Rangka Memelihara Ketertiban Masyarakat". Isinya, tentang kerja sama dalam rangka pemeliharaan keamanan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas) yang mana mencakup bagaimana menghadapi unjuk rasa, mogok kerja, kerusuhan massa, konflik sosial serta mengamankan kegiatan masyarakat maupun pemerintah dalam negeri yang dianggap rawan kerusuhan.

MoU yang ditandatangani Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI Hadi Tjahjanto itu sontak menuai polemik di berbagai kalangan, terutama mahasiswa yang sejatinya elemen paling akrab dengan aksi-aksi jalanan.

Presiden BEM FISIP Unmul Andi Muhammad Akbar mengatakan kerja sama ini mengingatkan kembali akan adanya dwifungsi ABRI saat orde baru. “MoU ini justru kembali mengingatkan kita akan trauma yang dulu terjadi. Kita bisa lihat kasus 1965, kasus buruh, daerah operasi militer di Aceh, Papua, Trisakti, Semanggi, itu kan aktor-aktor yang melakukan pelanggaran HAM pada saat itu kan militer dan itu menjatuhkan banyak sekali korban," tuturnya.

"Ini bukan hanya sekadar tindakan represif negara terhadap aparat sipil, terapi juga mencederai demokrasi yang  sudah kita bangun sampai saat ini,” imbuh mahasiswa Pembangunan Sosial 2015 itu.

Senada dengan Akbar, Sukardi Wakil Gubernur BEM FEB turut menentang adanya MoU ini. Meski menurutnya ada poin bagus, khususnya dalam konteks sosial yang membantu ketika Polri tidak siap. Tapi yang dilihatnya patut dipermasalahkan adalah poin perbantuan TNI dalam hal penanganan unjuk rasa dan mogok kerja. Hal ini dinilai Kardi sebagai bentuk kemunduran demokrasi.

“Ketika ruang demokrasi ditutup akan menimbulkan problematika khususnya pada tataran mahasiswa. Sedangkan mahasiswa adalah perpanjangan tangan dari masyarakat,” jelas Kardi.

Lebih lanjut Kardi mengaku mencium bau politik Pilpres 2019 dalam penerbitan MoU tersebut. Dalam sudut pandangnya, ia melihat Jokowi sama sekali tidak ingin terlibat bahkan bertatap muka dengan mahasiswa ketika sedang demonstrasi.

"Jokowi memang anti kritik," katanya.

Sebagai penggerak eksekutif mahasiswa, Kardi merasa sadar harus turut menghidupkan budaya diskusi dan mengawal isu yang memberatkan rakyat. Ia pun terlibat dalam konsolidasi yang digalang oleh BEM KM di halaman Student Center pada Rabu (7/2) lalu.

“Konsolidasi ini merupakan salah satu bentuk kontribusi kami sebagai mahasiswa. Sejatinya mahasiswa itu adalah agen perubahan, agen perbaikan negara dan bangsa ini,” pungkasnya. (ann/fer/dor/aml)



Kolom Komentar

Share this article