
Sumber Gambar: blogspot.com
SKETSA – Cinta selalu hadir pada waktu yang tidak terduga. Canda, tawa, senyum tak kunjung luntur, dan berbagai hal yang semakin lama timbul rasa nyaman tanpa disadari. Setiap langkah dalam hidupnya membawa cerah bagai mentari pagi sampai akhirnya redup karena realita yang menghadangnya.
Melalui novel Autumn in Paris, Ilana Tan mengangkat kisah tentang pria dan wanita yang jatuh hati satu sama lain, walau kepribadian mereka saling bertolak belakang. Romansa klise yang menghantarkan sensasi gelitik di hati dan senyum tak terjelaskan, tidak disangka Ilana Tan menyelipkan rahasia yang begitu dalam dan tragis.
Pertemuan Tara Dupont dan Tatsuya Fujisawa terjadi secara sengaja di bistro kecil tidak terkenal, tetapi istimewa karena menyajikan makanan Indonesia. Suasana saat itu sedang musim gugur, perpaduan hangat dan sendu menjadi satu.
Berawal dari canggung, hanya berkenalan seadanya sampai takdir terus mempertemukan mereka yang membuat kecanggungan itu cair dan tumbuhlah percakapan yang akrab.
Dialog demi dialog sampai keduanya tahu bahwa mereka saling bertolak belakang. Tara Dupont menyukai Paris dan musim gugur, ia merasa hidupnya tercukupi akan hal itu. Tetapi, Tatsuya Fujisawa membenci Paris dan musim gugur, kota ini menyimpan luka yang mendalam. Alasan kedatangannya ke Paris ialah dipaksa hadir oleh orang yang telah menghancurkan hidupnya selama ini.
Perbedaan pandangan ini membuat hubungan mereka makin terjalin erat. Tara dan Tatsuya menemukan kenyamanan satu sama lain. Ketenangan Tatsuya memberikan rasa aman bagi Tara, dan sebaliknya, Tara membuat Tatsuya berpikir bahwa kota ini tidak seburuk yang dia sangka. Tara memberikan kehidupan baru bagi Tatsuya. Berkeliling kota Paris dengan Tara, membuat Tatsuya melihat sisi lain dari kota yang ia benci sepenuh hati.
Kisah kasih manis itu terikat pada benang merah yang menghubungkan mereka dengan masa lalu. Menghancurkan segala harapan, perasaan, dan keyakinan antar hubungan mereka. Mau menyangkal pun tetap percuma, yang bisa mereka lakukan adalah berpisah dan kembali hidup di dunianya masing-masing. Asing seakan tidak pernah bertemu. Tidak pernah saling menggantungkan harapan satu sama lain.
Ilana Tan memiliki gaya bahasa yang sederhana, tetapi tetap kena di hati. Tidak banyak kata puitis dalam karyanya. Namun, pesan yang disampaikan tetap membekas pada pembaca. Hal ini bisa dilihat bahwa ia membawakan emosi yang mendalam pada pembaca, tanpa adanya keterpaksaan, membuat pembaca nyaman dan memberikan kesan tersendiri.
Penulis kerap kali memberikan detail-detail kecil yang mengantarkan menuju akhir mengejutkan. Awalnya biasa saja, seperti terlihat menjadi satu dalam alurnya, namun di akhir cerita kita sadar bahwa detail-detail kecil merupakan potongan penting dari cerita, seolah takdir sudah menentukkan jalan yang tepat bagi mereka.
Selain itu, penulis menghadirkan kisah manis di antara mereka. Sang arsitektur berbakat, Tatsuya Fujisawa, dengan penyiar radio ceria tanpa batas, Tara Dupont, menciptakan interaksi yang menggemaskan dan kadang menggelitik perut. Menyaksikan kedekatan mereka dijamin senyum tak pernah luntur, sebelum realita menimpa itu semua.
“Selama dia bahagia, Aku juga akan bahagia. Sesederhana itu.”
Sepotong kalimat di atas menjadi saksi bahwa cinta antara keduanya begitu besar, terus terikat dan mengalir tanpa batas. Walau ada benang merah yang menghalangi, tapi mereka punya kisah yang akan terus dikenang. Bukan tentang perjuangan, tapi menyadari akan cinta yang tidak bisa melawan takdir.
Siapkah hatimu mengikuti kisah cinta mereka yang terhalang oleh takdir? (aya/ner)