Berita Kampus

Mahasiswa Versus Stereotip Jurusan Kuliah yang Menyebalkan

Stereotip jurusan kuliah.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Christnina

SKETSA - Selama masa perkuliahan berlangsung, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap jurusan dalam sebuah fakultas memiliki konsepsi atas sifat suatu golongan (yang dalam hal ini adalah jurusan) dengan dasar subjektif dan tak tepat. Inilah yang memicu terjadinya stereotip dalam jurusan perkuliahan.

Seperti yang kita ketahui, Unmul sendiri memiliki 14 fakultas yang tersebar di beberapa titik Samarinda. Dengan fakultas sebanyak itu, dapatkah kamu bayangkan berapa macam stereotip yang muncul di setiap jurusannya?

Perlu kita ketahui, stereotip ini biasanya muncul atas miskonsepsi terhadap jurusan kuliah yang dipilih mahasiswa dengan keadaan nyata yang ada di lapangan.

Contohnya seperti jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Seringkali mahasiswa Akuntansi dicap sebagai mahasiswa 'halu' karena terlalu banyak menghitung uang fiktif sepanjang masa perkuliahannya. Tak hanya itu, bahkan stereotip ini dapat membuat 'ramalan' mengenai jenjang karier yang akan ditempuh seusai lulus kuliah.

"Kamu nanti kerja jadi apa? Teller bank ya?" seperti inilah yang terjadi.

Ranti Balhargiasti, mahasiswa Psikologi 2017 membagikan pengalamannya terkait stereotip yang ia dapatkan selama menjalani perkuliahan di kampus. Menurut pengakuannya, terkadang ia kesal sebab orang-orang terdekatnya kurang mengerti mengenai jurusan yang sedang ia jalani.

"Kalo dari keluarga sendiri sih biasa stereotipnya itu bakal susah dapat kerja. Kadang ditanyain, emang kalo kuliah di jurusan ini bisa kerja apa. Kadang ditanyain juga bisa enggak baca karakter ngelihat dari muka doang," ungkapnya.

Tak hanya itu, ia juga kerap mendapat anggapan bahwa Psikologi terbatas pada gangguan atau penyakit yang ada pada mental.

Bernasib sama dengan Ranti, Natalia Tokan Yo, mahasiswi Kehutanan 2015 kerap mendapatkan pertanyaan mengenai karier seusai kuliah. Seolah menimbulkan persepsi bahwa lulusan Kehutanan hanya akan kerja di hutan.

"Kenapa masuk Fakultas Kehutanan (Fahutan)? Mungkin banyak yang berpikir seperti itu karena kalau lulus mau jadi apa? Mau seperti apa, kerjanya di mana? Apakah kerjanya di hutan? Seperti itu," ujar gadis yang akrab disapa Nata tersebut.

Cerita lain terjadi dengan Maria Oka Swandewi, mahasiswi Ilmu Hukum 2017. Ketika ia bertemu dengan seseorang atau teman yang tidak begitu mengerti dengan perkuliahannya, ia sering ditanya perihal hafal-menghafal.

"Capek ya ngafalin pasal-pasal. Jadi kesannya kalo masuk hukum itu ya kerjaannya menghafal," sebutnya.

Apa yang Perlu Diketahui?

Kenyataannya, perkuliahan di lingkup hukum tidaklah terbatas seperti itu. Masih banyak dan begitu luas cakupan yang dapat dibahas, dan tak hanya terpaut soal pasal saja.

"Padahal selama ini aku kuliah, sama sekali gak pernah disuruh ngehafal pasal," tutur Oka, sapaan akrabnya.

Kemudian bagi Ranti, perkuliahan yang ia jalani dalam Psikologi pun mempunyai pembahasan yang luas, tak serta merta dapat membaca karakter seseorang hanya dari penampilan atau wajah belaka. Menurutnya, hal seperti itu haruslah melalui observasi dan wawancara terlebih dahulu.

Ia lalu menegaskan, Psikologi tidak hanya terbatas pada gangguan atau penyakit yang ada pada mental. Ranti menjelaskan, ia juga mempelajari hal-hal sosial yang berkaitan dengan fenomena atau isu dalam sebuah lingkungan.

"Jadi Psikologi itu bukan jurusan yang hanya mempelajari kepribadian, tapi hampir semua hal yang terjadi dalam kehidupan itu bisa dipelajari di Psikologi," jelasnya.

Setali tiga uang, Nata memaparkan pendapatnya mengenai stereotip karier jurusan Kehutanan. Ia menjelaskan bahwa lulusan Fahutan tidak mesti harus kerja di hutan, tetapi dapat bekerja di manapun.

"Kita bisa kerja di bagian konservasi, kita bisa kerja di Taman Nasional, kita bisa jadi polisi kehutanan. Kita bisa kerja di BMKG. Kita juga bisa kerja di tambang batu bara atau di bagian perencanaan hutan," paparnya.

Ia berharap, teman-teman atau masyarakat awam yang kurang mengerti mengenai jenjang karier Kehutanan tidak lagi men-judge atau berpikir sempit mengenai hal ini. Karena bagi Nata, masih banyak calon mahasiswa dan lulusan Kehutanan yang diperlukan masyarakat untuk terus menjaga keberlangsungan alam.

"Untuk kedepannya, dibutuhkan sekali orang-orang Kehutanan untuk mengelola alam ini kembali," tutupnya. (len/ann)



Kolom Komentar

Share this article