Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Akhir-akhir ini, banyak ulama Indonesia membicarakan Mazhab Bung Karno yang dideklarasikan oleh pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Ma'had Al-Zaytun. Pesantren ini viral dikarenakan video yang beredar di masyarakat. Saat mengadakan salat Ied pada Hari Raya Idul Fitri, salat yang dipraktikkan tidak sesuai dengan empat Mazhab Fikih besar yang diikuti oleh umat muslim, yaitu Mazhab Hambali, Maliki, Syafi'i dan Hanafi. Pada saat kegiatan salat Ied, ada perempuan di barisan laki-laki dan laki-laki non muslim di barisan depan.
Dalam hal ini, pendiri Ponpes Ma'had Al-Zaytun, Panji Gumilang yang menyatakan diri sebagai pengikut Mazhab Bung Karno menyebut dirinya Syekh Panji. Panji mengaku terinspirasi dari salah satu karya Bung Karno yakni "Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1". Dia juga menyebutkan bahwa mazhab Bung Karno melindungi kesetaraan gender.
Ia pun mengutip salah satu tulisan Bung Karno dalam sebuah buku yang memprotes penggunaan tabir (pembatas jamaah laki-laki dan perempuan) oleh Muhammadiyah, Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang di dalamnya terlibat Bung Karno. Menurut Panji, Bung Karno mengancam akan keluar dari Muhammadiyah jika terus menerapkan praktik tabir. Panji menjelaskan, Bung Karno menganggap tabir sebagai praktik memperbudak perempuan, sehingga harus dihapuskan. “Saat Muktamar Muhammadiyah ke-28 di Medan, Bung Karno menulis soal itu. Akhirnya diputuskan tidak perlu pakai tabir, baik untuk rapat pertemuan maupun salat", tambah Panji.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan Remaja dan Keluarga (PRK) Prof. Amany Lubis menjelaskan, praktik salat berjamaah sudah diatur di setiap mazhab imam. “Di keempat mazhab yang berlaku, sudah diatur di mana posisi perempuan saat salat.” Prof. Amany Lubis melanjutkan, jika perempuan ingin salat di masjid, tentu diperbolehkan. Dalam mazhab Imam Syafi'i, posisi perempuan berada tepat di belakang barisan saat diimami langsung laki-laki. Ketentuan ini berlaku baik ketika melaksanakan salat berjamaah bersama keluarga di rumah maupun ketika berjamaah di masjid.
“Yang tidak boleh adalah bercampurnya laki-laki dan perempuan di dalam masjid yang bersebelahan atau selang-seling. Ini namanya kacau. Kalau berdasarkan berita yang beredar ada perempuan di barisan pertama dan katanya untuk memuliakan perempuan, itu bukan alasan," katanya. Prof. Amany Lubis menegaskan bahwa ajaran Islam ada untuk memuliakan perempuan dan laki-laki. Ajaran Islam yang benar memuliakan semua orang (perempuan dan laki-laki). Oleh karena itu, tidak perlu berpikir bahwa jika seorang perempuan menjadi makmum di belakang barisan laki-laki, itu berarti tidak memuliakan perempuan. Beda lagi jika di Masjidil Haram. Perempuan boleh di sebelah pria, tetapi dengan catatan lokasinya sudah diatur. Ada area khusus untuk pria dan perempuan untuk salat. Nabi Saw. bersabda: “Shaf terbaik bagi laki-laki adalah shaf pertama, sedangkan shaf terburuk bagi mereka adalah shaf paling akhir. Dan shaf terbaik bagi wanita adalah shaf terakhir, sedangkan shaf terburuk bagi mereka adalah shaf pertama” ( H.R Muslim).
Belum lama ini juga ada video yang menampilkan khutbah Jumat yang dipimpin oleh perempuan di Ponpes tersebut. Ponpes Al-Zaytun juga terkenal dengan kontroversinya tentang adzan dengan cara yang berbeda dan juga salam Yahudi. Perihal ini disinggung oleh Ustadz Abdul Somad, yang mengatakan bahwa orang yang mengajarkan salam ini harus ditangkap karena antek Yahudi. Bagi umat muslim terkhusus di Indonesia agar lebih hati-hati dalam memahami tuntunan ajaran Islam yang beredar karena ajaran yang baik hanya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Indonesia bukan lagi perang secara fisik, tetapi perang secara pemikiran.
Opini ditulis oleh Nur Anisa Rahmawati, mahasiswi Ekonomi Syariah, FEB 2021 sekaligus Staff Departemen Riset dan Kerja sama Pusdima Unmul Tahun 2023.