Berita Kampus

Buah Asa Bela Guru Swasta

Siang pukul 13.00 Wita kemarin, pasukan putih abu-abu beserta para guru dibersamai oleh sejumlah mahasiswa Unmul, tampak memadati halaman Kantor Gubernur Kaltim. (Foto: Mahameru P.)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Siang itu pukul 13.00 Wita langit ibukota cukup panas. Matahari memang sedang berada di puncak singgasananya. Kendati begitu, pemandangan lain terlihat di Kantor Gubernur Kalimantan Timur. Pasukan putih abu-abu beserta para guru dibersamai juga oleh sejumlah mahasiswa Unmul, tampak memadati halaman kantor di Jalan Gajah Mada itu.

Membawa spanduk bertuliskan beberapa butir tuntutan, yakni pemyemarataan dana BOSDA (Bantuan Oprasional Sekolah Daerah) untuk sekolah swasta di Kaltim karena akan berdampak pada kenaikan SPP, memperbaiki infrastruktur dan pelaksanan UN, menuntut intensif guru di sekolah swasta tidak dipotong, meminta pemerintah tidak diskriminatif terhadap sekolah swasta, dan terakhir agar pemerintah Kaltim dapat menyelesaikan kisruh dari kebijakan di bidang pendidikan.

Tak cuma itu, mereka pun berkali-kali meneriakkan seruan “Cairkan Bosda Kami”. Suasana kian khidmat manakala Hymne Guru dikumandangkan. Kemarin, (16/3) digelar Aksi 163 bertema “Membela Guru Swasta.” Aksi itu diinisiasi secara bersama oleh MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan didukung oleh BEM FKIP Unmul, lembaga-lembaga internal FKIP, serta Garuda Mulawarman.

Ditemui di sela-sela aksi, Rizaldo Gubernur BEM FKIP mengatakan aksi itu berlangsung taktis. Pihaknya dihubungi secara dadakan untuk membersamai setelah sebelumnya terlibat dalam audiensi yang digelar DPRD Provinsi Kaltim. Audiensi itu digelar pada Selasa (14/3) dengan membawa isu yang sama tapi tidak menemukan titik terang.

“Akhirnya diputuskan untuk melakukan aksi hari ini,” ucap Aldo.

Orasi-orasi disampaikan bergantian. Salah satu dari guru meneriakkan, “Kami merupakan anak bangsa Indonesia, anak Kalimantan Timur. Kami juga punya hak untuk menuntutnya. Saya tidak segan-segan bersuara bersama sekolah swasta, karena sekolah swasta adalah mitra PGRI Samarinda. Bahwasanya kita guru swasta maupun negeri adalah sama. Maka hentikanlah dikotomi antara sekolah swasta dengan negeri,” teriaknya.

Orasi tak kalah mencuri perhatian adalah dari salah satu guru dari Kutai Kartanegara. “Pendidikan di Kalimantan Timur tidak boleh mundur gara-gara pemimpin setengah hari dalam memperjuangkan anggaran pendidikan. Sesuai dengan pasal 31 UUD 1945. Apabila tidak ada kejelasan kami siap untuk menginap di sini,” pekiknya.

Kemenangan Audiensi Usai Aksi

Orasi demi orasi disampaikan, hingga korlap menyatakan aksi berakhir dan massa dapat membubarkan diri. Namun, aksi belum benar-benar berakhir karena ada audiensi lanjutan yang akan digelar PGRI dan BEM FKIP Unmul bersama Sekretaris Provinsi dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur.

Di luar ruangan, barisan mahasiswa masih rapat. Masih hangat meski satu per satu siswa dan guru bubar perlahan. Di bawah komando Freijae Rakasiwi, Menteri Sosial Politik BEM KM Unmul dan korlap dari BEM FKIP, Ibnu Ghozali.

“Kita memperjuangakan hak-hak dari guru. Guru dapat membuat beribu dokter, polisi, bahkan insiyur. Kita menuntut dana pendidikan, bahwasanya sekolah swasta di-anak-tirikan, padahal sekolah swasta dapat menghasilkan bibit yang juga siap bersaing,” ujar Apri Raynaldo mahasiswa jurusan Pendidikan Geografi berorasi.

Pukul 16.30 Wita audiensi berakhir. Garis senyum terlukis jelas di wajah para wakil massa aksi. Perwakilan PGRI mengaku puas dan mengatakan aksi ini tidak sia-sia. Pihak pejabat provinsi dikatakannya menyetujui tuntutan. Dia pun mengucap terima kasih kepada para mahasiswa.

Selang beberapa saat, sosok Rizaldo muncul. Dia lantas dikerumuni mahasiswa yang menanti hasil audiensi. Audiensi dikatakannya berjalan maksimal sesuai harapan dengan memutuskan bahwa sekolah negeri yang sebelumnya menerima BOSDA Rp1,5 juta kini setara sekolah swasta yakni Rp900 ribu. Jadi untuk SMA, dan MA baik swasta maupu negeri mendapat Rp900 ribu. Sedangkan SMK mendapatkan Rp1,1 juta.

Kendati demikian, yang nyaris terlupakan adalah Sekolah Luar Biasa (SLB). Tetapi mendapatkan bantuan juga. Namun, pemerintah mengaku belum bisa menerapkan sistem yang sama. Dan, meminta kesediaan mahasiswa untuk tetap mengawal isu tersebut.

“Pemerintah berkomitmen agar tidak mendokotomi antara swasta dan negeri. Bahwasnya swasta maupun negeri adalah sama. Kemudian, dengan adanya aksi hari ini, maka pemerintah menganggarkan 50% anggaran untuk sekolah negeri dialihkan ke sekolah swasta. Pemerintah meminta kita mahasiswa tetap mengawal isu ini,” tandasnya. (mpr/aml).

 



Kolom Komentar

Share this article