Berita Kampus

Jalan Panjang Perjuangkan FKTI: Terbang ke Jakarta hingga Aksi

Tiga tuntutan FKTI

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: William

SKETSA – “Turun, turun, turun dosen-dosen. Turun dosen-dosen sekarang juga,” adalah nyanyian mahasiswa dalam aksi Save FKTI Senin (20/1) kemarin.

Kontroversi mengenai legalitas FKTI terus menuai pertanyaan hingga kini. Aksi digelar di halaman fakultas tepat pukul 13.07 Wita. Aksi yang bertajuk Save FKTI ini dihadiri sejumlah mahasiswa FKTI langsung guna menyampaikan suara mereka.

Meski tidak dihadiri massa yang banyak, namun aksi tetap berlanjut. Nyanyian pembakar semangat tidak lupa dilantunkan untuk menemani aksi. Namun, desakan mahasiswa yang ada di tempat tidak begitu dihiraukan oleh pihak terkait.

“Sampai kapan kami berdiri di sini. Saya harap Pak Dekan atau dosen untuk datang dan berdialog dengan kami,” teriak Joji Kuswanto selaku Ketua BEM FKTI terpilih.

Aksi kali ini membawa tiga tuntutan utama yang harus dipenuhi, atau setidaknya didengarkan pejabat kampus FKTI termasuk dosen. Sebelumnya, sempat diadakan audiensi sebanyak dua kali namun tak membuahkan hasil. Hingga mahasiswa terus mendesak dosen agar mau menemui mereka dan menyelesaikan permasalahan bersama.

Tuntutan yang dibawa mencakup hal-hal vital di FKTI. Pertama mendesak pemangku jabatan untuk menuntaskan permasalahan FKTI yang di dalamnya mencakup beberapa poin. Di antaranya peleburan FKTI dengan Fakultas Teknik (FT), penganggaran FKTI, hingga nasib mahasiswa dan alumni FKTI ketika fakultasnya belum menjadi OTK.

Tidak berhenti sampai di situ, tuntutan ini juga memuat tindak lanjut dari nasib penerima beasiswa Bidikmisi atau PPA yang secara spesifik akan berkurang jatahnya serta keberlangsungan organisasi mahasiswa karena adanya peleburan. Hingga kekhawatiran masalah lain yang timbul yakni pemotongan jumlah mahasiswa baru yang akan masuk ke FKTI jika fakultas ini dilebur bersam FT.

Tuntutan kedua, penolakan adanya pengindukan FKTI dengan FT. Hal ini juga kembali dipertegas oleh Joji. Ia menuturkan bahwa rektorat menginginkan pengindukan ini terjadi lantaran ingin menyelamatkan status mahasiswa yang akan lulus pada Maret nanti. Padahal jika dilitik kembali, menurut Joji SK Unit Pelaksana (UP) FKTI baru berakhir Mei 2020 nanti.

“Seharusnya masih aman dong kalau lulus Maret nanti. Jadi, sebenarnya mahasiswa mana yang katanya mau diselamatkan ini?” tanya Joji keheranan.

Tuntutan ketiga berisikan perpanjangan SK UP FKTI. Joji menambahkan jika perpanjangan ini dilakukan maka fakultas masih bisa meluluskan mahasiswa dan bersiap untuk menjadi fakultas yang diakui.

“Kita sampai sekarang masih berstatus institut internal makanya hanya diakui di tingkat universitas,” terangnya.

Terbang ke Jakarta

Tidak cukup mendesak pihak internal kampus untuk menyelesaikan prahara FKTI, perwakilan mahasiswa juga membawa permasalahan ini hingga ke Jakarta. Audiensi di kampus dirasa tidak memberikan hasil yang berarti, Joji beserta lima mahasiswa lain sepakat untuk mencoba dialog dengan Dirjen Kelembagaan Kemendikbud langsung melalui perantara anggota DPR Komisi X.

Susunan awal yang diagendakan akan dihadiri oleh Nadiem Makarim harus dibatalkan dan hanya dihadiri dua perwakilan lain, Ainun Na’im selaku Sekjen Mendikbud dan Ridwan selaku Plt Dirjen Kelembagaan Perguruan Tinggi.

Dalam audiensi tersebut, perwakilan mahasiswa kembali menyampaikan keresahan mereka terkait terombang-ambingnya keberlangsungan fakultas mereka.

“Cita-cita dari menteri yang lalu adalah fakultas di Indonesia itu mau dirampingkan. Namun hingga kini, belum ada roadmap yang jelas terkait ini,” tambah Joji.

Ia kemudian berujar bahwa Ridwan tidak tahu pasti apakah perampingan ini masih akan diteruskan oleh menteri baru atau tidak.

Ia juga menambahkan bahwa jika terjadi perampingan fakultas, maka pengindukan sementara tidak dapat dilakukan.

“Kalau menginduk sementara berarti akan menginduk selamanya. Kalau sudah bergabung, akan sulit untuk menjadi fakultas (FKTI) lagi,” khawatir Joji dan mahasiswa FKTI lainnya.

Audiensi Bersama Pejabat Kampus

Meski sudah beberapa jam melakukan orasi dan meminta pihak dosen dan pejabat kampus untuk bertemu, permintaan tersebut tidak juga digubris. Setelah mahasiswa memberi tambahan waktu, pihak kampus menyanggupi bertemu dengan perwakilan mahasiswa. Namun tawaran tersebut ditolak, karena semua mahasiswa ingin terlibat dalam dialog tersebut.

Sudah tidak sabar lagi menunggu, sempat terjadi ketegangan karena mahasiswa memaksa masuk untuk bertemu dengan pejabat FKTI. Hingga sempat terjadi keributan dengan mendorong pintu agar diijinkan masuk, akhirnya mahasiswa diperbolehkan masuk seluruhnya.

Dalam forum tersebut dihadiri oleh Dekan FKTI, para dosen, dan pegawai di lingkungan FKTI. Mahasiswa membawa tuntutan yang sama, yakni menolak rencanan pengindukan FKTI ke FT dan menuntut agar UP FKTI tetap diberlakukan. Mahasiswa sempat dibuat heran karena seluruh dosen dan pegawai FKTI menyetujui pengindukan ke FT, berdasarkan poin-poin kesepakatan dosen yang ditampilkan.

“Tapi kenapa kemudian birokrasi kita kali ini saya nyatakan adalah paling di depan untuk penggabungan FKTI ke Teknik. Hari ini mahasiswa adalah yang paling di depan untuk tetap mempertahankan FKTI, ada apa yang terjadi sebenarnya?” tanya mantan Ketua BEM FKTI 2019, Heryandy Pratama.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Dekan FKTI, Nataniel Dengen yang saat itu bertindak sebagai mediator antara mahasiswa dan dosen meminta tanggapan para dosen. Seluruh dosen yang berbicara sepakat untuk mengikuti seluruh arahan dari pimpinan tertinggi di Unmul, yakni Rektor Masjaya dan WR I Mustofa Agung Sardjono selaku yang membidangi akademik.

“Kalau saya begini pak, kita kan punya atasan pasti membuat satu keputusan yang sudah ada dasar-dasarnya. WR I pun maunya FKTI itu tetap ada, tapi kan kondisinya tidak memungkinkan, saya tetap mengikuti arahan dari WR I itu pasti yang terbaik,” ujar Kaprodi Ilmu Komputer (Ilkom), Anindita Septiarini.

“Apapun keputusan yang terbaik untuk semuanya kami mendukung, terutama menyelamatkan mahasiswa,” kata Kaprodi Sistem Informasi (SI), Islamiyah.

“Kalau ditanya apa sih kepentingan kami sebagai dosen? Tidak ada, bahkan yang ada jabatan akhirnya tidak ada jabatan, tidak masalah dengan itu, kami cuma ingin prodi aman tetap bisa berproses,” sebut Kaprodi Teknik Informatika (TI), Masna Wati.

Nataniel kemudian menegaskan bahwa dasar yang menjadi rujukan para dosen adalah diskusi dengan WR I dan surat edaran dari Kemenristekdikti terkait moratorium pembentukan fakultas dan usulan pengintegrasian prodi di FKTI ke fakultas yang telah ada, dalam hal ini FT.

Meski begitu mahasiswa tetap mempertanyakan keabsahan UP FKTI dengan membawa hasil pertemuan dengan Plt Dirjen Kelembagaan Kemendikbud, Ridwan menyatakan bahwa meski FKTI tidak ada di OTK dengan status UP masih tetap legal dan bisa meluluskan mahasiswa.

“Masih dapat (meluluskan) yang penting rektornya legal, senatnya legal, yang mengesahkan legal. Apakah sekarang ada aturan yang melarang fakultas yang belum OTK tidak bisa meluluskan mahasiswa, tidak ada!” kata Joji berdasarkan pertemuan dengan Dirjen Kelembagaan Kemendikbud.

Diskusi yang lumayan lama dan cukup alot akhirnya mulai menemui titik terang, di mana mahasiswa dan dosen sepakat untuk mengajukan beberapa poin usulan kepada Rektor Masjaya yang isinya tetap memperjuangkan FKTI agar tetap berdiri sendiri dan menolak pengindukan. Dengan landansan hasil pertemuan mahasiswa di Jakarta.

Meski demikian, dosen-dosen tetap menghendaki usulan tersebut harus dibawa berdasarkan dalil dan ketetapan yang jelas. Karena peryataan Ridwan belum memiliki kekuatan yang cukup untuk menjadi dasar yang kuat bagi FKTI untuk berpijak. Sehingga, mahasiswa disarankan untuk membuat notulensi pertemuan di Jakarta untuk kemudian disampaikan pada Masjaya.

“Kalau kita masih bisa bertahan di UP, ya alhamdulillah. Itu kalau ada dasarnya, kita pertemukan Pak Rektor dan Pak Ridwan,” kata Hamdani, salah satu dosen.

Diakhir diskusi untuk kembali menyatukan suara, mahasiswa meminta agar dibuatkan nota kesepahaman yang isinya adalah ‘Seluruh civitas academica FKTI menyatakan mendukung untuk mempertahankan UP FKTI’. Surat tersebut ditandatangani oleh Dekan FKTI, Nataniel, perwakilan dosen, pegawai, dan mahasiswa di atas materai Rp6000 tertanggal 20 Januari 2020.

Langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah Dekan FKTI akan segera bersurat ke Rektor Masjaya untuk diadakannya pertemuan membahas usulan dari civitas academica FKTI yang tetap ingin mempertahankan UP FKTI dan menindaklanjuti hasil pertemuan mahasiswa di Jakarta. (sut/wil/ann)



Kolom Komentar

Share this article