Opini

Jangan Suka Nge-Bully! Itu Sakit Tahu!

Bullying atau perundungan di kalangan anak hingga dewasa, akibatnya tak main-main. (Ilustrasi gambar: simpleacts.org)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Gregetan! Beberapa waktu lalu viral video mahasiswa asal Universitas Gunadarma yang sengaja mem-bully, temannya sendiri. Sungguh, beginikah revolusi mental yang sedang diterapkan kalangan mahasiswa? Terlebih karena statusnya "mahasiswa", seharusnya, bersikap lebih dewasa.

Sebelumnya, mari pahami dulu arti, bullying atau perundungan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perundungan berasal dari kata dasar rundung. Lalu, kata turunannya merundung, yang artinya mengusik, menyakiti orang lain secara fisik maupun emosional dalam bentuk kekerasan verbal, sosial dan fisik secara berulang kali. Seperti, memanggil nama seseorang dengan julukan, memukul, menyebarkan rumor, mengancam, dan lainnya.

Farhan, nama korban bullying di Universitas Gunadarma tersebut, telah alami tindakan tak mengenakan itu selama setahun berkuliah. Tak habis pikir, apa maksudnya? Rasanya, mengetahui Farhan di-bully begitu, seperti membuka luka lama. Dulu, saya pernah menjadi korban bullying, sejak kelas 1 SD. Soalnya sepele, karena ibu saya guru, mereka tak suka itu. Sedihnya lagi, bukan cuma teman yang melakukannya, tapi guru kelas pun ikut merundungi. Jadi, memaksa saya mesti pindah sekolah, karena sering alami tindakan itu.

Ejekan tersebut saya pikir tak berlanjut, nyatanya tetap. Tapi kali ini lain, karena mereka tahu saya ini lemah, mereka senang sekali  menggoda hingga membuat saya menangis. Ini terjadi hampir tiap hari. Parahnya, budaya mengejek nama orang tua masing-masing saat itu jadi senjata ampuh, bikin down

Hampir bisa dipastikan, keinginan anak korban bully adalah tak keluar dari sarangnya, ia hanya di rumah. Sebab, rumah adalah tempat teraman mereka.

Jadi, enggak heran kan, kalau anak korban bully itu tak seterbuka, seperti orang pada umumnya. Korban bully cenderung menjaga jarak dengan orang lain, dan ia pun tak percaya diri untuk berbicara di depan umum. Ada ketakutan, ia takut terintimidasi seperti itu lagi.

Masa kanak-kanak dinilai sangat rentan alami kasus ini. Efeknya pun sampai dia dewasa. Dilansir dari viva.co.id berdasar data 2017, Kementerian Sosial (Mensos) mencatat sebanyak 84 persen anak usia 12 hingga 17 tahun pernah menjadi korban bullying. Data tersebut terkumpul bersama laporan yang dibuka sejak Januari hingga 15 Juli, ada 976 kasus pengaduan dan 17 adalah kasus bullying.

Miris, di hari anak kita malah tahu, bahwa tahun ini kasus itu mencuat lagi. Sebelumnya, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat pada tahun 2014 mencapai 5.066 kasus, tahun 2015 sebanyak 4.309 kasus dan tahun 2016 mencapai 4.620 kasus. 

Meksi turun-naik datanya, fakta masih adanya pelanggaran terhadap anak ini, harusnya tak terjadi. Fakta lain soal bullying yakni, tindakan tersebut membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental anak. Dikutip dari generasiantibullyingindonesi.wordpress.com pada kasus yang berat, bullying dapat menjadi pemicu tindakan yang fatal, seperti bunuh diri. Juga masalah kesehatan lain, seperti gelisah dalam tidur, sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot. Selain itu, penurunan semangat belajar dan prestasi akademis juga menjadi dampak buruk bagi korban bullying.

Bisa dibayangkan, jika hal tersebut dialami Farhan. Farhan istimewa, ada alasan mengapa Tuhan ciptakan anak seperti Farhan. Lalu, dengan mengejek Farhan, bukankah kamu sedang mengejek Tuhan yang telah menciptakan Farhan? Ini juga bukan cuma untuk Farhan, tapi kita semua makhluk ciptaan Tuhan, kenapa masih sok-sok'an?

Oya, tidak jarang pula, korban bullying malah jadi pelaku bully-nya. Biasanya, karena dendam dan akhirnya melampiaskannya ke orang lain. Hal ini biasa terjadi,  dalam Masa Orientasi Siswa (MOS)  dan Orientasi Pengenalan Kampus (Ospek). Akhirnya, terciptalah generasi jago bullying. Miris!

Bahkan, menurut riset, saat menginjak usia dewasa, anak-anak yang suka mem-bully memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku kasar, kriminalitas, terlibat dalam vandalisme (perusakan), menyalahgunakan obat-obatan dan alkohol, hingga terjun dalam pergaulan bebas.

Akhir kata, jika memang ingin Indonesia generasinya maju dan beretika, mari Stop Bullying! Cukup terapin itu di kehidupan kita, maka pasti menyalur ke yang lain.

Ditulis oleh Jati Dwi Juwitaningrum, Mahasiswi Ilmu Komunikasi 2013, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik





Kolom Komentar

Share this article