Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
SKETSA - Kalimantan Timur sebagai penyanggah Ibu Kota baru, yakni Ibu Kota Nusantara, masih memiliki banyak permasalahan untuk bisa mewujudkan visi Indonesia Emas pada 100 tahun Indonesia merdeka, terutama pada sektor pendidikan. Pendidikan sebagai dasar fondasi untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas masih memiliki segudang permasalahan. Mulai dari infrastruktur yang kurang memadai, hingga tenaga pendidik yang jauh dari kata sejahtera dalam melakukan tugasnya.
Hal tersebut menjadi tantangan di Kalimantan Timur untuk mewujudkan pemerataan pendidikan yang berkelanjutan, di mana hal ini sangat krusial dan membutuhkan perhatian yang sangat serius untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Data dari beberapa survei mengatakan Kalimantan Timur termasuk ke dalam salah satu dari banyaknya provinsi yang tidak memiliki daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Masih terdapat daerah yang kurang mendapatkan infrastruktur yang memadai untuk berlangsungnya kegiatan ajar mengajar. Fakta dari survei ini tentu menimbulkan pertanyaan, bagaimana hal ini dapat terjadi?
Visi Indonesia Emas 2045 tidak akan terwujud tanpa komitmen nyata dalam pemerataan pendidikan di seluruh wilayah, termasuk di Kalimantan Timur. Setiap anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas terlepas dari latar belakang geografis, ekonomi, dan sosial budayanya.
Pemerataan pendidikan bukan sekadar retorika, melainkan kebutuhan mendesak untuk membangun generasi yang cerdas, kompetitif, dan mampu berkontribusi secara signifikan dalam pembangunan nasional.
Di Kalimantan Timur, tantangan yang dihadapi untuk mencapai pemerataan pendidikan merupakan masalah yang kompleks dengan banyak aspek yang saling terkait. Salah satu kendala utama dalam penyebaran layanan pendidikan adalah lokasi geografis Kalimantan Timur yang terdiri dari hutan lebat dan topografi yang sulit dijangkau.
Kondisi alam yang ekstrem menyebabkan masalah infrastruktur yang signifikan. Banyak daerah pedalaman seperti Mahakam Ulu dan Long Pasia menghadapi kendala yang signifikan dalam hal transportasi dan komunikasi.
Keterbatasan ekonomi masyarakat juga memperburuk keadaan. Sebagian besar keluarga di daerah terpencil harus memilih antara membantu memenuhi kebutuhan finansial keluarga atau mengirimkan anak mereka ke sekolah. Salah satu masalah penting lainnya adalah rendahnya kualitas guru di daerah tertinggal. Sebagian besar tenaga pendidik berkualifikasi rendah, tidak memiliki sertifikasi, dan tidak mendapatkan pengembangan profesional berkelanjutan.
Faktor budaya juga berperan karena sejumlah komunitas adat masih skeptis terhadap pentingnya pendidikan formal, sehingga mereka lebih cenderung menggunakan metode pendidikan tradisional untuk anak-anak mereka.
Selain itu, tidak ada program beasiswa berkelanjutan yang cukup. Anggaran pemerintah daerah yang terbatas untuk membangun infrastruktur pendidikan dan kebijakan afirmatif yang tidak efektif untuk daerah tertinggal semuanya memperumit masalah pemerataan pendidikan. Pada dasarnya, masalah ini lebih dari sekadar masalah teknis. Permasalahan ini adalah hasil dari kesalahan struktural yang telah lama ada di sistem pendidikan nasional. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Guna mewujudkan pemerataan pendidikan yang berkelanjutan dan pembentukan generasi emas di Kalimantan Timur, diperlukan peraturan komprehensif yang mengubah sistem pendidikan secara menyeluruh. Ini akan dimulai dengan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Pendidikan Afirmatif yang menetapkan alokasi anggaran minimal 30 persen dari APBD untuk program pendidikan di daerah tertinggal, dan mencakup jaminan beasiswa penuh bagi siswa dari keluarga miskin, serta subsidi untuk infrastruktur sekolah.
Diperlukan kebijakan yang mendorong peningkatan infrastruktur internet di Kalimantan Timur, pengembangan platform pendidikan digital lokal, penggabungan teknologi dalam proses belajar mengajar, dan pendanaan pengadaan perangkat digital untuk sekolah di daerah terpencil. Semuanya harus memasukkan teknologi pendidikan ke dalam kebijakan. Ini akan menghilangkan kendala utama dalam pemerataan akses ke pendidikan.
Untuk memastikan sistem pendidikan yang inklusif, perlu dibuat undang-undang yang melindungi hak pendidikan setiap anak tanpa diskriminasi, memfasilitasi pendataan dan penjangkauan anak putus sekolah, menawarkan program afirmasi untuk anak-anak dari komunitas adat, serta menetapkan kuota khusus untuk putra-putri daerah tertinggal di perguruan tinggi negeri.
Regulasi komprehensif mengatur kerja sama multipihak yang mencakup mekanisme kerja sama antara pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi. Hal ini mencakup standarisasi program Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis pendidikan, insentif pajak untuk perusahaan yang berkontribusi, dan sistem pemantauan dan evaluasi berkala untuk memastikan semua pemangku kepentingan terlibat secara aktif.
Hal tersebut dilakukan untuk memastikan setiap anak memiliki kesempatan setara untuk mencapai potensinya terlepas dari latar belakang geografis, ekonomi, dan sosial budayanya. Pemerataan pendidikan bukan hanya ide teoritis, tetapi tindakan nyata menuju keadilan dan kemajuan bersama dalam mewujudkan generasi emas. Pelaksanaan regulasi ini bergantung pada komitmen politik pemerintah daerah, partisipasi aktif masyarakat, dan dukungan dari berbagai pihak.
Pemerataan pendidikan di Kalimantan Timur akan mengubah pembangunan sumber daya manusia dan pengembangan wilayah. Setiap anak akan memiliki kesempatan untuk mencapai potensi terbaiknya secara pribadi, tidak terbatas oleh keterbatasan geografis atau ekonomi. Ini akan mendorong mobilitas sosial dan menghasilkan generasi terdidik yang berdaya saing.
Secara ekonomi, investasi dalam pendidikan akan mengurangi angka kemiskinan. Hal ini dikarenakan akan meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal, membuka lebih banyak peluang kerja, dan mendorong wirausaha baru dari komunitas yang sebelumnya termarjinalkan. Menurunnya kesenjangan antar kelompok masyarakat, peningkatan kohesi sosial, dan peningkatan kesadaran kritis masyarakat terhadap pembangunan daerah adalah tanda dampak sosial yang signifikan.
Untuk mempercepat transformasi ekonomi di Kalimantan Timur, pemerataan pendidikan akan membantu mengembangkan sumber daya manusia yang mampu mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, menghasilkan inovasi teknologi yang tepat guna, dan membangun ekosistem pembangunan yang berbasis pengetahuan.
Selain itu, untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, kontribusi pendidikan akan menjadi pilar utama. Pada tahun 2045, setiap wilayah akan memiliki kemampuan untuk berkontribusi secara optimal dalam pembangunan nasional melalui distribusi sumber daya manusia yang merata dan berkeadilan.
Perjuangan untuk memberikan kesetaraan pendidikan di Kalimantan Timur merupakan komitmen moral untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih adil dan bermartabat. Setiap tindakan yang diambil, kebijakan yang dibuat, dan sumber daya yang dialokasikan merupakan investasi penting untuk generasi berikutnya.
Cita-cita untuk memberikan pendidikan berkualitas kepada setiap anak di Kalimantan Timur tidak boleh dihalangi oleh hambatan geografis, ekonomi, dan sosial budaya. Kita hanya dapat mengubah potensi menjadi prestasi melalui upaya yang sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan.
Upaya tersebut akan membangun fondasi yang kokoh untuk Indonesia Emas 2045. Inilah saatnya untuk bertindak, bekerja sama, dan berkomitmen penuh untuk memberikan pendidikan yang adil, inklusif, dan bermakna bagi semua anak bangsa.
Opini ini ditulis oleh Muhammad Rizky Ananda, mahasiswa program studi Ilmu Hukum FH Unmul 2022 sekaligus Manager of Culture Engagement Division ALSA LC Unmul
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2024). Laporan Infrastruktur Pendidikan di Wilayah Terpencil Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. (2023). Profil Pendidikan Daerah Terpencil. Samarinda: Penerbit Resmi BPS Kalimantan Timur.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. (2022). Laporan Analisis Kesenjangan Pendidikan di Wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Suharto, E., "Kebijakan Sosial sebagai Instrumen Pemberdayaan Masyarakat", Jurnal Analisis Kebijakan Pendidikan, Vol. 15, No. 2, 2022, hal. 45-67.