Opini

Eksploitasi Alam Kalimantan Secara Rakus, Dampaknya Siapa yang Mau Menanggung?

Eksploitasi alam Kalimantan dan konsekuensinya

Sumber Gambar: Mongabay

Yang perlu dipertegas sebelumnya adalah peduli terhadap alam Kalimantan tak perlu berbicara tentang siapa aku, kamu, atau apa status kita. Itulah yang selalu digaungkan oleh orang tua penulis. Lewat tulisan ini, penulis akan mengupas fakta di balik alam Kalimantan yang dikeruk secara rakus. 

Siapakah dalangnya? Tak ada yang tahu. Di manakah para pemangku-pemangku kebijakan? Padahal, eksploitasi alam yang membabi buta serta dampak buruknya ini ada di depan mata, yang menyengsarakan masyarakat dan tanpa adanya kompensasi kesejahteraan di dalamnya.

Hutan Kalimantan kerap disebut paru-paru dunia, tetapi apakah masih layak untuk disebut paru-paru dunia lagi? Faktanya, hutan hampir habis digundul, pohon-pohon ditebang, ditanami sawit-sawit. Belum lagi kerusakan lingkungan diakibatkan oleh pembukaan tambang batu bara. Dinikmati oleh siapakah? Terlalu serakah manusia-manusia ini, yang mereka tahu hanya mementingkan diri pribadi beserta kroni-kroninya. Mereka dengan seenaknya menghancurkan tatanan alam, seolah-olah mereka yang berhak dan sebagai pemilik alam ini.

Eksploitasi alam Kalimantan yang secara rakus ini, ironinya tak diikuti pembangunan yang merata. Terlebih kualitas hidup masyarakat juga jelas menurun, apalagi yang bergantung pada sumber daya alam. 

Yang dirasakan masyarakat adalah banjir yang melanda walaupun hujan hanya sebentar, jalan-jalan penghubung antar kabupaten atau kota maupun provinsi berlubang kanan dan kiri, sungai yang beberapa tahun silam dapat digunakan masyarakat untuk beraktivitas baik untuk memenuhi kebutuhan perut atau sekadar mandi. Sebagian di antaranya telah tercemar oleh limbah-limbah. Belum lagi habitat flora dan fauna khas endemik pulau Kalimantan yang terancam punah, sangat miris bukan?

Sedih melihat Kalimantan yang sekarang untuk sekadar mendengar kicauan burung saja sudah sulit rasanya. Apalagi menghirup udara segar, yang hampir sering didengar adalah suara rongrongan dari mesin truk-truk besar pengangkut batu bara ataupun sawit yang berlalu-lalang melewati daerah pemukiman penduduk.

Penulis berharap dengan hadirnya Ibu Kota Negara di tanah Kalimantan tidak menambah catatan buruk bagi alam Kalimantan. Harapannya, bagi para pemangku kebijakan jangan hanya diam saja melihat hal ini. Lalu, besar harapannya juga untuk pemuda-pemudi di Kalimantan untuk selalu punya rasa simpati dan peduli tehadap alam Kalimantan yang hari demi hari kian rusak. 

Mau sampai kapan? Jangan sampai Kalimantan yang sudah dianugerahi akan kekayaan alam beserta keindahannya ini tinggal kenangan dan ceritanya saja di kemudian hari.

Opini ditulis oleh Andrianus Ongko Wijaya Hingan, mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, FKIP 2020.



Kolom Komentar

Share this article