Berita Kampus

Gejolak Mahasiswa Sambut 21 Tahun Reformasi

Refleksi peringatan reformasi.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: era.id

SKETSA - 21 Mei ini mengantarkan kembali pada kenangan 21 tahun silam. Sejarah reformasi bangsa yang dipelopori kaum mahasiswa. Kesemrawutan negara saat itu menjadi pelecut perubahan. Lantas, bagaimana negara dan pergerakan mahasiswa setelah 21 tahun reformasi?

17 Mei kemarin, BEM KM seluruh universitas Samarinda telah mengadakan konsolidasi serta diskusi dengan topik reformasi. "BEM akan melaksanakan turun aksi pada 21 Mei. Membawa tuntutan yang masih dirampungkan serta isu pemilu 2019 yang banyak memakan korban, serta kasus korupsi. Kan tetap berada di jalur tengah untuk mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah yang hari ini salah arah," ujar Derviansyah Menteri Sosial Politik BEM KM Unmul.

Menurutnya mahasiswa harus mengetahui masalah yang terjadi di negeri, agar dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Perkembangan teknologi dan informasi dikatakan Dervi harusnya dimanfaatkan agar dapat membangun bangsa dan menciptakan makna kemerdekaan sesungguhnya.

"Saya harap mahasiswa hari ini tidak buta dan tuli terhadap kondisi bangsa saat ini. Siapapun pemimpin yang terpilih, kita tetap mengkritisi, tetap mengevaluasi segala kebijakan yang tidak pro rakyat. Tidak diam dan juga tidak apatis," tandasnya.

Dilansir dari laman ruangguru.com, ada 3 hal yang dituntut dalam reformasi 1998, yaitu berantas korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), melengserkan Presiden Soeharto dari kursi pemerintahan, serta hapuskan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Puncaknya terjadi pada 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti, Jakarta. Tak dapat dihindari bentrok antara aparat keamanan dengan para demonstran. Akibatnya empat mahasiswa tertembak. Keempat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendrawan Sie, dan Hafidhin Royan.

Sementara itu, tokoh lainnya yang berperan besar dalam peristiwa reformasi ini adalah Amien Rais. Ia membongkar kebobrokan sistem pengelolaan PT. Freeport, Papua, yang dianggap merugikan negara. Hal ini kemudian memicu kembali aksi berikutnya dengan massa lebih besar pada 13-14 Mei 1998. Kerusakan tak dapat terhindari, terlebih kaum etnis Tionghoa yang saat itu yang turut menjadi sasaran. Demonstran juga menduduki Gedung DPR RI dan mendesak Presiden Soeharto turun dari jabatannya.

21 Mei 1998, sejarah baru tercatat. Soeharto meletakkan jabatannya di Istana Negara dan menunjuk wakilnya, B.J.Habibie, untuk menggantikan posisinya sebagai Presiden RI. Dengan lengsernya Soeharto dan majunya B.J.Habibie sebagai presiden, maka lahirlah masa reformasi di Indonesia. (omi/rpi/adl)



Kolom Komentar

Share this article