Menguji Netralitas TNI dan Polri di Pemilu 2019

Menguji Netralitas TNI dan Polri di Pemilu 2019

Sumber: Dokumen penulis

Beberapa hari ini beredar informasi yang cukup membuat heboh yang tersebar di WaG (Whatsapp Group) maupun media sosial lainnya, terkait pengakuan dari AKP Sulman yang menuding bahwa Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna telah memerintahkan dirinya untuk memenangkan Jokowi - Maruf Amin dalam kontestasi Pilres 2019 ini.

Terlepas dari benar atau tidaknya pengakuan dari AKP Sulman ini, tentu masyarakat serta pemerintah perlu merespons bahwa hal ini akan menjadi sebuah keresahan dan berimplikasi terhadap rasa ketidakpercayaan masyarakat kepada insitutusi yang harusnya bersikap netral dalam hal ini adalah kepolisian.

Isu bahwa kepolisian tidak netral bukan kali ini saja terjadi. Khususnya masyarakat Kaltim pada 2018 lalu telah melaksanakan pemilihan gubernur juga diterpa isu bahwa kepolisian di lingkungan Polda Kaltim tidak bersikap netral, karena salah satu paslon adalah mantan Kapolda Kaltim. Pun demikian di Jawa Barat dan juga Sumatra Utara di mana salah satu paslon adalah mantan Kapolda Jabar dan juga mantan Pangkostrad sehingga isu netralitas menjadi hangat.

Menghadapi pemilu 2019 ini, sebenarnya pada tanggal 18 Maret lalu Kapolri telah menerbitkan telegram yang mewajibkan aparat kepolisian untuk menjaga perilaku netralitas di Pemilu 2019 yang memiliki 14 poin. Di mana salah satu poin menyebutkan bahwa anggota Polri dilarang memberikan dukungan politik dan keberpihakan dalam bentuk apapun kepada capres dan cawapres, caleg maupun parpol. Meskipun begitu tetap saja kepolisian terus diterpa isu tidak netral dalam pemilu 2019.

Belum lagi kejadian-kejadian lainnya yang tersebar di media sosial terkait ketidaknetralan polisi dalam pemilu 2019 ini, di mana ada berita kepolisian membentuk jaringan media yang dituding untuk mendukung pasangan capres dan cawapres 01 meskipun hal ini belum dipastikan kebenarannya, namun hal ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat.

Oleh dari itu, masyarakat perlu untuk terus mengawasi netralitas dari TNI dan Polri agar mereka semua tidak menggunakan jabatan dan kewenangannya untuk memenangkan paslon tertentu. Karena kita mengetahui tugas dan fungsi mereka secara umum adalah mengayomi, melindungi, malayani dan memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh warga negara Indonesia. Apalagi dalam situasi pemilu tahun ini di mana banyak sekali kejadian-kejadian yang berpotensi menimbulkan keributan di masyarakat.

Bisa kita bayangkan jika TNI dan Polri bersikap tidak netral, maka harapan kita bersama bahwa Pemilu 2019 akan berjalan damai tentu akan sulit diwujudkan. Karena tentu pihak-pihak yang merasa dicurangi akan melawan dan tidak terima, dan yang paling kita khawatiran nantinya adalah kericuhan yang terjadi akibat dari ketidaknetralan TNI dan Polri.

Harapan kita bersama adalah TNI dan Polri mampu menunjukkan sikap netral kepada masyarakat dan apabila terbukti ada anggota maupun pejabat dalam lingkungan kepolisian dan TNI yang bersikap tidak netral agar dapat dihukum tegas. Sehingga masyarakat melihat bahwa dua instansi ini serius menunjukkan netralitas yang mereka agungkan. Di setiap kantor kepolisian dan TNI terdapat spanduk bertuliskan "Jangan Ragukan Netralitas Kami". Semoga kata-kata tersebut tidak hanya menjadi slogan belaka tetapi dapat terimplementasi dengan nyata.

Cita-cita kita sama yaitu menghadirkan pemilu yang berkualitas, aman dan damai, yang nantinya menghasilkan para pemimpin-pemimpin cerdas dan amanah sehingga harapan negeri ini dapat kita titipkan di pundak-pundak mereka. Maka mari bersama kita kawal dan sukseskan pemilu serentak 2019 ini dengan menggunakan hak pilih secara baik, tak mau dibayar, dan ikut memantau setiap kejadian yang ada di TPS serta tidak menyebarkan berita-berita yang tidak pasti kebenarannya di sosial media.

Ditulis oleh Muhammad Kholid Syaifullah, Ketua Simpul Advokasi Pemilu (SIAP) Unmul.