Berita Kampus

Ada Apa di Balik Terjunnya Dana Bantuan KKN Tematik Revolusi Mental?

Surat Pernyataan Sikap KKN Tematik Revolusi Mental tahun 2016 (Foto: Jati Dwi J.)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Pada Juli hingga Agustus lalu, Unmul melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN). Masa KKN memang telah berlalu, tapi masih menyisakan sesuatu yang mengganjal di baliknya.

Pada KKN edisi 42 itu, kali pertama program Revolusi Mental (RM) milik pemerintah diselipkan. Program ini merupakan kerja sama Unmul dan LP2M dengan dua kementerian RI, yakni Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Tubuh RM terdiri dari tiga program, yakni Indonesia Bersih, Indonesia Melayani, dan Indonesia Tertib. Pada pembagiannya ada 30 kelompok KKN terpilih dari tiga regional, yakni Samarinda, Balikpapan, dan Kutai Kartanegara.

Untuk diketahui dana bantuan yang turun dari kementerian untuk pelaksanaan KKN Tematik Revolusi Mental ini sebesar Rp 200 juta. Mendapat potongan Rp 20 juta untuk biaya operasional, sehingga tersisa 180 juta yang siap dibagi ke 30 kelompok KKN.

Sewaktu pembekalan KKN RM di Gedung Rektorat lantai 4 pada 21 Juni lalu, dijelaskan oleh Wakil Rektor (WR) III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, juga selaku penanggung jawab KKN Tematik Revolusi Mental, Encik Akhmad Syaifudin, bahwa setiap kelompok mendapat bantuan dana sekitar Rp 6 juta. Ditambah bantuan perlengkapan berupa satu sapu, alat pel, flashdisk 16 GB, dan kertas HVS A4 satu rim kepada masing-masing kelompok.

Namun, beberapa minggu berlalu dan mahasiswa mulai melaksanakan program KKN RM, kabar pemberian dana tak kunjung tiba. Merasa diberi harapan palsu, pada 19 Agustus beberapa mahasiswa yang lokasi KKN-nya di Samarinda, serta perwakilan dari Balikpapan dan Kukar, mencoba melakukan konsolidasi terkait kucuran dana RM.

“Kita sepakat adakan audiensi dengan pihak WR III dan stafnya. Saat itu kita minta transparansi dana dan minta tunjukan RAB (Rancangan Anggaran Bantuan). Tapi, RAB-nya itu hanya boleh dipinjam tak boleh di foto atau diperbanyak,” ujar Samorga Yosier kepada Sketsa, Selasa (27/12).

Gerak-gerik keanehan kembali tercium saat pihak WR III dan jajarannya mengatakan bahwa potongan dana untuk perlengkapan sebesar Rp 1 juta. “Bayangin aja, untuk sapu, flashdisk, alat pel sama kertas itu berapa sih? Kalau itu sejuta dikali 30 kelompok, 30 juta anggarannya?” cetusnya heran.

Dijelaskan juga ada potongan lain seperti biaya konsumsi, pembiayaan akomodasi, dan transportasi dosen pembimbing (dospem).

“Konsumsi pas pembekalan, seingat saya enggak ada. Apalagi waktu itu bulan puasa. Kalau dospem di awal sampai pertengahan KKN belum ada. Munculnya, pas kita mau selesai KKN,” jelas Samorga.

Gigit Jari Karena Tidak Sesuai Janji

Tak puas dengan hasil audiensi pertama, mahasiswa kembali menyusun audiensi kedua pada 23 Agustus. Untuk mempertegas maka dibuatlah Surat Pernyataan Sikap KKN Tematik Revolusi Mental. Yang di dalamnya memuat tiga hal.

Isi poin pertama, setiap kelompok KKN tidak akan mengumpulkan laporan pertanggungjawaban apabila tidak ada dana yang diterima. Kedua, mekanisme pencairan dana tetap mengacu pada mekanisme awal selambat-lambatnya 30 Agustus 2016. Ketiga, pihak birokrat memberi jalur kepada mahasiswa KKN Tematik Revolusi Mental untuk mengawasi dan mengawal transparansi dana.

Tetapi, surat bermaterai dan diketahui WR III itu tak memberi pengaruh apa pun. Mahasiswa tetap menyetor laporan pertanggungjawaban, beserta bukti dokumentasi foto dan video sebagai syarat utama pencairan dana. Setelah cair pun, dana bantuan yang diterima nyatanya tidak sesuai dengan wacana awal yakni sebesar Rp 6 juta. Ada kelompok hanya menerima Rp 1,2 juta, Rp 1,25 juta, Rp 1,75 juta, dan Rp 1,95 juta. Tidak ada yang persis menerima sampai atau lebih dari Rp 2 juta. Alih-alih mendapat ganti, mahasiswa mesti gigit jari.

Meski dinilai terlambat untuk mengungkap hal ini kepada khalayak, karena masa KKN telah lama berakhir dan rektorat pun di pengujung tahun telah tutup buku, Samorga tak ingin hal ini selesai begitu saja tanpa kejelasan.

“Walaupun KKN ini tidak mengenal kata pamrih dan tak mengejar materi. Tapi ini penting, karena menyangkut anggaran yang telah diamanatkan menjadi hak kita. Jika transparan dari awal dan enggak menyulitkan mahasiswa, mungkin kami juga enggak curiga,” terang mahasiswa Manajemen 2013 itu.

Sekarang yang jadi pertanyaan di benak Samorga dan mahasiswa KKN RM lainnya, ke manakah sisa dana KKN RM yang mestinya diterima secara utuh itu? (jdj/wal)



Kolom Komentar

Share this article