Berita Kampus

Bara Api Pemira FKIP

Selebaran anonim yang ditujukan kepada KPPR FKIP.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: Istimewa

SKETSA - Memasuki penghujung 2019, Pemilihan Raya (Pemira) bakal presiden dan wakil presiden maupun gubernur dan wakil gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) fakultas mulai nampak di sejumlah kampus. Mengawali pesta demokrasi ini, sempat berembus kabar tak sedap dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang telah memulai rangkaian Pemira sejak 27 Agustus.

Pada 12 September lalu, melalui akun Instagram @pemirafkipunmul, diunggah sebuah postingan berupa surat pernyataan oleh Komisi Penyelenggara Pemilihan Raya (KPPR). Surat tersebut berisi keterangan bahwa KPPR telah menerima tindak intimidasi dan intervensi pada hasil verifikasi tahap II. Tindak intimidasi dan intervensi ini dilakukan oleh massa pendukung bakal pasangan calon Iqbal Usni Gabryella T - Aldo Aditya R yang mengakibatkan terjadinya kerusuhan dan kekerasan. Adapun terlampir nama-nama anggota KPPR yang mendapatkan perlakuan kurang baik sebanyak 11 orang.

Pada poin ke-5 di surat pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa Ramli Koten sebagai Ketua KPPR FKIP mengaku kurang berpikir jernih sehingga mengeluarkan pernyataan atas nama pribadi yang berbunyi, ‘Bakal pasangan calon yang gugur dapat mencalonkan kembali pasangan yang sama setelah verifikasi tahap II, dan panitia KPPR FKIP Unmul akan membuat form surat penyataan kesediaan untuk dipilih.’

Kepada Sketsa, Ramli menjelaskan kronologi kerusuhan yang berlangsung pada verifikasi tahap II (11/9), tepatnya menjelang malam. Saat itu, berkas-berkas dalam keadaan telah diverifikasi dan pasangan calon yang lolos dan akan melanjutkan proses Pemira telah ditentukan, yakni M. Bima - M. Enggi Sulaiman.

Kerancuan dimulai saat agenda penandatanganan hasil verifikasi tahap II. Timses bakal paslon Iqbal - Aldo enggan untuk menandatangani surat pernyataan tersebut. Dikatakan Ramli, mereka meminta pihak KPPR untuk merundingkan kembali terkait hasil verifikasi tersebut.

“Mereka meminta mediasi, ada beberapa hal yang mereka tanyakan, mereka meminta rapatkan pada saat itu juga selama 30 menit. Pada saat itu massa sudah datang sangat banyak, sudah berteriak mengeluarkan kata-kata kurang bagus,” paparnya.

Ramli menyayangkan tindakan tersebut. Menurutnya selama ini tidak ada interupsi atau sanggahan dari awal. “Tapi sampai masa pendaftaran selesai tidak ada paslon yang bertanya, jadi menurut kami tidak ada masalah.”

Merasa kondisi telah tertekan dan terintimidasi, alih-alih KPPR mengambil keputusan sebagaimana tertera di poin ke-5 pada surat pernyataan yang diposting akun @pemirafkipunmul, keputusan yang diambil berseberangan dan melanggar Tata Tertib Pemira (TAP) Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) yakni pada pasal 12 ayat (5) yang berbunyi, ‘Apabila hasil penelitian berkas pasangan calon sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh Komisi Penyelenggara Pemilihan Raya, pasangan calon dinyatakan gugur.’

Menyadari kesalahan yang diperbuat, KPPR membuat surat keputusan ulang serta merilisnya di hari setelahnya. “Setelah saya memberikan pernyataan, besoknya saya klarifikasi lagi atas kesalahan yang terjadi malam itu,” ujar Ramli.

Hingga kini pihak KPPR dan DPM telah membawa masalah ini ke birokrat. Mereka mendapat arahan agar tetap melanjutkan proses Pemira, kemudian memberikan waktu selama lima hari kepada paslon yang gugur untuk melengkapi berkas kembali.

“Itu masih bersinggungan juga dengan TAP DPM, jadi masih kami kaji soal itu. Entah hasilnya seperti apa, dari kami memang sudah siap dengan segala konsekuensinya.”

“Walaupun pihak birokrat tetap kukuh dengan pendiriannya, kami juga tetap konsisten dengan jalan kami yang berpatokan pada aturan,” sambungnya.

Selain itu, dikatakan Ramli sempat terjadi kericuhan setelah penyampaian surat keputusan, yang berupa tindak pemukulan terhadap salah satu mahasiswa yang disinyalir bukan bagian dari Tim KPPR FKIP.

“Pada malam itu sempat ricuh juga setelah itu. Mereka memukul salah satu mahasiswa (kampus FKIP) Banggeris, dikejar dari lapangan parkir sampai pos sekuriti. Saat itu sudah selesai penyampaian (surat keputusan),” ungkap Ramli.

Klarifikasi Timses Bakal Paslon Iqbal-Aldo

Kepada Sketsa, Rabu (26/10) Nurul Ramlan Hariadi selaku ketua timses bakal pasangan calon Iqbal–Aldo menegaskan bahwa tak ada bentuk intimidasi yang mereka lakukan kepada pihak KPPR.

“Tidak ada yang namanya intimidasi. Pada saat itu KPPR minta 30 menit untuk rapat dengan anggota dan kami pun menarik teman-teman ke tempat lain untuk berdoa,” ujar Ramlan.

Setelah itu, pihak KPPR membuat nota kesepakatan yang menyebutkan bahwa KPPR akan memperpanjang masa perlengkapan berkas bagi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang dinyatakan gugur pada verifikasi II, kemudian menjamin tidak akan ada masalah yang dimunculkan saat Pemira berlangsung dan menjamin bahwa pelaksanaan berjalan damai dan kondusif, bahwa Pemira akan dijalankan secara jujur, adil dan menerima hasil perolehan suara yang ada. Nota kesepakatan ditandatangani oleh berbagai pihak yang bersangkutan.

Ramlan menilai bahwa KPPR tidak tegas dalam pelaksanaan Pemira ini, yang tidak memberikan kejelasan mengenai kelanjutan Pemira hingga saat ini. Menurutnya, sudah seharusnya ada pergantian ketua KPPR bahkan dibubarkan dan dibentuk ulang.

“Harusnya pergantian ketua KPPR atau dibubarkan dan dibentuk kembali,” tuturnya.

Ia juga menyayangkan sikap DPM yang tak tegas dalam mengambil kebijakan. “DPM harusnya tegas dalam pengambilan kebijakan pada rapat paripurna tentang Pemira FKIP. Masa sekelas DPM menginginkan sebuah aklamasi,” tutupnya.

Selebaran Anonim

Beberapa hari berselang, muncul selebaran tanpa identitas berjudul ‘DPM & KPPR BERPIHAK???’ yang berisi keresahan terhadap kinerja DPM dalam membentuk KPPR. Motif keikutsertaan organisasi juga turut menjadi alasan. Terpampang juga foto dari paslon yang lolos yakni Bima - Enggi serta dilengkapi foto Ramli Koten selaku Ketua KPPR.

“Singkat cerita DPM FKIP GAGAL, bukan hanya gagal dalam menyatukan mahasiswa tetapi juga gagal dalam membentuk panitia dalam menyelenggarakan Pemira. KPPR yang seharusnya adil dan tidak memihak ternyata malah terlihat mendukung salah satu paslon karena berasal dari satu background lembaga bahkan membuat dan menciderai paslon-paslon yang seharusnya bisa lolos dalam berkas,” tulisnya.

“Ketua KPPR FKIP hanya meloloskan satu calon saja karena calon tersebut berasal dari lembaga yang sama dengan ketua KPPR yaitu Lembaga Dakwah Kemahasiswaan.”

Ramli tak terlalu ambil pusing, sebab selebaran itu tak ada identitas yang bertanggung jawab terhadap apa yang disebar. Secara umum, menurutnya tak ada bukti kuat yang melengkapinya. Ramli menilai bahwa selebaran itu dibuat seakan KPPR memihak salah satu paslon. Padahal, secara mekanisme memang hanya satu paslon yang memenuhi berkas dan dinyatakan lolos seleksi.

“Menurut kami, selebaran-selebaran seperti itu tujuannya membuat seolah-olah menyebar opini bahwasannya KPPR maupun DPM itu bermain tidak fair dalam Pemira,” tukasnya.

Diketahui, dari total 11 bakal paslon yang mendaftar, hanya lima di antaranya yang mengembalikan berkas. Hingga pada seleksi tahap II ditentukan satu paslon yang lolos seleksi. Namun kini belum ada kelanjutan jadwal Pemira dari KPPR FKIP. (kus/ina/rst/snh/fqh/len)



Kolom Komentar

Share this article