Berita Kampus

Diskusi PPMI: Gemakan Kebebasan Akademik, Tuntut Penuntasan Kekerasan Seksual

PPMI adakan konsolidasi kasus pembekuan LPM Lintas serta tuntut Penuntasan Kekerasan Seksual.

Sumber Gambar: Instagram Lintas.com

SKETSA - Minggu malam (20/3), Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional mengadakan diskusi dan konsolidasi terkait kelanjutan kasus pembredelan dan pembekuan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM Lintas) oleh pihak rektorat kampus, yang menyoal liputan khusus kasus pelecehan seksual di IAIN Ambon.

Diketahui, selain pembredelan dan pembekuan, LPM Lintas turut menerima perlakuan sewenang-wenang lainnya. Sejumlah kronologi terkait diunggah pada akun Instagram @lintasdotcom.

Malam itu di ruang virtual Zoom Meeting, selain dihadiri Pimpinan Redaksi LPM Lintas Yolanda Agne, juga mengikutsertakan Dhia Al Uyun selaku Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA). Dhia menyebut terdapat cacat formil maupun materil pada Surat Keputusan (SK) yang menuliskan LPM Lintas sudah tidak sesuai dengan visi dan misi kampus. 

“Kampus yang baik itu adalah kampus yang menyelesaikan kasus kekerasan seksual, bukan malah meredam kasus kekerasan seksual.”

Keputusan pembekuan LPM Lintas itu dinilai Dhia bertolak belakang dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Agama Nomor 50 Tahun 2015 tentang Statuta IAIN Ambon dan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) Nomor 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).

Sesuai peraturan itu, kampus semestinya mengupayakan dan menjamin kebebasan akademik bagi civitas akademika juga melakukan pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di kampus hijau sebagai PTKI.

Perempuan berkacamata itu turut menyebut rektorat tidak berhak mengadili korban karena melanggar Pasal 7 PERMA Nomor 3 Tahun 2017, di mana hakim sebagai pihak yang berhak untuk memberikan pengadilan atau teguran.

Dhia menyarankan LPM Lintas untuk segera mengumpulkan bukti dan berkoordinasi dengan  pihak terkait seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Dewan Pers, serta melaporkan atas putusan pembekuan tersebut dari aspek prosedural. 

“Bisa dipidanakan, segera dilaporkan karena luka lebam yang di visum dapat dijadikan bukti dan dapat dijadikan hukum pidana karena sudah masuk kasus kekerasan.”

Sebelum diskusi berakhir, Yolanda menyatakan akan berupaya menuntut lembaga dengan dua tuntutan. Pertama mencabut SK pembekuan LPM Lintas dan kedua, kampus harus memberikan penanganan kasus pelecehan seksual yang lebih baik lagi di kampus.

Turut dihadiri perwakilan pers mahasiswa dari berbagai universitas, mereka mengupayakan aksi solidaritas sesama lembaga pers mahasiswa dengan membuat poster, twibbon, serta tagar yang diunggah pada media sosial. Itu sebagai bentuk dukungan terhadap LPM Lintas dan menuntut kasus kekerasan seksual yang terjadi di IAIN Ambon dapat diusut tuntas. (tha/fsf/ahn/khn)



Kolom Komentar

Share this article