Berita Kampus

Merasai Puisi Tanpa Batasan

Maknai Hari Puisi Sedunia, Dosen dan mahasiswa/i FIB baca puisi. (Foto: Nur Elisha)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Hujan Selasa sore tidak menyurutkan semangat mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia atau Hima Sasindo untuk mempersiapkan sebuah pagelaran dalam merayakan Hari Puisi Sedunia yang jatuh pada setiap tanggal 21 Maret.

Sejarah awal dicetuskannya Hari Puisi Sedunia dimulai saat pertemuan UNESCO ke 30 di Paris, Perancis yang berlangsung pada bulan Oktober–November 1999. UNESCO adalah sebuah organisasi tingkat dunia yang bergerak di bidang pendidikan, kebudayaan, dan turut serta mendukung perdamaian dunia.

Hingga saat ini, UNESCO mengungkapkan bahwa kebutuhan estetika merupakan kebutuhan manusia dan puisi dapat memenuhi kebutuhan ini. Oleh sebab itu, UNESCO mendeklarasikan setiap tanggal 21 Maret sebagai Hari Puisi Sedunia.

Acara yang digelar di halaman belakang FIB kemarin dibuka oleh Ana Rosmila selaku ketua panitia. Menurutnya puisi dipercaya sebagai sebuah penegasan atas kemanusiaan, bahwa individu di mana pun berbagi pertanyaan dan perasaan yang sama. Puisi dapat mengomunikasikan nilai-nilai terdalam beragam budaya.

“Melihat kondisi pemuda Indonesia saat ini, banyak di antara mereka yang justru terjerumus ke dalam pergaulan seks bebas dan dunia narkotika, seharusnya mereka berada di wilayah kreativitas hingga menghasilkan dan menciptakan karya untuk mengharumkan nama bangsa,” ungkap mahasiswi Sastra Indonesia 2015 itu.

Puisi sering kali menjabarkan perasaan tanpa dibatasi apapun. Puisi adalah sebuah inspirasi, simbol kreativitas jiwa manusia. Puisi bukan saja sebagai karya sastra atau bagian dari budaya yang perlu dilestarikan, tetapi jauh lebih besar daripada itu.

“Harapannya setiap orang terutama mahasiswa dapat lebih meningkatkan jiwa kemanusiaannya, meningkatkan solidaritas, kekuatan, dan kesadaran diri masing-masing. Juga pemerintah memberikan perhatian lebih kepada para seniman terutama penyair di negeri ini,” tambahnya.

Dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua Hima Sasindo, Aslam Cahya Putra. Aslam turut membacakan sebuah puisi karya Asrul Sani yang berjudul Surat dari Ibu. Selanjutnya Aslam menunjuk Dahri Dahlan, dosen Sastra Indonesia. Dahri membacakan 4 buah puisi yang dikarangnya sendiri.

“Mengapa sastra itu penting? Karena memang penting,” ucap Dahri sebelum memulai pembacaan puisinya.

Selain pembacaan puisi dalam bahasa Indonesia, Tauhid salah seorang dosen FIB membacakan sebuah puisi dalam bahasa Bugis, puisi tersebut berjudul Mate Nisantangi yang ditulis oleh Rahman Arge. Secara harafiah, Mate Nisantagi berarti kematian bersantan. Kepada Sketsa, Tauhid mengintrepetasikannya sebagai kematian berkualitas, artinya manusia memberikan kemampuan terbaiknya dalam menjalani kehidupan.

Kehidupan yang dimaksud di sini dimulai sejak dewasa sampai ajal menjemput. Mate Nisantangi menjadi penegas bahwa laki-laki Bugis-Makassar selalu menghargai perempuan, merendah diri namun selalu siap menghadapi kondisi seburuk apa pun itu.

“Anak-anak saat ini hanya dituntut dan dikejar prestasi akademik, tetapi budaya berpuisi dilupakan. Nah, karena Anda mahasiswa sastra khususnya, diharapkan Anda lebih banyak berkarya dalam dunia sastra. Salah satunya karya-karya puisi Anda dinantikan,” harap salah satu dosen FIB yang turut serta dalam pembacaan puisi kemarin, Irma Surayya Hanum.

Sebelumnya tepat pada pukul 11 pagi, Kementerian Sosial dan Masyarakat BEM FIB mengambil andil merayakan Hari Puisi Sedunia dengan turun ke jalan. Titik aksi di perempatan Lembuswana, beberapa mahasiswa FIB membacakan puisi dan membagi-bagikan puisi yang terbagi dalam berbagai macam genre. Misalnya kepada pengendara motor remaja, mendapat puisi bergenre romantis.

“Di mana pas kita bagi mereka baca dan mereka tersenyum, dan ada yang bilang keren puisinya, mau lagi. Ya sedikit terhibur bahwa perjuangan kami tidak sia-sia,” kata Arila Kasipahu, mahasiswa Sastra Indonesia 2014.

Ari mengungkap maksud di balik aksi kemarin, tujuannya adalah mengingatkan kepada masyarakat bahwa puisi itu penting. Di mana masyarakat saat ini lebih mementingkan teknologi, sehingga budaya membaca khususnya membaca puisi sangat jarang dan sangat minim.

Dengan mengapresiasi Hari Puisi Sedunia, berarti ikut membudayakan berpuisi khususnya dalam dunia pendidikan. Hal tersebut secara tidak langsung telah menumbuhkan rasa untuk mencintai dan membentuk karakter. Salah satu caranya dengan membiasakan menulis dan membaca puisi. (els/wal)



Kolom Komentar

Share this article