Berita Kampus

Minim Dana, Mahasiswa Penjaskesrek Olahraga Pakai Kardus

Mahasiswa Penjaskesrek saat berpraktik mata kuliah olahraga Anggar dengan menggunakan kardus. (Sumber foto: Istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Jika pemerintah meminta rakyat mengonsumsi keong sawah, mengurangi konsumsi nasi, dan menanam cabai sendiri karena mahalnya harga pangan, birokrat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) meminta mahasiswa Pendidikan Jasmani Kesegaran dan Rekreasi (Penjaskesrek) berpraktik mata kuliah olahraga Anggar pakai kardus.

Walhasil, mahasiswa memodifikasi sejumlah kardus menjadi alat pelindung pengganti dan rotan sebagai pedang atau biasa disebut sable. Hal ini menurut mahasiswa Penjaskesrek cukup mengancam keselamatan.

“Dengan rotan kan kalau dikenain itu sakit. Terus kardus itu kan licin, takutnya kalau kita tusuk larinya ke atas dan mengenai dagu atau muka,” ucap Aprilia Sari, mahasiswi Penjaskesrek saat ditemui Sketsa Rabu (6/12).

Menyoal perintah untuk kreatif, dikatakan Aprilia dimaksudkan prodi agar mahasiswa dapat menerapkannya pada sekolah-sekolah yang minim fasilitas ketika mereka terjun mengajar kelak. Sebab tak ada jaminan semua sekolah memiliki peralatan olahrga yang layak.

Sementara itu, Ketua Himpunan Mahasiswa Pendidikan Penjaskesrek (HMPJKR) Andre Nufadli mengaku banyak menerima aduan dan keluhan tentang minimnya fasilitas. Aduan tersebut sudah ditampung dan disampaikan kepada Kaprodi Penjaskesrek agar dicarikan solusi.

Permasalahan praktik menggunakan kardus, disebut Andre tidak lain merupakan imbas dari tujuan prodi, yakni pendidikan, bukan prestasi.

“Untuk mata kuliah Anggar itu masuk mata kuliah pilihan bergandengan dengan mata kuliah gulat. Kita sudah ke Kaprodi dan responsnya baik," ucap Andre.

Selain Anggar, ada pula mata kuliah Renang yang lagi-lagi membebani mahasiswa. Unmul yang tidak memiliki kolam renang sendiri, terpaksa harus menyewa kolam renang di GOR Segiri.

Dalam satu kali menyewa, mahasiswa diharuskan membayar sebesar Rp8 ribu ditambah biaya parkir Rp2 ribu untuk lima belas kali pertemuan dalam selama satu semester.

Akreditasi A, nyatanya tak menjamin kesediaan fasilitas belajar mengajar yang layak di Unmul. Birokrat kampus meminta mahasiswa lebih kreatif menghadapi ini, sementara sejumlah pihak menilai pembangunan gedung rektorat untuk hal-hal yang kurang perlu justru dilakukan. Dua di antaranya yakni pengadaan sofa tamu dan penambahan tulisan Rektorat Unmul di depan gedung rektorat.

Mahasiswa menanti fasilitas layak untuk setidaknya bisa percaya bahwa Unmul mampu berkelas internasional. (nvt/mer/myg/els/aml)



Kolom Komentar

Share this article