Opini

Pendidikan Bukan Prioritas Pemprov Kaltim Lagi!

Sebuah opini yang ditulis oleh Rizaldo, Gubernur BEM FKIP Unmul, melihat pemerintah Kaltim dalam menangani pendidikan kini. (Sumber ilustrasi: merdeka.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Dalam semangat UUD 1945, pendidikan diarahkan secara menyeluruh bagi rakyat dengan perhatian utama untuk rakyat yang tidak mampu agar setiap warga negara dapat dan berhak menjalankan pendidikan serta mendapatkan pendidikan yang proporsional. Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak baik melalui pertemuan nonformal maupun formal sering kali mengkampanyekan adanya pendidikan gratis di Kalimantan Timur. Tetapi pada kenyataannya pendidikan gratis di lapangan masih jauh dari harapan. Program wajib belajar 12 tahun pun hanya sekadar fatamorgana publik.

Pelimpahan kewenangan pendidikan SMA/SMK di Kaltim dari kabupaten/kota ke provinsi sesuai amanat UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah nyatanya banyak menemukan problem. Semua yang menjadi hak dan kewajiban pemerintah yakni gaji, insentif, maupun BOSDA kian timpang karena pemprov dirasa belum siap untuk menjalankannya. Jika  semua kewenangan pengelolaan pendidikan menengah atas dialihkan kepada pemprov, seharusnya semua menjadi tanggung jawab pemprov. Dan tanggung jawab itu termasuk mengalokasikan anggaran gaji guru dan tenaga kependidikan nonPNS.

Sudah 4 bulan, dari Januari-April tahun 2017 satu rupiahpun belum ada gaji yang masuk ke kantong para guru dan tenaga kependidikan non PNS oleh Pemprov Kaltim. Kalau masalah penggajian tenaga honorer ini saja tidak bisa teratasi bagaimana mungkin persoalan pendidikan dan mutu pendidikan bisa ditingkatkan. Berkaitan dengan Amanat UU 23 Tahun 2014 Pasal 12 ayat 1 dan 2 bahwa urusan pemerintah wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, tenaga pendidik, dan pendidikan merupakan prioritas utama yang harus dijalankan oleh pemerintah sesuai dengan urusan pemerintahan konkuren.

Menurut rencana Kepala Disdikbud Dayang Budiati bahwa gaji untuk guru dan tenaga kependidikan non PNS sebesar Rp1,2 juta. Di luar itu ada insentif Rp300 ribu. Dengan demikian, dalam sebulan mengantongi Rp1,5 juta. Kontradiktif dengan UMP 2017 di Kaltim sebesar Rp2.339.556. Sekalipun Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim Dayang Budiarti menyatakan bahwa sisa dana yang akan digunakan agar menyesuaikan UMP diambil dari Bosnas maksimal 15% dan Bosprov maksimal 50 % agar bisa menambahkan Rp800 ribu.

Sesuai Permendikbud No 8 Tahun 2017, dana Bosnas yang boleh digunakan untuk gaji/honor sekolah negeri 15% dan swasta 50%. Sedangkan besaran dana Bosnas untuk 2017 Rp1.400.000 per siswa. Padahal tidak semua sekolah memiliki dana Bosnas yang besar. Sekolah di pedalaman jumlah siswanya hanya sedikit, tapi harga kebutuhan hidup cukup besar. Sedangkan sekolah di kota cenderung punya siswa yang banyak. Maka, dana Bosnas maupun Bosprov bagi sekolah pedalaman diperuntukkan dalam pembangunan infrastruktur maupun operasional sekolah. Padahal mayoritas guru pedalaman adalah guru honorer yang hanya sedikit guru PNS-nya. Tentu akan sangat berpengaruh terhadap jalannya roda belajar dan mengajar di sekolah yang akan berdampak pada guru dan siswa itu sendiri.

Tentu tidak sesuai dengan amanat UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bagian hak dan kewajiban di pasal 14 dan 15 guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial yang meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru.

Atas dasar permasalahan kesenjangan sosial yang terjadi di Kaltim yang memiliki APBD sebesar 8,1 triliun apakah misi kemajuan pendidikan melalui fokus anggaran dengan prosentase besar diperuntukkan untuk pendidikan? Fakta yang ditemukan, anggaran dikucurkan setiap periode tanpa konsep yang tak lagi jelas alirannya pada masa akhir periode (minimnya pengawasan). Persoalan tidak berhenti sampai dengan seberapa besar anggaran yang diberikan, urgensi kualitas tenaga pendidik dan konsistensi untuk memberikan perhatian khusus pada pendidikan ini harus diwujudkan secara nyata oleh gubernur!

Oleh karena itu, peran tenaga pendidikan yang memiliki integritas menjadi suatu hal yang sangat penting saat ini, sekurang-kurangnya pemangku kebijakan memperhatikan sumbangsih dan keikutsertaan mereka dalam pengaruhnya terhadap lingkungan tersebut.

Bantu menyuarakan ini, siapapun berhak memperoleh dan menjalankan pendidikan yang layak serta memadai karena pendidikan adalah ujung tombak peradaban, Juru kunci kesejahteraan.


Ditulis oleh Rizaldo, Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 2017.



Kolom Komentar

Share this article