Sumber Gambar: Restu Almalita
SKETSA – Setelah melewati proses pendaftaran, Sabtu (1/5) lalu pembekalan perdana untuk KKN 47 telah terlaksana. Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 WITA ini sebelumnya telah diinformasikan melalui surel dan grup Telegram. Dimoderatori oleh Dina Lusiana, pembekalan turut dihadiri oleh Anton Rahmadi selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M).
Membahas tiga topik utama, pelaksanaan KKN dijelaskan oleh Kiswanto selaku Ketua KKN 47, dilanjutkan dengan Miftakhur Rohmah terkait program kerja dan dr. Swandari Paramita yang memaparkan terkait protokol kesehatan.
Pada pembukaan, Anton menyebutkan bahwa KKN dapat menjadi ajang pengenalan Ibu Kota Negara (IKN) di masa mendatang. Selanjutnya, Kiswanto memaparkan mengenai Kampus Merdeka dan Indikator Kerja Utama (IKU) perguruan tinggi serta Sustainable Development Goals Desa (SDGs Desa).
Hadirnya Covid-19 membuat KKN perlu melakukan penyesuaian, seperti KKN-KLB pada tahun lalu. Tentunya, di tahun ini Unmul sudah lebih siap dalam merancang sistem KKN dengan mempertimbangkan 3 hal; menargetkan luaran, kombinasi kegiatan luring dan daring serta berbasis program. Desa Tangguh yang dimaksudkan pada tema kali ini, dapat diterjemahkan dalam program seperti Kampung Iklim, Profil Desa, UMKM Bangkit dan Desa Siaga Bencana.
KKN yang akan dilaksanakan pada 21 Juni-14 Agustus mendatang memiliki beberapa catatan. Pertama, kemungkinan peserta tak mendapat lokasi KKN sesuai domisili. Hal ini mengharuskan program daring dan luring dikombinasikan sesuai dengan keadaan kelompok. Kedua, target luaran yang harus terukur dan dapat dipublikasikan. Seperti dalam bentuk artikel ilmiah atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Ketiga, terdapat 2.478 mahasiswa yang akan mengikuti KKN tahun ini. Terdiri dari 12 fakultas dan 49 prodi. Termasuk di dalamnya 16 provinsi, 43 kabupaten/kota, 149 kecamatan serta 488 desa/kelurahan. 95 persen peserta KKN ada di Kaltim dan Kaltara, sisanya berada di luar wilayah. Ini menyebabkan pengelompokkan KKN menjadi tak mudah.
"Kalian bisa membayangkan betapa ruwetnya, jadi sabar dan tunggu. Di dalam KKN, diperlukan keragaman disiplin ilmu," ucap Kiswanto dalam pertemuan virtual tersebut.
Nantinya, akan ada lima kali pembekalan yang harus diikuti peserta KKN. Terdiri dari pembahasan teknis, pembahasan bersama DPL-PL, pembekalan bersama narasumber luar, pembekalan desa tangguh dan telekomunikasi-digitalisasi. Terakhir, Kiswanto menuturkan bahwa laporan mingguan akan dilakukan secara individu. Sedangkan laporan akhir bersifat kelompok dan dilakukan pada 23-28 Agustus mendatang.
“Setiap laporan akan ada validasi dari DPL. Pastikan kalian mendiskusikan dengan DPL, mengingatkan mereka dan gunakan fitur help desk," tegasnya.
Program Kerja dan Protokol Kesehatan KKN 47
Terkait proyeksi program kerja (proker) KKN 47, Miftakhur Rohmah menjelaskan jika terdapat proker utama dan unggulan yang sifatnya wajib. Proker individu menjadi semi wajib berdasarkan bidang keahlian, mengingat adanya kendala Covid-19.
Proker yang disusun harus jelas, terintegrasi dan fleksibel sesuai dengan kondisi lokasi KKN. Perumusan proker sepatutnya mempertimbangkan adanya interaksi antara dosen, warga, mahasiswa, pemerintah dan swasta. Selain itu memikirkan pula bagaimana keberlanjutan proker serta hasil dan dampak terukur (outcome dan impact-nya). Kombinasi yang seimbang antara learning process dan problem solving, serta based community service.
Pilihan tema proker disesuaikan secara bottom-up dari masyarakat. Produk akhir dari KKN dapat berupa laporan, prototipe, policy brief, buku, publikasi artikel pengabdian, HKI dan lain-lain, dengan catatan menggambarkan proses juga hasil.
"Komunikasi membutuhkan waktu lebih lama. Kita coba sinergikan dengan kebutuhan masyarakat. Harapannya, bukti-bukti kegiatan tidak hanya berupa foto," ujarnya.
Pada akhir pemaparannya, ia mengingatkan bahwa KKN kali ini jangan sampai bersifat formalitas atau seremonial. Kesungguhan untuk berdialog dan merancang proker bersama anggota kelompok dari lintas disiplin ilmu harus dilakukan.
dr. Swandari Paramita, dosen Fakultas Kedokteran (FK) melanjutkan sesi dengan perbincangan seputar protokol kesehatan. Ia mengatakan, mencegah potensi virus dengan protokol kesehatan yang ketat diperlukan agar tak terjadi kasus seperti di India. Jika nantinya mahasiswa harus turun ke lapangan, masker harus terus dipakai. Bahkan saat ingin berfoto untuk mendokumentasikan kegiatan.
Selain menjaga kesehatan selama KKN berlangsung, mahasiswa juga perlu mengetahui kondisi perkembangan Covid-19 agar selalu ingat untuk menerapkan 3M bahkan 5M. Kendati akan menemukan kesulitan, mahasiswa harus berupaya agar penggunaan masker dan kebersihan tangan dijaga.
Ia turut menambahkan jika belum ada informasi lebih lanjut terkait vaksinasi untuk mahasiswa. Swandari berharap agar kabar baik untuk akses vaksin mahasiswa segera tiba. BPJS yang diminta saat formulir pendaftaran berfungsi untuk menjaga apabila dalam perjalanannya peserta KKN terkendala kesehatan.
"Tolong tetap disiplin, pakai maskernya dengan bahan yang tepat. Tahun ini masker medis lebih mudah aksesnya, dan masker kain 3 lapis, jangan lupa cuci tangan," tukasnya menutup pertemuan virtual itu. (rst/len)