Berita Kampus

KKN 43 Sudah Pasti Tak Dapat Pendanaan dari Pemda

KKN 43 masih menjadi perkara yang membingungkan bagi mahasiswa. KKN dijadwalkan jatuh pada bulan Maret, hingga hari ini informasinya masih kusut. (Sumber foto: Unmul.ac.id)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – KKN 43 masih menjadi perkara yang membingungkan bagi mahasiswa. Bagaimana tidak pendaftaran KKN dijadwalkan jatuh pada bulan Maret, sementara hingga hari ini informasi yang diterima masih kusut.

Untuk mengurai kekusutan itu, Menteri Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM KM Unmul, Indra Cahya Pramukti mengadakan pertemuan dengan Mustapa, Kepala Seksi Pendayagunaan Prasarana dan Sarana Desa dan Kelurahan, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-PD) Provinsi Kalimantan Timur pada Senin (27/02). Indra tak datang sendiri, ia ditemani oleh empat orang rekannya.

Pertemuan yang berlangsung selama hampir satu jam itu dibuat untuk mengonfirmasi perihal benar tidaknya pendanaan KKN oleh pemerintah daerah yang alirannya dihentikan tahun ini. Mustapa mengakui itu sebagai kebenaran. Bahwa tak ada lagi dana kerja sama antara BPM-PD dengan pemerintah untuk mendanai KKN. Pemda hanya akan menjadi fasilitator lokasi pelaksanaan KKN.

“Boleh dikatakan tidak ada, mereka hanya menyediadakan tempat. Semua (biaya) pure dari mahasiswa. Defisit berdampak ke semua golongan,” ucap Mustapa.

BPM-PD sendiri mengaku tidak pernah membiayai KKN. Semua itu dibiayai oleh kabupaten kota. BPM-PD hanya memfasilitasi saja yaitu melakukan serah terima mahasiswa antara Unmul, dalam hal ini rektor, kepada Gubernur. Kemudian Gubernur akan menyerahkan kepada kabupaten kota lalu diserahkan lagi ke kecamatan dan terakhir diterima oleh tiap desa--yang akan dituju oleh mahasiswa.

Mustapa secara terbuka memaparkan anggaran yang diterima oleh BPM-PD dari tahun 2014 hingga tahun 2017 yang tampak terjun bebas. Pada 2014 anggaran yang diterima adalah sebesar Rp1,5 miliar, dana tersebut terus mengalami rasionalisasi tiap tahun. Hingga pada 2016 mengakibatkan anggaran yang diterima semakin mengecil. Memasuki 2017, ditambah dengan keadaan Kaltim yang sedang defisit, BPM-PD menerima anggaran hanya sebesar Rp40 juta.

“Dengan dana seminim ini bagaimana pun caranya saya ingin membuat suatu kegiatan yang intinya tidak memutuskan hubungan antara provinsi dan kabupaten kota,” ungkapnya.

Selama dua tahun terakhir ini ia berusaha melakukan monitoring untuk mahasiswa KKN. Dana yang dianggarkan untuk kegiatan tersebut adalah sebesar Rp3 juta. Uang tersebut digunakan hanya untuk biaya makan dan minum untuk dikoordinasi dengan pihak LP2M dalam membahas teknis proses serah terima mahasiswa KKN. Ia mengakui bahwa perihal KKN ini bukanlah tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) dari pihaknya, melainkan hanya sebagai tugas tambahan.

“Kita mengundang sekian banyak orang. Makan minum anggarannya Rp1,2 juta. Sisa Rp1,8 juta digunakan untuk dokumentasi, pembuatan laporan, spanduk, dll,” beber Mustapa.

Selain itu, Mustapa juga mengakui bahwa dirinya tak tahu menahu apakah pada tahun 2017 akan diadakan pembekalan KKN atau tidak. “Fasilitasi saja tidak ada dananya, apalagi pembekalan, kemungkinan tidak ada,” ucapnya. Semua akan ia kembalikan lagi kepada LP2M apakah akan diadakan pembekalan atau tidak.

Keadaan Kaltim yang defisit ini tak hanya berimbas ke Unmul yang akan melaksanakan KKN. Di sela-sela pembicaraan dengan pihak BEM, Mustapa mengatakan bahwa salah satu universitas lain di Samarinda yaitu Institut Agama Islam Negeri (IAIN) pada tahun ini hanya bisa melakukan KKN di dua kota saja yaitu Tenggarong dan Samarinda. Nasib Unmul sedikit lebih baik karena masih menyediakan pilihan lain di lokasi seperti Samarinda, Balikpapan, Bontang, dan Penajam Paser Utara. Sedang untuk Kutai Timur dan Kutai Kartanegara masih dalam tahap konfirmasi.

(Baca: http://sketsaunmul.co/berita-kampus/mengambang-audiensi-gagal-menjawab-abu-abu-kkn-43/baca)

“Kabupaten kota lah yang menentukan wilayah, dimana daerah yang membutuhkan disitu mahasiswa masuk,” kata Mustapa.

Untuk tahun depan, BEM KM Unmul berharap bisa bermitra dengan dinas-dinas yang berhubungan untuk melakukan komunikasi ataupun koordinasi terkait saran ataupun informasi yang akan disampaikan. Sebab, BEM mendaku sebagai penyambung lidah mahasiswa.

“Kami berharap bisa digabungkan dalam rapat koordinasi KKN sehingga informasi bisa sampai sebelum KKN dilaksanakan,” kata Abdul Azis, Wakil Ketua BEM FKTI, yang hadir pula pada pertemuan tersebut. (rrd/wal)



Kolom Komentar

Share this article