Sosok

Petugas Kebersihan Itu Bernama Pakde

Hidayat Sutisna, sosok petugas kebersihan di Unmul yang akrab disapa pakde. (Sumber: Istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Senin sore tidak lama setelah memarkir kendaraan di MPK, pria yang ingin Sketsa temui tampak berjalan kaki di muka Gedung Rektorat. Gaya berjalannya santai tapi bungkuk, sambil menyampirkan jaket kulit berwarna hitam di bahunya. Ia sudah ingin pulang, jam kerjanya telah usai.

“Mau di wawancara? Aduh, besok saja. Pukul 11 saya stand by di depan Audit,” katanya.

Ponselnya hilang jadi ia tidak memberikan nomor apa-apa. Hanya janji bahwa ia akan ada di depan Auditorium besok siang.

Betul saja, Selasa siang, 23 Januari, pria tua itu dengan seragam hitam dan topinya yang sewarna sedang baring-baring santai di bawah pepohonan rindang depan Auditorium beralaskan karung beras. Sudah serasa vakansi. Tak jauh dari tempatnya berbaring ada tumpukan daun jatuh dan sampah yang dibakar ditujukan untuk menghalau nyamuk siang hari. Ia tidak sendirian, ada dua kawannya Hidayatullah dan Didit yang usianya mungkin sama seperti usia anaknya--sedangkan kini usianya 69 tahun.

Pakde, begitu dia disapa, sedang menggunakan waktu istirahatnya hari itu. Ia sebulan ini tengah dipindah tugas oleh Bumitaka, tempat petugas kebersihan seperti dirinya bernaung, untuk jadi tim pembersih di Unmul Gunung Kelua (GK). Ya, Pakde sedikit-sedikit terkenang akan kedatangannya pertama kali di Unmul.

Saat itu, 2012 pertama kalinya ia masuk jadi bagian Unmul. Ditugaskan untuk jadi penjaga kebersihan di Gedung MPK. Tidak berlangsung lama karena lima bulan setelahnya Pakde mulai meninggalkan GK dan ditempatkan di Kampus Flores, FIB. Terhitung dari 2013 hingga sekarang ia masih aktif bertugas di FIB.

“Sebulan saja di sini, nanti bulan depan ke FIB lagi,” kata Pakde yang belakangan diketahui memiliki nama asli Hidayat Sutisna. Banyak orang memang lebih sering memanggilnya dengan sebutan Pakde, bukan dengan nama asli. Bahkan dua kawannya, Hidayatullah dan Didit baru itu mengetahui nama Pakde adalah Hidayat Sutisna.

“Wah, Pakde. Namaku itu Hidayat, Pakde,” kata Hidayatullah menyahuti fakta kemiripan namanya dengan Pakde.

Sebelum menjadi petugas kebersihan di Unmul, Pakde lama memiliki pengalaman dengan menjadi petugas kebersihan di Pasar Segiri Samarinda. Ia berperan dalam menciptakan suasana kampus yang bersih dan asri dari FIB hingga Gunung Kelua. Pagi pukul 6 ia sudah bergegas melaksanakan tugasnya dengan menyapu sampah-sampah yang berserakan di tiap sudut kampus.

Di FIB ia ditugaskan untuk menyapu halaman kampus. Di Gunung Kelua ia bersama kawan-kawannya selain menyapu dedaunan gugur di halaman Audit, juga berkeliling menggunakan mobil bak untuk membersihkan sudut kotor GK yang lain. Saat pakde dan kawan-kawannya ini mulai lelah, mereka akan beristirahat di tepi lapangan Audit seperti siang bolong Selasa itu. Pepohonan rindang audit dengan sendirinya menjadi base camp mereka. Pakde dipancing untuk mengeluh, tapi ia tidak melakukannya.

“Kita enggak diperintah kerjaan, harusnya kita yang memerintah kerjaan. Kalau diperintah kerjaan itu sakit, kalau kita yang perintah enggak karena kita yang atur kerjaan,” ujar Pakde.

Pakde bercerita dia menikmati pekerjaannya karena salah satunya hadir para rekan yang membersamainya selama bekerja.  “Semua kerjaan itu capek, cuma suka dukanya sama teman. Sendau gurau sambil ketawa,” ungkapnya.

Pakde punya lima orang anak dan enam cucu, istrinya telah meninggal. Ia juga tidak memilih tinggal bersama salah satu anaknya, Pakde malah memiliki tempat inapnya sendiri di FIB. Ia menginap di ruangan Magister Manajemen, di sana ia melepaskan penat selepas bekerja sebelum esok kembali turun dengan sapu.

Di balik semangatnya dalam menjaga lingkungan kampus agar tetap bersih, Pakde sangat menyayangkan sikap mahasiswa hari ini yang masih acap buang sampah sembarangan. Sedih ia manakala membersihkan kampus dengan temuan bekas tisu, botol bekas berhamburan, hingga puntung rokok berceceran, padahal tak jauh dari situ tempat sampah telah disediakan.

“Mahasiswa kok ngalah-ngalahin anak TK,” ujar Pakde.

Pakde mengaku enggan menegur mahasiswa. Karena ia mengganggap mahasiwa sebagai seorang yang sudah dewasa dan sudah sepatutnya memiliki kesadaran soal lingkungan. “Mereka kan sudah dewasa dan bisa berpikir,” tambahnya.

Ketika ditanya jenis sampah apa yang paling membuat Pakde jengkel saat dibersihkan, ia menjawab plastik pentol.

“Sudah bumbunya terhambur. Aduh!” keluhnya disertai tawa dari rekan-rekannya. (rrd/wal/adl)



Kolom Komentar

Share this article