Berita Kampus

Memaknai Belajar dan Liburan dalam Konsep Study Tour

Study tour hadir sebagai salah satu alternatif mahasiswa untuk lebih mendalami ilmu yang diberikan di kelas. (Sumber foto: Istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Dunia perkuliahan tak melulu soal belajar teori di kelas, adakalanya mahasiswa diharuskan mampu untuk menerapkan teori tersebut. Di sini study tour hadir sebagai salah satu alternatif mahasiswa untuk lebih mendalami ilmu yang diberikan di kelas. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) termasuk salah satu yang kerap melakukan hal ini.

Farid Fadillah, mahasiswa jurusan Pendidikan Kewarganegaraan yang baru saja mengikuti study tour ke Yogyakarta mengaku bahwa banyak manfaat yang bisa ia dapatkan.

“Kami mengunjungi situs sejarah Candi Borobudur, di sana kita bisa langsung melihat dengan jelas bagaimana bentuk candinya, sejarahnya yang disampaikan oleh tour guide, jelas berbeda dengan kita yang hanya menyaksikan di televisi,” papar mahasiswa angkatan 2015 itu.

Bicara mengenai study tour maka tak jauh dari sejumlah biaya yang perlu digelontorkan, sialnya kadang biaya ini tak sedikit. Besaran biaya barang tentu menjadi dilema bagi mahasiswa, terutama mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mapan. Pro-kontra pun hadir. Umumnya, study tour dilakukan tiap satu tahun sekali dengan mengambil objek tempat-tempat wisata atau sesekali mengunjungi universitas di dalam maupun luar kota. Faktanya, semakin jauh objek yang dikunjungi, semakin besar pula biaya yang dikeluarkan.

Menurut Farid, sudah semestinya dosen memberitahukan kepada mahasiswa di jauh hari ketika hendak melaksanakan study tour. Itu agar ilmu yang didapat bisa sebanding dengan besaran biaya yang dikeluarkan masing-masing mahasiswa.

“Menurut saya sebanding dengan ilmu yang kita dapat, banyak menambah wawasan kita dan ingat pengalaman itu sangat mahal dan berharga,” kata Farid.

Kepala program studi Pendidikan Kewarganegaraan, Suryaningsih beranggapan bahwa study tour merupakan hal efektif dalam upaya mengimplementasikan apa yang dipahami secara teori. Tapi, lagi-lagi banyak mahasiswa kesulitan memenuhi besaran biaya yang ditetapkan. Suryaningih mengatakan sejak mahasiswa duduk di semester awal, telah ada imbauan kepada mahasiswa untuk menyisihkan sejumlah dana hingga semester 4. Tujuannya agar mahasiswa bisa sedikit tak terbebani ketika study tour hendak dilaksanakan.

“Itu (study tour) juga mengajari kepada mahasiswa bahwa belajar itu juga harus menyiapkan dana,” ujarnya.

Sementara Ketua Hima Bimbingan Konseling, Norwahyudi memaparkan study tour sebagai alternatif belajar yang dibungkus rasa liburan sehingga jauh dari kejenuhan seperti ketika belajar di dalam kelas. “Penting buat liburan, kalau pertukaran pelajar kan 3-4 bulan jadi betul-betul kerasa belajarnya. Kalau study tour kan cuma seminggu, ibaratnya cuma jalan-jalan,” tukasnya.

Tujuan study tour kerap berdalih sebagai penelitian ke suatu objek lokasi yang nantinya akan menjadi nilai bagi tiap mahasiswa yang ikut.

“Adik saya kuliah di Jawa mengikuti study tour ya kedoknya penelitian, kunjungan industri, tetap dikasih tugas sama dosen mata kuliahnya sebagai laporan dari hasil penelitiannya, tapi ya tetap jalan-jalan juga ujungnya,” terangnya mengisahkan.

Metode pembelajaran yang dibungkus ala liburan ini mestinya mampu membuat mahasiswa belajar, berinteraksi, dan menarik hikmah saat berada di lapangan. Sehingga bukan motif bonus jalan-jalan yang menarik para peserta study tour ini, melainkan keinginan untuk selalu belajar. (snh/iki/wal)



Kolom Komentar

Share this article