Berita Kampus

FKIP Pangkas Dana Kegiatan Mahasiswa untuk Program Asuransi

Wakil Dekan (WD) III FKIP Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Masrur Yahya. (Foto: Anisa Nur Adnin)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA    Sejak 2017, pihak dekanat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) telah memberlakukan program kartu jaminan asuransi bagi seluruh mahasiswanya. Program tersebut guna membantu mahasiswa yang memiliki masalah kesehatan. Bahkan, kartu asuransi tersebut dapat digunakan di setiap rumah sakit.

Ditemui Sketsa, Wakil Dekan (WD) III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Masrur Yahya memberikan gambaran menyeluruh tentang program asuransi yang telah berjalan tersebut. Ia menyebut, kartu itu berlaku selama satu tahun. Lalu, kartu tersebut bisa dipakai oleh setiap mahasiswa untuk membayar biaya pengobatan kesehatan apapun, termasuk kecelakaan.

“Apapun penyebabnya, ya pihak asuransi akan mendanai kepada mahasiswa yang kena musibah,” katanya.

Adapun hal yang harus dilakukan mahasiswa saat akan menggunakan kartu tersebut yakni dengan mengisi form yang tersedia di ruang WD III. Lalu form tersebut dibawa ke rumah sakit dan ditandatangani oleh pihak rumah sakit. Hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan benar berobat di rumah sakit yang dituju.

Awalnya dana asuransi bukan berasal dari dana kegiatan kemahasiswaan. Namun. karena dana yang dianggarkan harus 5 persen, maka dana asuransi tersebut akhirnya dimasukkan ke dalam anggaran kemahasiswaan. Masrur pun menjelaskan perinciannya panjang lebar.

“Karena itu awalnya asuransi tidak masuk dalam anggaran kegiatan kemahasiswaan yang sedang berjalan ini, itu full dana kemahasiswaan dari PNBP. Itu langsung, karena ada turun dana dari BOPTN. Itu kan dana BOPTN yang saya ambilkan kemaren. Sekarang karena tahun anggaran kemaren itu tidak sampai 5 persen, maka saya tidak bisa lakukan karena sedikit, dan itu tetap bisa jalan. Sekarang ini karena sudah harus 5 persen dari anggaran total dari sekian, maka muncullah pemikiran bahwa kita ambilkan anggaran ini untuk asuransi karena faktor kembali ke mahasiswa itu sendiri,” jabarnya.

Masrur menambahkan jika ada mahasiswa yang tidak ingin melanjutkan program asuransi dapat mengajukan nama untuk tidak melanjutkannya. Namun di sisi lain, masih banyak mahasiswa yang ingin melanjutkan program asuransi tersebut.

“Saya harus berpikir (untuk) semua mahasiswa (FKIP). Semua harus sehat, semua harus terjamin. Kalau Anda tidak mau (ikut program asuransi), ya silahkan. Tidak akan kita laporkan ke pihak asuransi,” ucapnya.

Saat ditanya Sketsa mengenai mekanisme penggunaan kartu asuransi serta adanya keluhan sulitnya proses pengurusan, Masrur menyebut justru mahasiwa kurang aktif mempertanyakan mekanisme pengurusan kartu tersebut.

“Kenapa sulit? Kenapa enggak telepon kami ke sini? BEM itu yang bikin salah-salah. Arif (Wakil Gubernur BEM FKIP) sudah minta kontak nomor pihak asuransi. Kalau ada apa-apa, langsung ketemu,” cecarnya.

Pelaksanaan keberlanjutan program asuransi tahun ini masih akan berlanjut. Walaupun pelaksanaannya sedikit molor karena adanya hasil audiensi yang mengeluhkan terkait asuransi tersebut.

Asuransi Memangkas Dana Organisasi?

Adanya keluhan terkait dana kemahasiswaan yang digunakan untuk asuransi, Masrur beralasan program asuransi muncul sebagai sikap menjunjung rasa kemanusiaan jika ada mahasiswa yang menderita penyakit. Terlebih jika mahasiswa tersebut jauh dari orang tuanya.

Dampak program tersebut bisa dirasakan oleh seluruh mahasiswa FKIP tanpa terkecuali. Sehingga, jauh lebih adil ketimbang anggaran tersebut dialihkan untuk kegiatan-kegiatan organisasi. Alasannya sederhana, tidak semua mahasiswa ikut merasakan kegiatan organisasi.

“Ya itu pertama ya, banyaknya mahasiswa yang tidak merasakan kegiatan (organisasi). Terus terang saja, mahasiswa yang aktif melaksanakan kegiatan itu-itu saja. Berapa persen (mahasiswa) yang terlibat dalam kegiatan itu?” ujar Masrur.

Terkait kegiatan mahasiswa yang terkendala karena dana kemahasiswaan dialihkan untuk asuransi, Masrur menegaskan setiap lembaga sudah memiliki porsinya masing-masing. Selain itu, adanya asuransi ini agar semua mahasiswa merasakan dampak dari anggaran kemahasiswaan, baik yang terlibat maupun tidak terlibat dalam sebuah organisasi.

“Yang sekarang beraktivitas (di organisasi), monggo. Tapi dalam satu kelas, berapa orang sih yang ada kecenderungannya pengin berorganisasi? Yang merasakan kegiatan itu walaupun proposalnya sampai sekian juta, apa sih kegiatannya yang dilakukan? Betul-betul bermakna kah bagi organisasi itu?” sebutnya.

Masrur pun membeberkan jika ia pernah diundang mahasiswa untuk memberi sambutan. Dengan anggaran sebanyak Rp25 juta, Masrur akhirnya setuju memberi sambutan sebagai wakil dekan. Masrur kecewa karena dalam laporan pertanggungjawaban tertulis peserta acara sebanyak 400 orang. Namun, peserta yang hadir pada saat acara berlangsung tidak sampai 50 orang.

“Tapi ya itu urusanmu sama yang Maha Kuasa. Saya ini kan mendistribusi (anggaran) sesuai tupoksi (tugas pokok dan fungsi) saya. Ini dananya, bagaimana cara saya membagi dan itu harus habis,” tambahnya.

Masrur tidak melarang adanya kegiatan mahasiswa, namun yang perlu diingat adalah jangan sampai mahasiswa melakukan kegiatan yang melampaui batas budgeting. (adn/dan/mer/ann/nul/est/els)



Kolom Komentar

Share this article