Berita Kampus

KKN 47 Rampung, Mahasiswa Harapkan Sistem yang Lebih Baik

Berakhirnya pelaksanaan KKN 47 Unmul.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Instagram KKN UMKM 121

SKETSA - Usai sudah pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) 47 Unmul dengan beragam kegiatan dan kendalanya. Dilaksanakan secara daring dan luring, mahasiswa yang mengikuti KKN sempat mengalami hambatan dalam pengerjaan program kerja (proker) mereka. Terlebih ketika pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) saat mereka harus melakukan agenda di lapangan.

Seperti halnya yang dialami oleh Rina Aprilianti, mahasiswa Statistika dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yang melakukan KKN di Kelurahan Kanaan Bontang. Dihubungi Sketsa pada (12/8) lalu, Rina menjelaskan bahwa di masa PPKM, kelompoknya terkendala untuk mengerjakan proker secara luring dan harus kembali menyesuaikan proker tersebut menjadi daring.

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa pihak pelaksana kurang memberikan informasi terkait sistem logbook. Bahkan ketika diwawancara, Rina menyatakan banyak program kerja yang belum mendapatkan validasi dari logbook. Sehingga hal tersebut menimbulkan kebingungan bagi Rina dan kelompok.

Meskipun demikian, kelompoknya telah mengerjakan enam program kerja. Di antaranya penyemprotan disinfektan, literasi media dan teknologi, sosialisasi terkait vaksinasi, sosialisasi terkait protokol kesehatan, penyuluhan bercocok tanam dan penyuluhan kewirausahaan.

“Sistem KKN ke depannya lebih dipastikan atau dibuat lebih matang agar tidak terjadi miscommunication yang banyak terjadi sekarang ini,” harap Rina.

Kendala juga dialami oleh kelompok KKN Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Rumah Manik Samarinda. Annisa Suci, mahasiswa Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmul memberikan pengalamannya. Pada Sabtu (21/8), ia menjelaskan kepada Sketsa bahwa kelompoknya mengalami kesulitan dalam koordinasi secara daring. Ini terjadi karena pemilik UMKM yang tidak dapat dikunjungi secara tiba-tiba.

Ia turut menjelaskan kebingungannya terkait dengan sistem KKN. Misalnya saat harus menjalankan proker yang memerlukan pertemuan langsung dengan pemilik UMKM, sementara sedang dilakukan PPKM.

Meski terkendala, kelompoknya tetap mengerjakan proker seperti edukasi berbentuk webinar yang mengenalkan manik-manik Samarinda, pemasangan banner agar lokasi UMKM terlihat optimal, edukasi kepada pemilik UMKM untuk beralih ke sistem digital dan menggunakan e-commerce.

Baginya, pelaksanaan KKN UMKM harus mendapat rentang waktu observasi yang lebih lama. Sebab melakukan re-branding terhadap UMKM bukan hal mudah. Di samping ada tanggung jawab proker, mahasiswa juga terdesak dengan tenggat waktu yang diberikan dan jadwal pembuatan produk UMKM tersebut.

"Apalagi seperti UMKM manik-manik yang pembuatan nya PO (pre order), jadi enggak ready stock. Jadi kami bingung mau buat video profil bagaimana. Kita enggak mungkin minta ke ibunya selaku pihak UMKM untuk buat produk manik-maniknya, tapi kita enggak ngebeli," ujar Annisa.

“Saran ke depannya menurutku lebih baik tidak bersama UMKM, karena kebanyakan UMKM terkendala kurangnya pembeli dan waktu 40 hari untuk melakukan re-branding itu sulit. Terlebih karena kita enggak tahu pasarnya gimana. Itu sih, kayaknya tahun depan langsung ke desa aja,” pungkasnya.

Tanggapan Dosen  Pembimbing Lapangan

Beranjak dari sudut pandang mahasiswa, Sketsa melakukan wawancara dengan Nurliah yang merupakan dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP (21/8). Saat dihubungi melalui WhatsApp, Nurliah menyampaikan tanggapannya terkait dengan keberhasilan KKN 47

Ia menyatakan bahwa keberhasilan KKN diukur dari luaran atau output yang berupa hak cipta dan buku yang diusahakan memiliki ISBN. Selain itu, peserta KKN juga diharapkan dapat melakukan submit jurnal nasional dan internasional serta mengunggah video kelompok ke YouTube Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M).

Nurliah juga menjelaskan bahwa beberapa mahasiswa kurang komunikatif. Sehingga saat berkunjung sebagai Dosen Pendamping Lapangan (DPL), beliau menemukan adanya UMKM yang kurang kooperatif akibat ketidakcakapan mahasiswa dalam berkomunikasi.

Dirinya juga merasa senang dengan mahasiswa yang bersemangat dalam membuat proker dan dapat diimplementasikan hingga pembuatan laporan akhir. Komunikasi yang dijalin antar DPL dengan panitia serta Pendamping Lapangan (PL) juga tidak mengalami masalah.

“Ibu ingin berdoa semoga pandemi segera berakhir. Bosan kan KKN hanya via online, penginnya terjun langsung ke masyarakat. Iya kan, proker pastinya setiap tahun selalu ada, sayang banget kalo tidak ada. Soalnya proker mahasiswa bagus-bagus untuk dibuatkan luaran,” tanggap Nurliah.

Meski pelaksanaan KKN telah usai pada 14 Agustus lalu, diketahui masih terdapat kelompok yang punya kendala terhadap video profil yang merupakan proker wajib dan kendala saat penyusunan laporan. Hingga berita ini diterbitkan, panitia KKN baik dari ketua maupun anggota tidak memberikan tanggapan terkait permintaan wawancara yang dilayangkan oleh pihak Sketsa. (rst/nop/vyl/fzn)



Kolom Komentar

Share this article