Dua Mahasiswa Unhas Diskorsing, Bukti Birokrat Anti Kritik
Ilustrasi poster yang menyebabkan dua mahasiswa Unhas diskorsing. (Sumber ilustrasi: online24jam.com)

SKETSA - Berawal dari keresahan terhadap sistem ekonomi pasar bebas ‘Neoliberalisme’, baru-baru ini dua mahasiswa Hubungan Internasional (HI) Universitas Hasanuddin (Unhas) yakni Rezki Ameliyah dan Mohammad Nur Fikqri mendapat hukuman skorsing karena menempelkan poster yang bertuliskan “Kampus Rasa Pabrik” di area sekitar kampus.
Dilansir dari laman web news.okezone.com, kejadian tersebut bermula saat Rezki Ameliyah dan mahasiswa lainnya melakukan kegiatan diskusi panjang yang mereka sebut dengan Posfordis atau Ekonomi Pasca Industri. Selesai diskusi, kedua mahasiswa HI menuangkan aspirasi dalam secarik poster dan menempelkannya di sejumlah titik kampus. Tindakan mereka dianggap melanggar peraturan kampus. Hukuman tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Rektor Unhas Nomor 1595/UN4/05.10/2013. Keduanya lantas mendapat skorsing selama dua semester.
Beruntung, Kamis (08/2) hukuman skorsing keduanya resmi dicabut. Komisi Disiplin Unhas melakukan sidang banding dan mengeluarkan pernyataan bahwa keduanya kini bebas dari hukuman skorsing.
Jika hanya dengan menempelkan poster dua mahasiswa Unhas mendapat hukuman skorsing, bagaimana nasib Ketua Umum BEM UI Zaadit Taqwa yang dengan lancang memberikan kartu kuning kepada Presiden Indonesia, Joko Widodo, Jumat (02/1) lalu.
Saat itu Jokowi tengah memberikan pidato dalam acara Dies Natalis ke-68 Universitas Indonesia (UI). Aksi Zaadit lantas viral di media sosial, namun Zaadit tidak mendapatkan hukuman ataupun skorsing seperti dua mahasiswa Unhas.
Saat ditemui Sketsa diruangannya, Wakil Rektor Bidang Akademik Mustofa Agung Sardjono menyatakan apabila yang dilakukan dua mahasiswa Unhas tersebut bukan ranahnya untuk memberikan pernyataan. Namun ia tetap berkomentar kerena kejadian tersebut tengah ramai diperbincangkan dan menarik perhatiannya.
“Apabila saya yang di sana, saya akan melakukan apa yang tidak merugikan mahasiswanya,” ungkapnya.
Ia juga beranggapan bahwa dalam situasi tersebut harus sikapi dengan baik. Mahasiswa tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Pihak birokrat juga harus melihat apa yang sebenarnya menyebabkan mereka berbuat demikian. Begitu pula mahasiswa tidak dapat mencap birokrat tidak bekerja dengan baik. (fir/ubg/els)