Giur Kompensasi Predikat Guru Besar
Abdunnur Wakil Rektor Bidang Umum, Sumber Daya Manusia, dan Keuangan. (Sumber: Uswatun Hasanah)
- 29 Jan 2018
- Komentar
- 2261 Kali
SKETSA - Kehadiran guru besar atau lebih dikenal dengan sebutan profesor di perguruan tinggi tentu memengaruhi akreditasi, tak terkecuali bagi Unmul. Memiliki gelar tinggi ini tentu diimbangi dengan peran serta kewajiban lebih berat dibanding gelar dosen biasa. Profesor harus membina dosen muda dalam bidang keilmuannya dan menghasilkan buku maupun jurnal minimal 1 kali dalam 2 tahun.
Perguruan tinggi memiliki stratifikasi jabatan fungsional. Mulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala dan yang tertinggi ialah profesor. Tentunya dengan adanya stratifikasi tersebut akan berpengaruh terhadap remunerasi dan tunjangan yang diterima.
Remunerasi merupakan jumlah total insentif yang diterima oleh pegawai sebagai imbalan dari jasa yang telah dikerjakannya. Sedangkan tunjangan, sebagaimana tertuang jelas pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Nomor 20 tahun 2017 terdapat dua jenis tunjangan bagi profesor, yakni tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan profesor. Jika di total, maka seorang profesor akan mendapatkan 3 jenis kompensasi sekaligus termasuk remunerasi.
“Tunjangan sertifikasi dosen dan tunjangan kehormatan guru besar itu dibayar APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), kalau remunerasi dibayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari universitas, sehingga kita akan membayar kalau ada kinerjanya,” papar Abdunnur Wakil Rektor Bidang Umum, Sumber Daya Manusia, dan Keuangan kepada Sketsa (26/1) lalu.
Di balik giurnya kompensasi yang diberikan, ada pil pahit yang harus siap diterima jika profesor tak memenuhi kewajibannya. Pemberhentian sementara terhadap tunjangan kehormatan jadi pilihan jika tidak dapat menghasilkan karya tulis ilmiah.
Oleh karena itu, untuk memantau kinerja profesor, Menristekdikti mengeluarkan surat edaran kepada seluruh perguruan tinggi pada 2017 lalu untuk mengumpulkan daftar guru besar. Namun Abdunnur menyayangkan hingga saat ini belum ada keputusan resmi atas pemberhentian sementara terhadap tunjangan kehormatan profesor.
“Guru besar yang tidak memiliki kinerja, walaupun guru besar bisa saja tidak mendapatkan remunerasi. Kalau tunjangan sertifikasi dosen dan tunjangan kehormatan tetap dapat, belum ada punishment. Padahal pemerintah bilang kalau kewajibannya tidak terpenuhi tidak bisa dibayarkan harusnya. Harusnya,” tegasnya.
Ia juga menyatakan jika data berupa daftar guru besar tersebut telah dikumpul, namun hanya sebagai database. Bukan untuk dieksekusi sebagai bentuk tindak lanjut. (snh/omi/adl)