Berita Kampus

Langkah Mahasiswa Peternakan Budidayakan Kotoran Kelinci

melalui program Dikti berupa Program Hibah Bina Desa (PHBD) Unmul lolos ke nasional diwakili oleh mahasiswa jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian (Faperta). (Foto: dok. Hayatul Mufidah)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Menambah daftar prestasi Unmul di kancah nasional, melalui program Dikti berupa Program Hibah Bina Desa (PHBD) Unmul lolos ke nasional diwakili oleh mahasiswa jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian (Faperta).

Hayatul Mufidah, ketua tim mengatakan seleksi ada dua tahap yaitu pra-proposal. Proposal yang masuk sekitar 2.700, lanjut diseleksi menjadi 300 hingga akhirnya menjadi 120 proposal.

“Seharusnya setelah lulus tahap proposal ada tahap presentasi tapi karena tahun ini ada defisit anggaran jadi langsung aja,” kata perempuan yang akrab disapa Fidah itu.

Selain Unmul, yang lolos ada pula Institut Teknologi Kalimantan yang menjadi wakil Kalimantan Timur pada PHBD. Sistematika pengajuan proposal langsung ke nasional tanpa seleksi di universitas dan penguman diumumkan melalui website Dikti. Sebelumnya Unmul pernah mengikuti program ini namun gagal dan tahun ini berhasil lolos.

Semua ini bermula setelah melihat banyaknya kotoran kelinci yang tidak dimanfaatkan, lantas Fidah dan kawan-kawan menjalin kerja sama dengan peternak kelinci kandang hijau dan karang taruna di kelurahan Lempake.

“Orang-orang suka kelinci tapi limbahnya enggak suka, kami tim PHBD melihat itu kenapa limbanhnya enggak dimanfaatkan? Jadi kami berinisiatif untuk integrasi dari peternakan kelinci dengan cacing lumbricus jadi kotoran dan feses kelinci kami buat pupuk yaitu pupuk bokasi dan pupuk cair,” terangnya.

Pupuk bokasi dapat dijadikan media untuk cacing lumbricus. Proses pembuatan ini (fermentasi) memerlukan waktu 7-10 hari. Setelah pupuk bokasi jadi, pupuk tersebut dapat dijadikan pakan cacing dan pupuk cair langsung dijual. Pupuk bokasi juga dapat dimanfaatkan untuk menyuburkan tumbuhan. Cacing lumbricus sendiri dapat berkembang pada media dedaunan kering, kertas bekas. 

Selain karena melihat banyaknya limbah berupa kotoran, kegiatan ini dilatar belakangi pula dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Kalimantan. 

“Kami berusaha membuat semuanya menjadi uang, dari limbah dijadikan pupuk lalu dijual, budidaya cacingnya juga bisa dijual,” ucapnya.

Selain itu, ada beberapa tahap yang dilalui oleh Fidah dan timnya, yakni sosialisasi, pelatihan, pembukaan, pendampingan, dan pelaporan. Fidah mengatakan, bahwa timnya sedang tahap pendampingan.

“Kami sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat, pendampingan itu kegiatannya memantau masyarakat. Jika ada masyarakat yang ingin menanyakan, bagaimana membuat rak cacing yang benar, ada masalah dengan cacing, biasanya cacing itu masalahnya pada semut dan tikus,” jelasnya.

Fidah mengaku ingin fokus kepada satu desa terlebih dahulu. Walaupun program ini akan berakhir pada November, namun Fidah dan timya berkeinginnan akan terus mendampingi sekaligus menjalin silaturahmi dengan masyarakat.

“Untuk sekarang fokus kepada satu desa dulu, karena biasanya masih banyak kekurangannya jadi mau memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut,” pungkasnya. (adn/e2)



Kolom Komentar

Share this article